14. AKHIRNYA 'YES'

3.3K 348 34
                                    


Gimana kabarnya Bestie nya Adel?
Puasanya lancar kan?

Smoga sehat dan happy terus ya?

🍒Happy reading🍒

"Enaknya kita kemana nih?" El yang sedang memegang kemudi mobilnya menoleh sekilas ke arahku. "Ada rekomendasi tempat yang nyaman dan tenang gitu gak, Lia?"

Aku menggigit bibirku sejenak sambil memikirkan tempat yang aku tahu, tapi sayangnya otakku kok seperti buntu, kalah sama debaran jantungku yang bertalu-talu.

"Liaa?" Sekali lagi El menoleh ke arahku, tangan kirinya meraih tanganku dan mengusapnya pelan.

"Sebentar, aku tanya di google dulu ya, Kak?" Perlahan aku menarik tanganku dan membuka ponsel. Selain karena menghindar dari usapan El, aku juga bingung dengan tempat yang El inginkan.

Maklumin diriku ini, jika aku tahunya cuma restoran dan juga food court di mall. Karena di sanalah biasanya aku dan teman-temanku nongkrong di kala senggang atau pas ada duit jajan lebih. Kalau cafe atau restoran di luar mall, aku memang kurang perhatian dan memang tidak pernah ke sana kecuali waktu El mengajakku 2 hari yang lalu.

"Kak El mau ke tempat ini gak?" Aku menunjukkan sebuah cafe yang searah dengan mobil yang sedang berjalan. Dia meraih ponselku dan memperhatikan sejenak sembari mengemudi di jalanan yang gak terlalu ramai karena belum saatnya para pegawai pulang kerja.

"Lumayan juga sih. Kamu tunjukin jalannya ya, Lia!"

"Beres, Bos!"

"Ish! Mulai deh!" Bibir El mengerucut tak suka yang membuatku tertawa geli. Rasanya ada kesenangan tersendiri dengan kekesalannya.

"Aku gak suka ya jika kamu manggil aku dengan kata-kata yang nunjukin perbedaan. Kesannya jadi kayak gimana gitu?"

"Kayak gimana, hm? Kayak gimana?" Tantangku sembari menatap wajahnya dari samping. "Bukannya kita memang berbeda ya?"

"Kamu kan bukan pegawaiku, Lia, dan bukan juga bawahanku."

"Lantas?"

"Kamu tuh belahan jiwaku, tercipta dari tulang rusukku, calon makmumku, dan calon ibu dari anak-anakku nanti," jawabnya sebelum aku melihat bibirnya membentuk senyuman menggoda.

"Ish, gombal!" Aku langsung membuang muka ke arah jendela. Merasakan panas di wajahku dan debaran jantungku yang semakin menggila. Niatnya iseng menggoda malah berbalik digoda.

Dasar si El Fathan!

Aku kan jadi malu. Bicaranya El sudah terlalu jauh, seakan melambungkan diriku terlalu tinggi. Jika ke depannya nanti tidak sesuai dengan kenyataan kan aku bisa ... akh entahlah. Aku menggeleng-gelengkan kepala berusaha menghalau pikiran burukku.

Yang jelas aku senang mendengar ucapannya, tapi sekaligus juga takut.

El Fathan terkekeh, tangannya yang bebas meraih daguku dan memaksa memutar ke arahnya. "Tuh kan merah. Seneng deh aku lihatnya."

"Malu tau, Kak!" Perlahan aku menepis tangannya dan membuang wajah lagi ke arah jendela. Menyaksikan kendaraan yang berlalu lalang saling mendahului.

Tak berapa lama kemudian kami memasuki sebuah cafe yang suasananya kebetulan tidak terlalu ramai. Hanya beberapa orang saja yang sepertinya mahasiswa sedang berdiskusi. El mengajakku menuju tempat duduk yang agak mojok. Aku hanya bisa diam dan mengikuti langkahnya.

Sembari menunggu pesanan yang sudah kami sampaikan, El mengambil rokok dari sakunya. Ingin rasanya aku melarang dia merokok di hadapanku, tapi mulutku seakan terkunci untuk mengungkapkannya. Akhirnya aku mengalihkan perhatian pada ponselku, pada keramaian yang terjadi di roomchat eks kelas XII ku.

Engkau Masih KekasihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang