• Enam Belas

111 19 9
                                    


Hal yang sangat Angkasa tak percaya, walau itu bisa saja terjadi. Saat ini tak pernah Angkasa bayangkan dalam benaknya jika ibu mertua nya datang seorang diri dengan kabar yang tidak bisa dikatakan baik.

Ia tidak tau harus berlaku apa, 6 tahun mereka tak bertemu, 6 tahun Angkasa berusaha melupakan semuanya, 6 tahun juga ia membesarkan Adiba sendiri. Ada hal yang sangat ia takuti, sifat Bulan.

Ia takut sifat juga sikap Bulan akan menurun pada Adiba, hal yang sedang ia bangun pada diri Adiba seketika mulai takut apa yang ia tanamkan akan goyah sama seperti Bulan dahulu.

"Maaf.. saya gak bisa"

"Bulan masih istri kamu.."

"Itu 6 tahun lalu, sebelum Bulan milih jalannya sendiri.."

Kepalanya tertunduk, ini juga salahnya. Ia juga menciptakan api kebencian itu pada sang anak, seandainya itu semua tak ia lakukan, mungkin sudah sedari lama mereka kembali.

"Setidaknya buat yang terakhir.. biarin Adiba kenalin Ibu kandungnya, Nauzubillah min zalik lanjut atau tidaknya usia Bulan sekarang, setidaknya Ibu bisa menuhi keinginan Bulan buat ketemu anak kalian"

"Angkasa gak bisa─"

"Assalamu'alaikum! Abi Adiba pulaaaang"

Kaki kecilnya berlari, menghampiri Angkasa yang sudah memasang senyum kecilnya. Tubuhnya memeluk Angkasa sebelum beralih menyalimi tangan mereka disana.

"Jihan nakal, rok Adiba basah"

"Adiba bisa ganti sendiri?"

Kepalanya mengangguk,
"Eum! Adiba halus mandili"

"Anak pinter, ganti baju abis itu susul Nini di dapur. Makan siang"

Kepalanya kembali mengangguk sebelum beralih meninggalkan sang Abi disana. Hal itu tak lepas dari pandangan Lina, cucu nya bahkan sudah tumbuh sebesar itu. Kemana saja dirinya?

"Abi udah makan?"

Teriak Adiba kembali,

"Abi nyusul"

"Adiba mau makan sama Abi"

"Adiba harus mandiri, kan?"

"Yang ini engga, Adiba mau makan sama Abi"

Tatapan Lina tersirat, Angkasa tau arti tatapan itu. Namun ia hanya diam tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Abii?"

"Abi nyusul sayang, kamu ganti baju dulu"

"Na'am!"

Atensinya kembali pada Lina yang diam mendengarkan sahutan mereka yang sedikit berteriak.

"Saya ga bisa ninggalin Adiba, dia masih sekolah, dia masih butuh saya"

"Bulan juga butuh kalian.."

Hembusan nafas Angkasa terdengar,
"Sebelumnya mohon maaf kalo saya lancang, tapi kemana Bulan sebelumnya? Saya juga butuh dia dulu, besarin bayi seorang diri ga semudah itu, Bu. Saya tau Ibu lebih berpengalaman, seharusnya Ibu lebih paham semua ini dibanding saya"

".. saya juga belum siap ketemu Bulan, maaf"

Pandangannya tertunduk, ia tau jika ini membutuhkan waktu lama untuk memperbaiki semua. Ia juga tak memiliki hak untuk memaksa Angkasa. Maka dari itu, ia membiarkan Angkasa menemui Bulan kapanpun jika memang ada kesempatan.

Secarik kertas berisikan rumah sakit tempat Bulan dirawat itu Lina berikan sebelum dirinya pamit dari sana. Meninggalkan rumah itu penuh harapan, langkah yang kian menjauh menjadi harapan agar semua mulai terbenahi walau perlahan.

































ImproveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang