• Satu

211 25 1
                                    

Diam tak membuka suara sedikitpun, menghiraukan kalimat yang sedari tadi keluar dari mulut sang Papa. Keputusan sepihak yang dibuat sang Papa sudah sangat mutlak ia tolak jelas membuatnya frustasi.

Salah satu Pondok Pesantren yang terletak di kota Hujan itu menjadi tujuan mereka saat sang Papa memutuskan untuk memasukkannya ke dalam penjara itu.

Mungkin itu yang selama ini Bulan bayangkan.

Lagi pula, bagaimana bisa seseoarang bertahan disana? Kehidupan yang tidak bebas, pakaian longgar nan besar sudah cukup terlihat gerah. Bagaimana ia bisa hidup di dalam sana? Membayangkannya saja sudah membuat Bulan merasa gila.

Matanya berputar malas, melihat sekeliling kala mereka telah sampai pada tujuan. Apa benar? Apa benar sang Papa akan menempatkannya disini? Bulan bersumpah lebih baik ia tinggal di asrama kampusnya dahulu!

"Kamu gak mau turun?"

Decakannya terdengar,

Jilbab segi empat yang terbalut di kepalanya itu ia silangkan di atas bahu. Menatap acuh beberapa pandangan yang menatapnya aneh.

Mereka yang aneh!

Itu batin Bulan kala mendapati satu wanita yang baru saja keluar dari rumah yang kini sang Papa masuki kala sang pemilik keluar dan mempersilakan mereka untuk segera masuk.

"Bulan bisa gila disini, Mah"

"Sshtt. Ayo masuk"

"Bulan mau pulang"

"Kamu bilang sama Papa, jangan sama Mama"

"Mama bantuin Bulan"

"Mama gak bisa bantah Papa kamu sayang.."

Decakan terdengar, matanya memincing kala mendapati tatapan tak suka dari salah seorang wanita disana. Kedua alisnya tertaut, menatap wanita itu dari ujung kepala sampai ujung kaki,

Lantas berucap,

"Kampungan!"

Setelahnya berlalu menyusul Lina, yang tak lain adalah Ibu kandungnya. Bulan berlalu, menghiraukan bisikan yang samar terdengar.

"Calon tumbal hukuman Ustadzah kalo kata aku, liat aja sikapnya.. sombong banget"

"Dari wajahnya keliatan calon pembuat onar, bisa ilang kedamaian pondok"

"Emang dia bakalan mondok?"

"Aku denger dari Tamara katanya ada anak temen Kyai yang bakalan mondok, mungkin itu"

Bulan tak perduli, tujuannya saat ini membujuk sang Papa untuk kembali membawanya pulang. Tak ada yang lebih penting dari itu bukan?







































---

"Kamu yakin dia satu kamar sama kita?"

Pasalnya setelah apa yang ia dengar dari beberapa santriwati tentang gambaran wanita yang baru saja Tamara sebutkan, itu semua sudah terbayang sangat jelas akan gambaran bagaimana sifatnya.

"Ummi bilang gitu, katanya biar deket sama aku"

"Kamu mau?"

"Aku gak bisa bilang enggak, lagian Papa nya temen deket Abi. Ummi sama Mama juga udah keliatan deket banget, aku gak bisa nolak"

Seseorang yang tengah dibicarakan itu datang dengan koper juga tas besar yang entah mereka tau isinya apa. Matanya menatap sekeliling, melihat dari sisi satu ke sisi yang lain sebelum menghentakkan kakinya dan berbalik meninggalkan kamar.

ImproveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang