3. Lonely

6K 1K 82
                                    

Langit mulai gelap. Lampu lampu gedung yang padam di siang hari kini mulai hidup. Menunjukkan sisi gemerlap kota New York di malam hari.

Jeffrey baru saja sampai di apartemennya setelah selesai bekerja. Setelah memarkirkan mobilnya di basement, lelaki itu lantas menaiki lift menuju lantai 32 dimana unit apartemennya berada.

Cek lek!

Jeffrey masuk ke dalam apartemennya. Mengabaikan kekosongan yang kini sedang dia hadapi. Jeffrey menghela nafas pelan sembari menatap sekeliling apartemennya. Tidak ada siapapun yang menunggunya pulang setelah selesai bekerja. Menyedihkan.

Jeffrey terkekeh pelan mengingat cerita salah satu cerita pasiennya yang terkena gangguan bipolar akibat tekanan orangtuanya yang terus menerus menuntut nya ini dan itu. Pasien Jeffrey tadi bersikeras untuk nekad tinggal sendiri. Jeffrey tak mempermasalahkan keputusan yang dia buat, namun realita tinggal sendiri itu jauh berbeda dari yang dia bayangkan.

Sisi positifnya, kalian tentu bebas, tak ada tekanan, tak ada beban, tak ada suara berisik yang akan menganggu malammu. Kau juga tak perlu menangis secara sembunyi sembunyi dibalik kamar atau selimut.

Sisi negatifnya?

Kesepian.

Rasanya hampa ketika kau tak mendengar suara apapun setiap kali kau berubah pulang dari luar rumah. Asing, seolah kau benar benar sendirian di dunia ini. Jeffrey terkekeh pelan mengingat kejadian tadi, melihat bagaimana anak itu begitu berapi api menunjukkan keseriusannya.

Setelah menggantung coat nya, Jeffrey melangkah menuju dapur untuk mengambil air. Jeffrey lantas membuka kulkasnya, terdiam untuk beberapa saat sembari menatap kulkas yang benar benar kosong dengan 4 botol air mineral ukuran 2 liter di sisi pintunya. Jeffrey lantas mengambil salah satu dan menuang sebagian isinya ke gelas.

Sekarang, apa yang akan dia lakukan?

Jeffrey berdecak pelan, mulai mencari kegiatan yang bisa dia lakukan untuk menghabiskan malam yang masih panjang ini. Disaat kebanyakan orang berpikir keras bagaimana cara untuk mendapatkan uang demi sesuap nasi, Jeffrey justru berpikir keras bagaimana cara agar dia bisa menghabiskan waktunya setiap hari.

Jeffrey tidak gila kerja meski dia begitu serius setiap kali ada pekerjaan yang dibebankan padanya. Maka dari itu, terkadang Jeffrey bingung harus melakukan apa jika semua pekerjaannya selesai.

Jeffrey lantas memilih duduk di sisi sofa dekat jendela besar yang langsung menunjukkan gemerlapnya kota New York malam itu. Menatap berbagai macam kegiatan dari atas sana dan sesekali meneguk airnya sampai tandas.

Jeffrey menatap kosong mobil mobil yang berlalu lalang di setiap sudut jalan raya. Pikirannya kembali berkelanjutan ke masa lalu dimana setiap malam dia selalu berkeliaran di jalanan dengan sebotol soju di tangannya.

Bagaimana bisa dia bertingkah begitu mengerikan dulu?

Drrrrtttttt..... Dddrrrttttt.....

Atensi Jeffrey sontak tertuju pada ponselnya yang bergetar, menampilkan nomor Vernon yang tertera di layar ponselnya. Jeffrey lalu mengangkat telepon itu.

"Apa?"

"Where are you?"

"Aku sudah pulang."

"Can i go to your apart?"

"Sekarang?"

"Yeah."

Jeffrey lantas berpikir sejenak sebelum mengatakan ucapan Vernon.

"Sure."

Kurang dari 30 menit, Vernon sudah sampai di apartemen Jaehyun sembari membawa banyak camilan untuk mereka habiskan malam itu. Sofia sedang ada trip sekolah yang membuatnya tak berada di rumah, sementara orangtua Vernon dengan pergi ke Vancouver untuk mengunjungi salah satu kerabat. Vernon yang notabenenya membenci kesunyian lantas menelepon Jeffrey dengan maksud menginap di apartemen lelaki itu.

Memories Philosophy || Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang