44. NOSTALGIA DULU

2.4K 322 67
                                    


Nunggu gak nunggu gak.
Nunggu gak ya?
🤭

Chapter ini sedikit lawak ya ...
Biar gak serius melulu🤭

🍒Happy reading🍒

Dibilang sibuk ya enggak. Dibilang enggak tapi sibuk. Begitulah yang terjadi di rumah Bapak Adji Maulana. Maklum saja karena mereka bingung mau menyiapkan apa untuk tamu-tamunya yang akan datang.

Tamu dengan maksud khusus yang baru kali ini mereka alami. Bukan untuk anak pertama, tapi untuk anak kedua. Anak perempuan satu-satunya yang membuat mereka mesti waspada jangan sampai membuat malu orangtua.

"Sudah matang ya, Bun?" Tanya Adji ketika mengintip di pintu dapur rumahnya.

Ibu Adji alias Hera mengacungkan jempol setelah mencicipi soto madura yang dia bikin sendiri. Sesuai request sang anak via telepon kemarin sore.

"Selesai semua. Soto Madura, urap-urap ayam panggang, sayur lodeh plus ikan pindang." Senyum lega terlihat di bibir Hera. Karena sejak tadi malam dia belanja supaya pagi ini tinggal masak.

"Ayah mau ngapain sekarang kok belum mandi?"

"Mau bantu kamu, Bun."

"Gak usah. Ayah mandi dulu, terus gantian aku. Sebentar lagi Benu balik, kuenya sekalian mau aku tata."

"Ya sudah kalo gitu."

"Eh, Yah. Sebentar mau ngomong aku."

Langkah Adji yang akan berlalu tertahan. "Memangnya dari tadi kamu gak ngomong ta, Bun?"

Hera nyengir. Hatinya terasa gelisah.

"Gak gitu, Yah. Aku itu bingung loh waktu Adel bilang calonnya itu pernah ke sini. Tapi aku kok gak inget ya, Yah? Yang waktu itu kan gak jadi. Terus yang mana lagi?"

Adji mengibaskan tangan kirinya.

"Halah gak usah dipikir, Bun! Yang penting anak sulungmu itu bilang calonnya Adel itu orang baik, ya sudah. Aku percaya sama omongannya Ibra. Dia kan lebih ketat jagain Adel daripada aku."

Mata Hera menerawang.

"Gitu ya, Yah. Tapi aku masih gak percaya loh. Harusnya Ibra yang duluan nikah. Kita yang datang buat ngelamar calonnya yang katanya anak Solo itu. Lha kok ini?" Wajah Hera terlihat sendu.

Kalau nuruti kata hati kayaknya Adji dan Hera belum siap melihat anak perempuannya itu menikah. Tapi mau bagaimana lagi. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akhirnya mereka mengiyakan. Yang penting seiman, anaknya nyaman dan membuatnya bahagia. Untuk masalah harta Adji dan isterinya tidak menuntut banyak. Baginya anaknya tercukupi sandang, pangan, dan papan. Jika ternyata jodohnya lebih dari yang dia harap, maka dia anggap itu bonus.

"Sudahlah, Bun! Gak usah terlalu dipikir. Jodoh siapa yang datang duluan ya kita nikahkan. Daripada runtang-runtung ke sana kemari tapi ternyata gak jadi. Malah bikin malu orangtua. Iya gak?" Adji menepuk pundak isterinya. "Aku mandi dulu, Bun."

Hera yang bersandar pada meja dapur mengangguk, menatap punggung suaminya yang berlalu.

Tak lama kemudian Benu datang. Tangannya sibuk membawa kue-kue yang mereka pesan dari ibu temannya. Pastel, lemper, soes, dan sosis solo.

Dengan cekatan Hera menata pada piring kue yang sudah dia siapkan. Menatap sejenak hasilnya dan kemudian bernapas lega.

"Memang tamunya siapa sih, Bun?" Tanya Benu polos.

"Nanti kamu lihat sendiri. Ibu juga gak tau orangnya kayak apa," jawab Hera sebelum berlalu menuju kamarnya.

Andai saja Benu tahu jika kakak perempuannya akan dilamar, mungkin sejak kemarin dia akan meledeknya habis-habisan melalui chat maupun telepon.

Engkau Masih KekasihkuWhere stories live. Discover now