• Dua belas

47 17 6
                                    


Hotel didekat puncak itu menjadi tempat penginapannya untuk beberapa hari. Semua Bulan yang memilih, serta tak lupa dengan bantuan Angkasa agar lokasi yang mereka tempati sedikit jauh dari kediaman keluarga besar lelaki itu.

"Ashar dulu.."

Bulan yang hampir terlelap kini kembali bangun, menatap Angkasa bersama sirat lelahnya.

"Perut Bulan kayak di guncang-guncang"

"Tadi kan jalannya ada yang rusak.. sekarang bangun"

"Bulan pesen makan ya?"

Angkasa mengangguk,
Kakinya beralih mendekat dan meraih tangan Bulan saat wanita itu meminta untuk dibangunkan.

"a' Aydan mau makan apa?"

"Samain aja sama kamu"

"Oke.."

"Abis ini wudhu"

Kepalanya mengangguk sebagai jawaban,
Sementara Angkasa berlalu dari sana untuk segera mengambil wudhu lebih dulu.












































"Angkasa dimana?"

"Abang.. Abang di jakarta"

"Betah banget, padahal baru Akad.. jam pelajaran dia juga kosong terus jadinya"

"Sebelumnya Ummi udah minta pulang, cuma Abang tetep gak mau"

Kinan mengangguk mengerti,
"Emang kerja apa disana? Bukannya Angkasa udah jadi ahli waris Pesantren?"

Tamara menunduk, ia menggeleng kecil sebagai jawaban. Tak ingin menjawab lagi, berbohong seperti tadi saja sudah membuat ia merasa bersalah.





















































"Akang.."

Sudah puluhan kali ia memanggil nomor tersebut, tetapi sampai saat ini panggilangan tersebut belum juga tersambung. Menatap nanar layar ponselnya saat dirasa ia seperti boneka disini.

Dipermaikan semau mereka dan dibiarkan begitu saja.

Jika boleh meminta, ia hanya ingin kembali tinggal lebih lama dengan suaminya dahulu. Yang selalu mencintainya sepenuh hati, memberinya kasih sayang dengan tulus dan menjaganya bak sebuah berlian.

Maira merindukan sosok suaminya, ia merindukan Salman yang dahulu sempat mengisi hari-harinya. Ia meindukan segalanya, merindukan setiap senyum juga perlakuan lembutnya.

Dan seharusnya ia sadar, sadar jika apa yang ia bayakan semua sudah tak seindah dahulu. Apa yang ia harapkan dari seseorang yang sudah 2 tahun tak bertemu?

Ia yakin jika seseorang yang sempat hadir itu telah memiliki pujaan hatinya sendiri.

Angkasa. Seharusnya ia paham jika pesona yang lelaki itu miliki mempunyai daya tarik yang cukup kuat, dan seharusnya ia paham akan hal itu. Terlebih saat ia menemui cincin pernikahan mereka yang sudah terlempar disudut ruangan. Ia yakin jika Angkasa benar-benar tak menerima pernikahan mereka.

Walau ia tau jika pernikahan mereka tidak sah.
Tetapi apa salahnya jika Angkasa sedikit menghargai dirinya? Ia juga ingin dihargai layaknya seorang istri. Bukan seperti ini, pertemuannya dengan Angkasa bahkan bisa dihitung oleh jari setelah Akad mereka.

Sebenarnya untuk apa dirinya disini?


























































ImproveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang