Chapter 6 - Izin

541 109 37
                                        

Setelah dua bulan lamanya fokus dengan pekerjaan di Jakarta, hari ini akhirnya Jaehyuk pulang ke rumah kedua orangtuanya di Surabaya. Jaehyuk menyantap makan malamnya dalam diam, sesekali mencuri pandang pada empat orang lain yang juga melakukan hal serupa dengannya.

Denting jam terdengar cukup nyaring, meski rasanya waktu berputar cukup lama. Mungkin karena Jaehyuk sedang merasa tidak nyaman, dan kalau tebakan Jaehyuk benar, kedua orang tuanya juga merasakan hal serupa di kursinya masing-masing.

Selama hampir tujuh tahun menghabiskan waktu untuk kuliah dan bekerja di Jakarta, Jaehyuk hanya pulang ketika libur nasional panjang atau ketika akhir tahun. Selain itu, pasti Jaehyuk yang menjamu kedua orangtuanya di Jakarta.

Itulah sebabnya, kini ada atmosfer cukup janggal ketika Jaehyuk mendadak pulang ke rumah di hari libur biasa yang tidak lebih dari dua hari. Apalagi, Jaehyuk juga mengundang June, kakak satu-satunya untuk turut makan malam bersama pasangannya.

"Nggak bisa sambil makan ngobrolnya?" Ucap June pelan sekali, menghentikan keheningan yang cukup menyiksa, "Nggak nyaman banget gue duduk makan sambil canggung begini," Lanjutnya.

Jaehyuk meletakkan sendok dan garpunya disamping piring yang nasi dan lauknya belum benar-benar habis, "Jaehyuk mau menyampaikan sesuatu yang lumayan penting. Ayah dan Ibu mau dengar sekarang atau nanti setelah makan?" Tanyanya kemudian.

Sekilas, Ayah menatap Ibu untuk memastikan sebelum mengangguk, "Ada masalah di Jakarta, Jae?" Tanya Ayah akhirnya.

Pelan, Jaehyuk menggeleng sebagai jawaban, "Jaehyuk mau ngobrol sama Ayah dan Ibu soal hubungan Jaehyuk dan Kiandra," Jawabnya tenang.

Ibu meminum sedikit air dari gelas, sebelum turut meletakkan alat makannya, "Ada apa, Dek?" Tanyanya.

"Jaehyuk mau serius dengan Kian," Katanya pelan tapi cukup jelas, "Rencananya, satu atau dua bulan lagi Jaehyuk mau ngelamar. Jaehyuk pulang karena mau minta izin sekaligus pamit sama Ayah, Ibu, dan Kakak." Lanjutnya lugas.

Cukup lama suasana kembali hening. Ayah dan Ibu tak sedikitpun bersuara, menimang matang-matang perkataan yang Jaehyuk ucapkan. June melakukan hal serupa, merasa dirinya tak punya hak untuk mendikte hubungan yang dijalani adiknya.

"Kalau Ayah boleh tanya, kamu punya apa sampai berani melamar anak orang?" Tanya Ayah dengan suaranya yang berat seperti biasa, "Maksud dari pertanyaan Ayah barusan, bukan untuk meremehkan kamu ya, Jae. Tapi, Ayah nggak mau kalau kamu melamar anak orang tanpa rencana yang matang." Lanjut Ayah tenang.

Jaehyuk mengangguk dalam diam, sengaja karena ia yakin bahwa perkataan Ayahnya masih panjang dan tak akan berhenti sampai disini.

"Persiapan menuju langkah yang lebih serius itu nggak sepele loh, Jae. Banyak sekali yang harus kamu siapkan. Sama seperti Masmu waktu menyampaikan niat serupa dua tahun lalu, Ayah dan Ibu juga mau kamu menyampaikan niatmu ini dengan penjabaran yang transparan. Apa-apa yang kamu kuasai dan apa-apa yang masih kamu khawatirkan, Ayah dan Ibu mau tau. Pertanyaan ini bukan dipakai untuk menilai hubungan kamu kedepannya, tapi untuk Ayah dan Ibu jadikan gambaran tentang kesiapanmu sebenar-benarnya." Ucap Ayah panjang lebar.

Kedua tangan Jaehyuk menyatu di bawah meja, menguatkan dirinya sendiri.

"Memutuskan untuk melangkah menuju jenjang yang lebih serius itu tanggung jawabnya besar, baik tanggung jawabmu terhadap dirimu sendiri, tanggung jawabmu terhadap Kian, tanggung jawab Kian terhadap dirinya sendiri, dan tanggung jawab Kian terhadapmu. Semuanya harus seimbang. Ayah dan Ibu tau kamu pasti sudah berpikir puluhan kali sebelum malam ini mengutarakan niatmu disini. Ayah dan Ibu juga pasti akan mendukung apapun keputusanmu, tapi kamu harus tau, kalau kamu siap mengambil sebuah keputusan, kamu juga harus siap menanggung resiko yang mengekor dibelakangnya, apapun itu."

POJOK KUBIKEL (JAESAHI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang