J' - 07

377 51 11
                                    

J I M I N

Tangan mungilnya menulis namanya sendiri dan menghasilkan tulisan yang indah berwarna merah. Ia begitu lancar mengukir nama nya di lengan nya menggunakan,






Silet.

Iya, Jimin mengukir namanya sendiri menggunakan silet di lengannya. Dan yang berwarna merah itu, darahnya sendiri.

Entah sejak kapan Jimin melakukan hal seperti ini, tapi sepertinya sudah cukup lama lantaran Jimin begitu lihai melakukan hal tersebut.

Indah? Tentu tidak, bagaimana bisa disebut indah jika lengannya sekarang harus luka. Jimin juga tidak merasakan sakit sama sekali.

"Cantik sekali..." Puji Jimin sendiri.

"Apa aku harus mengukirnya lebih banyak? Ah, kenapa ini sangat menenangkan?"

"Darah rendah? Iya ya? Aku punya anemia, ah aku tidak peduli."

"Apakah aku harus mencuci darah ini sekarang? Tapi ini cantik sekali aku suka! Tapi jika tidak dicuci, darahnya terus menetes ke ubin. Ah, besok akan ku buat lagi yang lebih indah!" Monolog Jimin yang akhirnya ia memutuskan beranjak ke kamar mandi.

Clap clap clap

Suara sandal begitu terdengar saat beradu dengan ubin berwarna putih itu.

"Eoh, darah!?" Pekiknya saat mata nya tertuju ke salah satu ubin yang kotor karena cairan berwarna merah itu.

"Ya! Jimin-ah!" Teriaknya.

"Wae, hyung?"

"Darah siapa?"

"Aish darahku! Akan ku bersihkan lantai ini! Aku janji! Hyung jangan marah dulu! Aku mohon!" Ujarnya dengan panik. Yah, dihadapan Jimin saat ini adalah kakaknya. Jimin sangat takut akan marah serta bentakan dari sang kakak.

"Apa, sih!? Cepat bersihkan!" Balasnya. Ia langsung meninggalkan Jimin begitu saja.

"Yoongi hyung..." Panggil Jimin dengan pelan, nyaris tak terdengar.

"Wae!?"

"Kau tidak mau bertanya mengapa aku berdarah, gitu?" Tanya Jimin.

"Untuk apa? Memangnya itu penting untukku!?"

"Baiklah, terima kasih karena sudah tidak memarahiku."

Sesering apa Yoongi memarahi Jimin sehingga Jimin bilang terima kasih karena Yoongi tidak memarahinya? Yang jelas, hanya Jimin dan Hoseok yang tahu.

"Ada apa dengan keluargaku, Tuhan? Kenapa kedua kakakku berubah semua? Apa aku berbuat salah sama mereka? Atau aku pernah menyinggung perasaan mereka? Kenapa sesakit ini?"

"Akh!" Ringis Jimin tiba-tiba memegangi perut nya.

"Sialan! Aku benar-benar lelah berobat! Aku lelah makan obat-obatan itu! Aku- aku juga lelah jika harus terus-menerus cuci darah..." Jimin menghela napas berat, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Tuhan kau begitu kejam atau begitu baik padaku, sih!? Cobaan darimu kenapa bertubi-tubi seperti ini!?"

"Ini... Benar-benar, sakit. Taetae hyung... Ani, Hoseok hyung... Tapi yang benar-benar peduli padaku hanya Taetae hyung." Jimin meremas perut sebelah kanan nya yang rasa sakitnya kini lebih dari biasanya.

Percayalah, Jimin sudah mengeluarkan air mata nya lantaran tidak tahan dengan rasa sakit itu.

Melayang, tiba-tiba saja tubuh Jimin terasa terbang. Iya, itu karena kakak keduanya yang seketika menggendong sang adik saat melihat adiknya kesakitan.

J' - LieWhere stories live. Discover now