07. Ponsel baru dari Althar.

330 53 164
                                    

Pastikan cek typooo. Tolongin yaaaa.

Mari mulai yaaa.

__Kebodohan yang mengatasnamakan cinta__

Adena POV

Di lapangan ini, kami semua berkumpul. Termasuk Daren dan gadis itu. Aku melihatnya. Daren sedang duduk tidak jauh darinya.

Gempa sudah tidak lagi terasa. Dan alhamdulilahnya bangunan tidak ada yang rusak parah. Hanya sedikit retak. Dan mungkin pihak sekolah akan segera merenovasi ulang.

Kembali aku melihat ke arah Daren dan kekasihnya itu. Daren sedang mengusap lembut kepalanya. Lalu mengusap sebelah pipinya dengan tatapan dalam. Aku pernah merasakan berada diposisi itu. Posisi di mana aku adalah satu satunya Ratu dihatinya. Posisi di mana hanyalah aku yang paling istimewa untuknya. Posisi  di mana para gadis SMK Samudra merasa iri dengan keberadaanku di sampingnya. Posisi di mana ...,

Kami hanya teman, tapi aku jatuh cinta padanya!

Kedua punggung tangan ini repleks mengusap sesuatu yang menetes dikedua sudut mata. Napas terasa tersengal, dan membuat dada ini sesak.

Semudah itukah Daren pindah ke lain hati?

Semudah itukah Daren menggantikanku, setelah begitu banyak waktu yang kita lalui bersama. Secepat itukah rasa cintanya hilang untuku, setelah malam itu, kita hampir ...,

Ku tutup mulut ini agar tidak perlu terdengar sebuah isakan.

Ini sebuah kebodohan yang aku lakukan dengan mengatasnamakan cinta. Lalu bagaimana dengan diriku, lalu bagaimana dengan hatiku, lalu bagaimana dengan ...,

"Apa kaki kamu masih sakit?"

Lelaki ini masih saja berada di dekatku. Padahal sudah ada Devani yang menemani. "Enggak, sedikit," jawabku datar. Aku menunduk untuk mengendalikan semua emosi ini.
Aku merasa kalau dia menatap padaku untuk beberapa saat.

"Menurut saya, kalau sudah sakit. Enggak ada gunanya di kenang!"

Dia ngomong apa?

Dan untuk siapa?

"Maksud kamu?" tanyaku memaksa diri ini tegar, menatap padanya. Yang di tanggapi lelaki itu dengan helaan napas saja. Dia duduk di rerumputan di sampingku. Wajahnya dia alihkan ke arah Daren dan Keysa.

"Masalalu itu enggak bagus terus di tatap. Dan lagi, kalau sudah jadi bekas. Itu artinya sudah tidak akan klop lagi. Tidak akan akur lagi." Dia meracau.

"Aku enggak ngerti kamu ngomongin apa?" Aku meraba saku rok ku mencari keberadaan ponsel Pak Regan. Tapi ..., duh, di mana ya?

Apakah benda itu terjatuh di dalam perpustakaan?

"Akan ngerti, kalau kamu sudah sadar diri!" Dia berdiri, menunduk padaku. Membuatku menengadah karena ingin memahami kedua sorot matanya.

"Sadar diri?"

Dia mengalihkan tatapannya ke Devina. "Saya ada urusan. Kamu tolong jagain dia." Dia menitipkan ku pada Devina? Siapa dia?

Lalu Devina mengangguk setuju. Sementara aku hanya menatap laki laki itu takjub. Menurutku ucapannya itu sangat aneh dan sok tahu, bahkan terkesan ikut campur.

"Ponselnya dia ambil lagi enggak?" aku bertanya pada Devina. Dia menggeleng. "Dia enggak mau! Ya udah sih, pake aja."

Aku mendengus pelan. "Masalahnya dia itu siapa. Kenapa harus ikut campur urusan orang."

"Dia kan mau tanggung jawab. Menurut gue sih, ambil aja. Dari pada lo harus pinjem punya Bos lu!"

"Tapikan itu ponselnya beda. Gue enggak enak pakenya. Itu pasti mahal banget. "

JenuhWhere stories live. Discover now