Terungkap

2.3K 201 6
                                    

Lagu Afgan Bunga Terakhir.
Untuk Part ini ya.

Nafas Sanja tercekat. Rasa pusing mendera kepalanya yang berdarah. Ia berlari tanpa alas kaki. Tak peduli jika kakinya lecet dan berdarah.

Sesekali ia menoleh ke belakang, berharap orang-orang berbaju hitam itu tak lagi mengikutinya.

Tapi langkah kaki dari kejauhan terpantul dan terdengar di telinganya.
Ia ingat kejadian malam itu.

Dalam setengah sadarnya, ia bisa melihat pria dengan setelan hitam itu duduk di atas mobil. Wajah datar dan menakutkan itu layaknya seorang psycopat. Dia Max.

Sanja bersembunyi di balik tembok, di bawah anak tangga.

"Temukan dia." Suara itu dari Max. Pria itu penjahat.

Max memberikan alamat palsu padanya. Yang ia pikir kafe mewah ternyata hanya bagunan tuah. Ia pikir Max hanya menakutinya, tapi tempat ini sangat sepih. Menutup mulut dengan sebelah tangannya. Sanja mengeluarkan handphone dengan tangan kanannya. Ia menulis alamat yang Max kasih kepada Rega. Tangannya bahkan gemetar.

"Di sini kamu rupanya." Sanja segera membuang handphonenya di bawah tangga. Ia tak tahu terkirim atau tidak.

"Mau apa kamu padaku?"

Sanja mundur perlahan, tapi tubuhnya sudah bersandar di tembok.

"Apa kamu berharap aku akan melamarmu?" Max tersenyum sinis. Wajah Max yang dulu hanya sebuah topeng.

Sanja tersenyum mengejek dengan penampilan kacaunya.

"Kalau itu terjadi, aku memang berencana menolakmu."

Wajah Max memerah. Ia mencekik leher Sanja. Benar perempuan ini sangat berani.
Dengan sisa tenaganya Sanja menendang selangkangan Max. Melihat Max menahan kesakitannya, Sanja langsung berlari pergi.

"Percuma kamu lari, tempat ini sudah dikepung."

"Kejar dia. Jangan sampai lepas."

Sanja terus saja berlari. Tapi benar bangunan tuah ini besar. Kaki Sanja berhenti berlari, ia benar-benar tak bisa lari kemana-mana.

"Kamu tak bisa lari lagi."

*

Rega berlari keluar dari apartemen Naomi. Sebelum itu, ia sudah meminta anggotanya untuk mencari tahu pekerjaan Kiana Naomi. Orang bilang, banyak orang yang memakai topeng untuk menutupi siapa dirinya sebenarnya memang benar.

Dengan ngebut, Rega mengklakson mobil-mobil yang ada di depannya.
Ia harus ke rumah Sanja. Perasaannya campur aduk. Sanja telah dekat dengan orang yang salah.

Jika benar asumsinya, maka Sanja memang dalam bahaya. Kedekatan Sanja dan Max hanya sebuah rencana yang dibuat pria gila itu. Pria blasteran itu bukan orang sembarangan. Ia juga sudah meminta anggotanya untuk mencari tahu tentang Max.
Mungkin saja Sanja mengetahui sesuatu yang harusnya ia tak tahu, mungkin tentang perempuan dengan nomor 99 itu. Jantung Rega berpacu dengan cepat. Ia tak pernah merasa ketakutan seperti ini, kecuali pada saat Kanza diculik dulu. Tapi, kali ini jantungnya berpacu dengan cepat.

Rega memarkirkan mobil sembarangan. Kaki panjangnya berlari dengan cepat menuju pintu rumah Sanja.

Rega putus asa, jantungnya berdetak makin kencang. Rumah Sanja kosong, tak ada penghuni. Sanja memang tinggal sendirian.

Rega menatap handphonenya. Ia bisa bernafas legah saat Sanja menelponnya.

"Hallo, Sanja kamu di mana?"

"Ternyata, kamu memang sangat kahwatir pada perempuan ini."

Rega meremas handphonenya. Mata hitamnya menyorot penuh emosi.
Ia tahu suara ini.

Cinta Untuk Kanza (End)Where stories live. Discover now