A🐇

2 0 0
                                    

2015, Rabu;Derana Family's house, 09.00 p.m

Sesuai dengan apa yang dikatakan Rion tadi, Naya memutuskan untuk pergi keruangan pria itu selepas mengantarkan Lia pulang. Gadis itu pulang lebih awal ketika tau temannya sedang ada kesibukan lain.

Pintu terketuk pelan, membawakan sebuah suara yang sampai ditelinga Rion. Pria itu membuka akses untuk gadisnya Masuk.

"Kak." Rion menatap kearah Naya yang tersenyum tulus. Senyum yang persis setiap harinya. Tidak ada perbedaan yang signifikan, mungkin lebih indah kian hari.

"Sini." Tangannya menepuk sebelah sisinya. Ada sebuah kursi kecil tepat di sebelah kursi kerja pria itu. Naya melangkahkan kakinya menuju Rion. Lalu mendaratkan bokongnya di kursi.

Namun tak sampai 1 menit, Rion sudah mengangkat tubuh berisi tersebut untuk berdiri lalu duduk diatas mejanya yang sudah bersih dari berkas-berkas. Lantas dirinya menjatuhkan kepalanya diatas pangkuan sang kekasih.

Nampak nyaman dengan tangan halus yang mengelus rambutnya. Kepalanya terasa pening ketika kerjaan dan kuliah menjadi satu.

"Kamu udah sholat?"

"Belum, aku nungguin kakak."

"Ayok sholat."

Keduanya beranjak dari posisi nyaman tersebut. Rion memilih untuk ke kamar mandi yang ada di ruangannya, sedangkan Naya memutuskan untuk menyiapkan alat sholat mereka.

Begitu Rion keluar dengan rambut basah, Naya segera pergi ke kamar mandi untuk bergantian Wudhu. Kegiatan yang sudah sering kali dilakukan jika hanya ada keduanya.

"Udah?" Anggukan Naya dengan kepala yang sudah terbalut apik dengan mukena miliknya.

"Allaahu akbar."

Siapapun yang melihatnya akan mengira bahwa mereka adalah pasangan suami istri yang baru menikah. Nyatanya, hal itu sudah biasa mereka lakukan setiap di rumah.

Raka'at demi raka'at terlewati dengan apik. Suara merdu bacaan Surah terasa sangat hangat. Enak untuk didengar. Rion memang terkenal sebagai Imam yang baik, pria itu sering menjadi imam di masjid dekat rumah. Hafalannya terkait Al-Qur'an tidak dapat diragukan.

"Assalaamu alaikum wa rahmatullah."

Begitu selesai, Naya tersenyum menatap punggung didepannya. Sering melakukan seperti ini, namun hatinya tentu saja selalu menghangat. Banyak kejutan dalam diri pria itu. Pria cuek serta tegas tersebut nyatanya adalah lelaki Sholeh yang bucin.

Keduanya berdzikir,lantas berdoa memohon ampun kepada sang kuasa. Meminta perlindungan kepada sang pencipta.

Rion sadar, dirinya memang rajin ibadah, hanya saja banyak hal kecil yang menyadari dirinya bahwa masih banyak kekurangan dalam diri pria itu.

Selepas berdoa, Tangan Naya mengambil tangan Rion untuk disalimi yang kemudian dibalas dengan elusan pelan dipucuk kepala gadis tersebut. Ingin rasanya Rion segera menikahi gadis didepannya ini, sayangnya Rion tidak bisa karna gadis itu belum menuntaskan sekolahnya.

Keduanya selesai, Rion merebahkan kepalanya diatas pangkuan Naya. Nyaman, sangat nyaman. Pangkuannya seperti milik mamahnya. Pangkuan pengganti dan penyembuh dikala dirinya penat.

Tangan yang tertutupi sebagian oleh mukena itu mengelus rambut laki-laki yang tengah menutup matanya. Gadis itu tersenyum kecil sembari dalam hatinya terus beristighfar.

"Ayok nikah." Kepala Rion menghadap kearah perut Naya yang tertutupi mukena. Sedangkan Naya hanya menjambak pelan Rambut digenggamnya.

"Umur aku masih 17, kamu jangan ngada-ngada. Lagian kamu belum lulus S1 juga."

