35. KETAHUAN

2.7K 326 43
                                    

🍒Happy reading🍒

Usai membersihkan dirinya di kamar mandi, Adel pamit pada kakaknya untuk segera tidur. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah seharian dia beraktifitas dan baru masuk ke rumah bersamaan dengan adzan isya berkumandang.

Sejenak dia duduk di depan meja rias, menatap wajahnya sembari mengoles krim malam. Meskipun tidak kinclong-kinclong amat, tapi setidaknya wajahnya tidak terlihat kusam dan tetap segar dipandang.

Dengan piyama lengan pendek dan celana selutut, Adel merebahkan diri. Diraihnya ponsel di atas nakas yang sedari pagi belum dinyalakannya sama sekali.

Memang dia sengaja. Hari pertama dia pingin fokus hanya untuk pekerjaannya saja. Dia tidak ingin terganggu meskipun hanya untuk mengingat sang mantan kekasih yang selalu mengirimkan chat ataupun telepon. Apalagi setelah melihat ada cewek yang menggelayuti lengannya kemarin.

Suara notifikasi beruntun keluar begitu ponsel Adel diaktifkan. Seketika dahinya mengerut. Ada sekitar 10 baris nama kontak yang mengiriminya. Puluhan panggilan dan chat yang jumlahnya sudah diangka ratusan. Paling banyak dari grup semasa SMU.

Awalnya dia ingin membuka chat yang dikirimkan oleh ibundanya terlebih dahulu, meskipun satu jam yang lalu dia sempat mengobrol dengan orangtuanya lewat ponsel kakaknya.

Tetapi ketika baru beberapa detik membaca, terdengar suara panggilan telepon, otomatis layarnya berganti menjadi nama dan foto si penelepon.

Nama KL tertera di layar.

Adel menghela napas dan segera menggeser simbol menerima, langsung saja terdengarlah suara cowok tersayangnya di sana.

"Ya Allah, alhamdulillah, akhirnya dinyalakan juga," sambutan lega dari seberang telepon membuat Adel mengernyit, sebelum kemudian mengulas senyum geli.

"Salamnya mana dulu nih?"

El Fathan tertawa renyah sembari mengucap salam. Adel membalasnya dengan hati yang berdebar sekaligus juga kesal.

Entahlah ....

"Mau tidur ya?"

"He em. Udah mapan ini. Kak El masih di kantor kah?"

"Barusan nyampe rumah. Ini mau mandi. Gimana kota Malang? Masih ramai ya jam segini?" Pancing El Fathan sembari menahan senyum.

"Rame gak nya sih aku gak tau, Kak. Kan aku lagi di dalam rumah." Adel mengucap yang sesungguhnya, meskipun dengan maksud menyembunyikan fakta keberadaan dirinya sekarang.

"Iya juga sih. Gimana kuliah kamu? Lancar gak?"

Adel beringsut dan menyandarkan tubuhnya ke ujung ranjang. Ada debaran di hatinya sebelum menjawab. Sungguh ... Adel sulit untuk berbohong dan mempertahankan kebohongan.

"Alhamdulillah lancar, Kak. Kalo kerjaan Kak El sendiri gimana? Lancar juga kan?" Tanya Adel jadi kaku. Matanya menatap jam dinding yang berdetak sesuai aturannya.

Sementara itu di kamarnya El Fathan menatap cermin. Tubuhnya shirtless, hanya tinggal buka celana dan masuk ke kamar mandi. Tapi niatnya terhenti ketika dirinya masih ingin tahu sejauh mana Adel menyembunyikan fakta.

"Eumm ... gimana ya? Aku bingung jawabnya."

"Kok bisa sih? Bingung kenapa?" Suara lembut Adel mengetarkan hati El Fathan. Perhatian kecil yang membuatnya galau jika tidak mendapatkannya, meskipun cuma sehari.

"Kamu tau gak, Lia? Seharian ini aku galau. Gak ada vitamin jadi lemas kayak gak bertenaga gitu," curhat El setengah merajuk.

Adel terkekeh gemas.

Engkau Masih KekasihkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang