A 🐫

1 0 0
                                    

"Kita perlu mendaki gunung untuk sampai pada puncak tertinggi yang indah."

-o0o-

2015, Minggu; Derana Family's house, 02.00 p.m

Hujan mengguyur diminggu sore secara lebat. Bahkan suara petir bersahutan disertai kilat menyala. Kala itu kota Bandung terasa menyeramkan dengan awan gelap. Namun ada seseorang yang tetap berdiri kokoh didepan jendela kamarnya. Menatap ruangan yang berhadapan langsung dengan kamarnya.

Tangannya bertaut, menerka apa yang terjadi. Telinganya menangkap sebuah dentingan suara piano ditengah derasnya suara hujan. Pria itu tersenyum kecil. Meyakinkan bahwa dengan cara itu gadisnya baik-baik saja. Tangannya bergerak aktif untuk memberikan pesan-pesan singkat.

Matanya beralih pada suara deru mesin mobil yang berhenti didepan rumah. Dahinya mengernyit bingung. Klakson mobil dinyalakan, lantas pria tersebut bergegas turun untuk membuka kan pintu dan gerbang rumah.

Begitu gerbang dibuka, sebuah mobil masuk diikuti mobil lainnya untuk memenuhi garasi dan carport rumah. Total ada tiga mobil yang terparkir. Begitu pemilik mobil keluar, lantas langsung saja dia memeluknya.

"Mamah."

"Yaampun sayang, mamah kangen banget sama kamu. Disuruh nyusul ke Singapura tapi gak mau yah."

Ternyata, hari itu bertepatan dengan kepulangan semua keluarganya dari Singapura. Orion menatap haru. Terkejut dan bertanya-tanya mengapa mereka tidak ada yang mengabarinya.

"Ya gimana gak mau, ceweknya disini yah gak mau lah." Seseorang menyaut dari mobil yang berbeda.

"Baby Nau?" Rion lantas berjalan ke arah Tante nya yang sedang menggendong seorang balita berumur satu tahun.

"Uncle kangen banget sama baby Nau."

"Udah cuci tangan belum kamu?"

"Udah Tan yaampun."

Matanya beralih kepada mobil satu lagi. Supir keluarganya mengeluarkan sebuah kursi roda dari bagasi. Senyumnya merekah saat tau siapa yang datang.

"Oma!"

"Cucuku! Yaampun sudah besar sekali. Makin tampan saja kamu nak," Rion memeluk tubuh rentan didepannya. Hangat yang masih sama pria itu rasakan.

Inisiatif untuk membawa masuk Omanya ke dalam rumah karna hari kian dingin. Mereka semua memasuki rumah minimalis bertingkat tiga tersebut.

Rumah yang tadinya nampak sunyi, kini justru sangat ramai dengan derai tawa. Meja makan yang biasanya kosong, kini justru diisi oleh banyak makanan. Rion memberhentikan kursi roda Omanya tepat diruang tamu. Pria itu izin pamit keatas untuk mengambil handphone.

Begitu sampai diatas, matanya langsung tertuju kearah jendela. Dentingan piano tersebut masih terdengar jelas meski suara hujan mendominasi. Tangannya bergerak mengambil handphone yang dia taru dimeja terdekat. Mengetikkan beberapa pesan untuk gadis itu.

Beberapa jam yang lalu saat hujan sudah mengguyur, Rion melihat kedua orang tua gadis itu pergi satu persatu. Melihat kondisi tersebut, lantas dia pergi ke rumah Naya.

Naasnya, kunci ganda rumah gadis itu tidak dikembalikan lagi ke Orion. Pada akhirnya, hanya kesunyian yang Rion dapati meski dia sudah berusaha untuk memanjat pagar.

Setelah lama memandang kamar diseberang sana, Rion memutuskan untuk pergi ke bawah. Pesannya sudah dibaca oleh gadis itu.

Begitu sampai dibawah, matanya langsung tertuju pada seorang bayi yang sedang duduk di baby chair nya. Tangannya gemas sekali untuk memeluk bayi itu. Saat sudah didekat Baby Nau, niatnya bisa dilihat oleh sang ibuk sehingga Rion mengurungkan niatnya untuk memeluk Nau.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Jun 13, 2023 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

PALAWA: ASMARALOKA IN BANDUNG Donde viven las historias. Descúbrelo ahora