"Aku gak tahan. Kamu sekolahnya lama."

"Yah kan emang umur aku juga 17 tahun. Kamu ini gimana sih."

"Yaudah ayok tunangan."

"Nanti aja."

Rion mendengus. Dasar Naya, memang dasar gadis itu yang tidak bisa diajak serius. Padahal dirinya sudah tak tahan dengan kebersamaan mereka.

"Aku sayang kamu."

"Aku tau."

"Sayang banget."

"Tau kok."

"Sayang nya banget."

"Iya tau."

Terserah lah. Rion capek, dirinya lebih baik tertidur dipangkuan Naya. Kondisi seperti ini terlalu sayang untuk terlewatkan.

"Aku mau pergi ke pameran bulan ini, boleh?"

Rion yang belum begitu terlelap, membuka matanya kembali. Lantas matanya menatap kearah wajah cantik yang terbalut mukena itu dari bawah.

"Sama Lia?"

"Iya."

"Yaudah, nanti aku beliin tiketnya. Kasih tau aja eventnya."

"Di Selasar Sunaryo Art Space loh."

"Yaudah Iya."

"Kamu serius?"

"Iya. Emang kenapa sih?"

"Biasanya kamu ngintilin aku. Kok ini enggak."

"Kasian kamu, perlu berduaan sama Temen mu itu." Gak tau aja Naya kalau Rion sudah memikirkan segala macam cara untuk mengawasi gadisnya.

Oh, tidak semudah itu ferguso. Dirinya tak akan tinggal diam ketika melihat gadisnya berpegian tanpa pengawasannya. Minimal orang suruhannya.

"Nanti ada Teater juga, di Kota. Mau ikut."

"Iya aku beliin."

"Sayang, kamu gak lagi mabok kan? Atau kesurupan?"

"Gak kok."

"Sakit gitu? Tapi gak demam." Tangan Naya sibuk mengecek suhu tubuh Rion. Pria itu terasa aneh bagi Naya entah kenapa.

Rion yang mulai jengah, menangkap tangan tersebut lantas menaruhnya diatas kepalanya. Meminta untuk dielus kembali agar rasa kantuk kembali menyerang.

"Aku gak papa, kamu kalau mau pergi Yaudah. Nanti tiketnya aku beliin. Sama Lia kan?"

"Iya, sama dia aja. Tapi kamu serius?"

"Iya sayangku cinta ku. Udah itu aja?"

"JGTC bulan depan. Mau ikut lagi gak?"

"Iya nanti beli tiketnya lagi. Apa lagi hm?"

"Kak, jangan buat takut ah!"

Bukan apa-apa, ini begitu mudah bagi Naya. Astagfirullah, Bahkan Naya terus melafalkan ayat kursi dalam batinnya. Benaknya bertanya, apakah kekasihnya ini abis kejatuhan apel?

"Ya Allah ya Rabb. Serba salah aku. Dengerin, aku serius! Kamu kalau kau pergi silahkan. Aku bayarin, nanti transportasi juga urusan aku. Sebut aja mau kemana nanti aku bayarin. Udah ah, aku mau tidur."

Naya mematung, tolong beritahu dirinya ada apa dengan Rion sebenarnya?

Seharusnya dirinya perlu effort untuk menaklukkan pria itu. Perlu usaha lebih untuk membujuk kekasihnya. Perlu wajah melas untuk meluluhkan nya. Bahkan dirinya perlu memberikan sebuah pelukan untuk sebuah sogokan.

Tapi ini apa? Bahkan dirinya belum usaha loh. Matanya mengerjab, kembali menatap Rion yang sudah tertidur. Baiklah, mari ambil sisi positifnya Naya.

Kamu tidak perlu memberikan segala hal yang biasa kamu lakukan untuk membujuk bayi besar mu. Bahkan kini, kamu sudah mengantongi izin dari yang mulia raja Rion. Tak hanya itu fasilitas dari tiket dan transportasi dirimu sudah tak perlu memikirkan nya.

Mari berfikir positif. Anggap saja setan baik pria itu sedang mendominasi. Meski begitu, dirinya juga harus waspada. Mengingat lelaki yang sedang tertidur itu banyak akalnya.

PALAWA: ASMARALOKA IN BANDUNG Where stories live. Discover now