47. HARI BAHAGIA

3K 325 65
                                    

🍒Happy reading🍒

"Saya terima nikah dan kawinnya Cordelia Adiva binti Adji Maulana dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan sembilan puluh sembilan koin emas dinar dibayar tunai," ucap El Fathan dalam satu tarikan napas dengan penuh percaya diri.

Tangannya masih dalam genggaman Adji Maulana ketika para saksi yang ada di samping kanan kirinya, dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya mengumandangkan kata penting untuknya.

'SAH'

"Alhamdulillah," guman El Fathan dengan senyuman lega. Airmata haru tak bisa dia bendung lagi. Cairan bening itu menetes membasahi pipinya yang mulus tak bercambang.

Tiga huruf yang merubah kehidupan dan tanggung jawab El Fathan di detik itu juga. Menyandang status suami dari gadis yang dicintainya sejak 5 tahun yang lalu. Gadis yang mampu membuat dirinya tidak berpaling ke arah yang lain.

Entah ada apa dengan gadis itu yang sekarang berstatus isterinya, baik di hadapan Tuhan maupun yang tertulis di catatan negara. Yang jelas El Fathan bangga dan bahagia akhirnya bisa menyunting Lia-nya.

"Fyuh ... Dinar emas! Sembilan puluh sembilan lagi, kalo dibikin rupiah jadi berapa itu, Del?" Seru Yola yang sejak pagi mendampingi sohibnya itu berdandan.

"Otakku malas hitung, Yol! Dadaku masih deg-degan ini." Adel berucap lirih, tak seimbang dengan luapan rasa penasaran Yola.

Tangan kanannya berada tepat di atas dadanya yang berdetak lebih kencang ketika ibunya menyusul dirinya setelah ucapan kata 'sah' menggema di ruang tamu.

Yunus yang duduk tak jauh dari El Fathan juga terharu. Tangannya mengulurkan tisu untuk menyeka basah yang ada di pipi keponakannya itu.

"Makasih, Om," ucapan lirih yang membuat Yunus tersenyum dan menunjuk dengan dagu ke arah dalam rumah.

"Bidadarimu sudah tiba, El."

Kini perhatian semua mata beralih tertuju pada Cordelia Adiva yang saat ini melangkah perlahan mendekati meja yang digunakan sebagai tempat ikrar janji suci. Di sebelah kanan ada ibunya, dan di sebelah kiri ada wanita paruh baya yang didapuk sebagai penata rias pengantin.

Sementara itu mamanya El Fathan yang kini telah sah menjadi mertuanya duduk berdampingan dengan pria paruh baya berparas bule. Mata cantiknya menatap sang menantu dengan senyum tersungging di bibirnya.

Keegoisan Lucia Magdalena langsung meluruh bersamaan dengan airmata El Fathan ketika meminta ijin untuk menikah. Untuk itulah dia hadir bersama suami barunya. Menjadi saksi mata betapa binar bahagia terlihat di wajah anaknya yang dia sayangi.

Sebelah kiri Lucia duduk seorang Marsha. Adik kesayangan El Fathan yang masih belum mau menerima kehadiran kakak ipar yang seusia dirinya dengan utuh. Meski kini dia hadir, tapi ganjalan di hati itu masih ada. Wajahnya terlihat jutek, ikut menatap pengantin puteri tanpa berani berkomentar apa-apa karena di sebelahnya ada sang papa yang matanya berkaca-kaca.

Senyum terlihat di bibir El Fathan yang merah. Tatapan matanya tak lepas memandang ciptaan Tuhan yang dia yakini terbuat dari tulang rusuknya yang hilang.

Akhirnya ... Dia bisa bertahan dengan pujaan hatinya meskipun godaan sebagai lelaki dewasa itu selalu datang dari kanan kiri. Lingkungan yang bebas, dan pergaulannya yang luas tak membuatnya lupa diri. Seakan seluruh tubuhnya sudah terkunci dan tak akan bisa dibuka atau disentuh kecuali menggunakan tatapan mata seorang Lia.

Entah apa yang akan terjadi jika dia tidak mengenal gadis yang kini telah sah menjadi isterinya itu.

Terlalu lekat menatap isteri dalam balutan rias yang tidak seperti biasanya membuat tenggorokan El Fathan terasa kering, hingga dia mencoba menelan ludah berkali-kali.

Engkau Masih KekasihkuWhere stories live. Discover now