XLVII

356 103 2
                                    

Hari-hari terus berlalu, sama seperti kegilaan Victor yang mendatangi Rosie untuk meminta maaf dan berujung saling berteriak. Selama ini Victor terus melakukan berbagai cara demi mendapatkan maaf dari Rosie, namun Rosie sendiri memilih acuh tak acuh dengan Victor, ia memang cukup melihat perjuangan Victor demi mendapatkan maaf darinya, hanya saja ia masih belum bisa menerima apa yang telah Victor perbuat. Harga dirinya benar-benar terluka karena hal itu, meskipun berulang kali hati dan pikirannya berusaha menerima keadaan karena pada akhirnya ia juga berada di pihak yang bersalah, namun egonya menentang dengan keras. Sungguh terkadang ia merasa dipermainkan oleh ego dan hatinya yang terus berlawanan.

Sudah sejak tiga hari yang lalu Jane meninggalkan daratan Australia untuk pergi ke Kota Mode, sedangkan Jisella akan pergi ke kampung halamannya hari ini. Pun dengan Rosie dan Lisa yang akan terbang ke Thailand 3 jam setelah keberangkatan Jisella.

Saat ini ketiga gadis itu tengah mengobrol ringan di dalam mobil yang sedang membawa mereka menuju bandara, sebenarnya hanya Jisella saja yang akan pergi, namun Rosie dan Lisa memaksa untuk mengantar. Dengan Rosie sebagai pengemudi, sesekali ia melirik Lisa melalui rear vision mirror saat gadis berponi itu berbicara.

"Ngomong-ngomong kau sudah melihat usaha Victor, apa keputusanmu?" Tanya Jisella.

"Benar, kadang-kadang caranya membujukmu itu romantis juga." Imbuh Lisa sambil mengingat-ingat beberapa momen.

Rosie tersenyum kecil, kemudian mengendikkan bahunya. "Aku tidak tau, kadang aku merasa cukup dan ingin memaafkannya, tapi kadang-kadang aku juga merasa itu tak sebanding. Entahlah, egoku selalu seenaknya."

"Dan seharusnya kau berhasil melawannya."

"Jisella benar, Rosie. Jangan tunduk pada ego atau kau akan menyesal."

"Sudahlah, ayo turun!" Seru Rosie yang memilih keluar lebih dulu.

Gadis pirang itu memilih menghampiri bagasi untuk mengeluarkan beberapa barangㅡ termasuk koper Jisella dibantu oleh Lisa. Sedangkan Jisella sendiri masih di dalam mobil sedang memeriksa seluruh dokumen dan barang di tasnya yang ia bawa apakah sudah lengkap atau belum.

"3 jam setelahnya kita juga harus pergi. Sungguh aku suka berada di sini, aku ingin tinggal lebih lama." Keluh Lisa sambil melihat langit biru Sydney.

"Tidak masalah, kau bisa datang kapan saja."

"Ayo."

Suara Jisella menginterupsi perhatian Rosie dan Lisa, ia mengambil alih koper yang sebelumnya dibawa Rosie dan segera masuk ke dalam bandara. Ketiganya berjalan beriringan dengan Jisella berada di tengah-tengah antara mereka.

Sudah berada di titik batas pengantar, Jisella segera memeluk Rosie dan Lisa secara bergantian. Bagaimanapun keduanya terlihat seperti adik bagi Jisella.

"Rosie, aku akan mengabarimu jika ada pekerjaan, tapi ku pikir di masa hiatusmu ini tidak akan ada yang mengganggumu. Pikirkan baik-baik tentang Victor, selama ini dia juga berjuang. Aku tau mungkin lukamu akan membuatmu lebih sulit untuk memaafkannya, namun sekali saja pikirkan dengan baik, jangan sampai kau terlambat dan menyesal. Mengerti?"

Dengan ragu Rosie mengangguk, "Ya, aku mengerti, terima kasih."

"Dan kau, Lis. Sampaikan maafku untuk Daddy Marco, karena aku tidak bisa datang di acaranya. Sampaikan juga ucapan selamatku untuk ulang tahunnya yang ke 63, jika aku memiliki waktu mungkin aku akan pergi ke sana untuk sekedar bermain."

"Baiklah, kami menunggu kedatanganmu." Ujar Lisa dengan senang hati.

"Aku harus pergi sekarang, jaga diri kalian baik-baik. Sampai jumpa." Pamit Jisella yang kemudian membawa tungkainya masuk ke area bandara lebih dalam.

[✓] PLUVIOPHILE Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora