• Tujuh

65 16 10
                                    

"Kamu udah yakin?"

"Angkasa yakin.."

"Abi gak akan ngelarang kamu soal ini.. semua menyangkut masa depan kamu, kalo kamu udah yakin sama pilihan kamu, Abi setuju"

Semburat bahagia terlihat disana,
Angkasa tak pernah salah dalam menebak hal apapun pada sang Abi, pun saat ini. Maka dari itu ia tak pernah ragu untuk mengungkapkan apapun akan pilihannya.

"Udah bicarain ini sama Bulan?"

"Udah.. Angkasa niatnya setelah Abi sama Ummi pulang, Angkasa mau langsung ketemu sama orang tua Bulan buat bicarain ini"

"Kenapa kamu gak tunggu satu bulan kesempatan yang kamu minta waktu itu? Selagi nunggu waktunya, kamu bisa ngajarin Bulan buat berubah perlahan.."

"Angkasa cuma takut kayak sebelumnya Abi.."

Ilham mengerti, tetapi bukankah itu hanya kesalah pahaman? Fitnah yang dibuat dengan sengaja. Lagi pula ia percaya pada sang anak.

"Selagi kamu tau batasan kamu, insyaAllah gak akan ada fitnah kayak sebelumnya.."

Angkasa menunduk,

Benar.
Mungkin ia harus sedikit bersabar untuk itu.

"Udah, Bulan udah nunggu dibelakang"

Kepalanya mendongak,
"Do'ain Angkasa ya Abi.."

Senyum Ilham terlihat,
Tepukan pada bahu Angkasa diberikan.

"Gak usah khawatir, Abi percaya kamu pasti diterima"

Tepat pada sasaran,
Angkasa mengangguk kecil sebagai balasan sebelum tubuhnya bangkit dari untuk menyusul Bulan dibelakang. Jadwal mengaji mereka masih berlanjut bukan? Angkasa akan mengajari Bulan hingga wanita itu fasih dalam membacanya.















































".. bacaan kamu mulai lancar, cuma tanda bacanya masih belum sempurna"

"Susah!"

"Pelan-pelan aja.. gak masalah asal sempurna"

Anggukan itu terlihat sebagai tanda mengerti, menutup kitab suci yang sedari tadi ia pegang untuk diletakan pada tempat semula.

"Bulan"

"Iya?"

Angkasa menunggu wanita itu untuk kembali duduk, memperhatikan gerak gerik nya hingga ia kembali pada tempat semua. Membenarkan tataan jilbab juga gamis yang ia kenakan dan beralih menatap Angkasa.

"Ada apa?"

"Pertama saya mau minta maaf karena belum bisa nepatin janji saya.. kedua maaf kalo saya pernah nyentuh dan meluk kamu tanpa izin"

"Tiba-tiba banget?"

"Gapapa.. saya cuma takut kamu mikir yang engga-engga, terlebih kamu baru dapet musibah kemarin"

Bulan diam,
Raut wajahnya berubah begitu saja. Sejatinya saat kilasan itu kembali ia ingat, reaksi dirinya sangat diluar dugaan. Jantungnya akan sedikit berdetak lebih cepat juga merasa takut akan sekitar, terlebih pada seorang pria.

"Maaf.."

Mereka kembali diam, suasana dibalut oleh keheningan dibawah hembusan angin yang terasa begitu sejuk. Mereka sama-sama terdiam, terlarut dalam fikirannya masing-masing untuk apa yang akan terjadi setelahnya.

"Saya udah bicarain soal khitbah sama Abi"

Bulan menoleh,

"... Abi nyaranin buat nunggu waktu satu bulan yang udah saya janjiin sama Papa kamu"

ImproveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang