• Dua

81 17 1
                                    

"Apaansi!"

Sirat kesal itu terlihat walau kantuk lebih mendominasi wajahnya. Kesal karena jam istirahatnya terganggu oleh ocehan yang tak henti mengusik telinga wanita mungil yang tadi sedang terlelap.

"Tahajud, kamu gak denger bel?"

"Yang bener aja? Ini masih jam dua pagi, gue gak mau!"

Selimutnya kembali Bulan tarik, memejamkan matanya sebelum cipratan air itu menerpa permukaan wajahnya. Lantas decakan Bulan kembali terdengar,

"Tamara gue mau istirahat!"

"Kamu pikir kamu aja yang mau istirahat? Kita semua juga sama, semua udah jadi peraturan pesantren. Bangun atau aku aduin Ustadzah"

"Gak takut!"

Kali ini selimutnya menutupi seluruh tubuh mungil itu, menghiraukan celotehan Tamara yang hanya membuat kepalanya pusing.

Tak ada suara, nafasnya kembali teratur sebelum suara yang lebih bising datang memenuhi satu ruangan. Sungguh, wanita itu benar-benar aneh!

Bagaimana bisa ia membawa tutup panci dan di pukulkan menggunakan rotan kecil yang mampu menimbulkan suara yang begitu bising? Bulan tak habis fikir dengan ide aneh wanita itu.

"Manusia disini aneh semua!"

Bulan bangkit, mengambil jilbab bergo miliknya,

"Kecuali Kinan!"

Ingin sekali Tamara mencakar wajah itu, berteriak dengan keras jika Kinan adalah pujaan hatinya. Tak sudi jika lelaki yang ia kagumi di taksir oleh manusia seperti Bulan yang sangat aneh sikapnya.

"Kinan i want youu!"

Sinting!
Wanita itu benar-benar kehilangan akal sehatnya.















































---

Tak sampai drama di kamar tadi, kini Bulan membuat dramanya kembali dengan memprotes akan durasi mengaji yang sangat lama setelah sholat Tahajud di laksanakan.

Apa lagi? Mengaji? Ia sudah sangat mengantuk sekarang! Ayolah, ia tak akan membiarkan mata cantiknya hitam karena kekurangan waktu tidur.

"Kalian gak pada ngantuk apa?"

Tak ada balasan, hanya ada tatapan aneh sebelum kembali fokus pada kitab yang masing-masing mereka pegang. Bulan berdecak, tubuhnya ia rebahkan di atas sajadah. Tak mengidahkan tatapan orang sekitar atas apa yang ia lakukan.

"Kamu bisa kena tegur Kyai nanti"

Sahut seoarang santriwati di belakang sana. Namun memang pada dasarnya Bulan adalah wanita yang bebal, ia mengidahkan ucapan itu dan memilih untuk segera tidur.

"Kamu mau saya bacain yasin?"

Tubuhnya tesentak kaget, menatap jengkel seseorang yang baru saja datang.

"Apasi lo?!"

Lantas kalimat istighfar terdengar dari beberapa santri, respon mereka hanya dibalas dengan gelengan oleh sang empu sebelum beralih pada Bulan yang masih mendengus kesal.

Matanya bergerak turun, melihat sisi luka yang masih terlihat merah. Bahkan ada yang membiru, Bulan tak bisa membayangkan betapa sakit dan perihnya luka tersebut.

"Dimana Tamara?"

"Ya mana gue tau? Lo Abangnya, kenapa tanya sama gue?"

"Kamu temen sekamarnya"

ImproveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang