L

421 104 2
                                    

Kembali menapaki negara kelahirannya setelah sekian lama, Victor menghirup udara sebanyak-banyaknya. Suasana yang diam-diam ia rindukan. Dengan hati yang senang ia melangkah keluar dari bandara bersama David dan Jinan. Ia akan berpisah dari Jinan, karena pria itu akan kembali ke rumahnya dan mempersiapkan kepergiannya ke Amerika.

David sudah menduga bahwa kedatangannya akan mengundang media, mengingat putranya masih menjadi topik panas di media sosial. Maka dari itu ia meminta beberapa bodyguard berjaga untuk memastikan keamanan Victor dan Jinan. Meskipun flash menyala, diikuti oleh wartawan, hingga berbagai pertanyaan diajukan, ketiganya tetap bersikap seakan tak peduli dengan media dan melewatinya begitu saja. Untungnya sopir David sudah siap dengan mobilnya.

Selama perjalanan pulang, mereka akan mengantar Jinan lebih dulu. Sempat menolak beberapa kali, namun akhirnya David berhasil meyakinkan Jinan bahwa ia tak merasa direpotkan. Bagaimana pun ia sudah mengenal Jinan sejak lama, satu-satunya teman yang Victor punya.

Suasana dalam mobil begitu tenang, bahkan nyaris tak ada obrolan karena masing-masing sibuk dengan pikirannya. Seperti Victor yang kini mulai mengecek ponselnya. Senyumnya tertahan saat satu notifikasi masuk dari kontak yang ia namai Milikku, itu artinya Rosie sudah membuka blokirnya.

Dengan teliti Victor membaca setiap kata yang Rosie ketik, hingga saat menyelesaikannya, Victor memilih tak membalas dan kembali menyimpan ponselnya.

Tiga tahun, ia menjanjikan pada Rosie tiga tahun ke depan. Apakah ia bisa menepati janjinya ia tidak tahu. Apakah dirinya berhasil lebih besar daripada sekarang hanya dalam kurun waktu tiga tahun, ia tak tahu. Ia hanya menyerahkan semuanya pada Tuhan dan membiarkan takdir melakukan tugasnya.

"Terima kasih, Paman. Maaf aku merepotkanmu." Ucap Jinan sebelum keluar dari mobil.

Victor yang tersadar karena suara Jinan, langsung mengamati keadaan sekitar. Benar saja, mobilnya berhenti di depan kediaman George.

"Aku akan menemuimu lagi sebelum ke Amerika, sampai jumpa."

Victor hanya mengangguki ucapan Jinan. Kini pria itu berdiri di luar mobil dengan kopernya berada di sisi kanan. Saat mobil kembali berjalan, Jinan sedikit menunduk hormat dan baru memasuki rumahnya saat mobil mulai menjauh.

Amerika, Victor menghela napas panjang mengingat rencana kepergian Jinan. Pada akhirnya semua orang akan menemui jalannya dan fokus pada rencana kehidupan. Jinan, entah kalimat apa yang bisa mendeskripsikannya. Dimata Victor, Jinan begitu sabar menghadapi dirinya. Sejak kecil, sejak mereka remaja, sejak mereka mulai dewasa, hingga mereka berusia matang. Jinan selalu di sisinya.

"Victor."

Victor yang merasa terpanggil segera menoleh pada David, "Ya, ayah?"

"Kau sudah bicara dengan Park Jimin?" Tanya David sambil melirik Victor.

"Maksudmu?" Tanya Victor ragu.

"Tanpa ku katakan pasti kau tau kau berbuat kesalahan padanya, apa kau sudah menyampaikan maafmu padanya?"

"Tidak, maksudku belum." Victor menggeleng pelan.

"Nak, kau akan memulai langkah baru, 'kan? Jika kau bersungguh-sungguh untuk itu, selesaikan dulu semua urusanmu di masa lalu." Nasehat David.

Victor menggigit bibir dalamnya, kemudian mengangguk ragu. "Baiklah, aku mengerti."

"Jangan hanya mengerti, tapi lakukan. Kau pria, tunjukkan keberanianmu."

Victor memilih bungkam setelahnya. Soal Jimin ya, ia sama sekali tak terpikirkan jika saja David tak mengatakannya. Tapi, bagaimana caranya meminta maaf pada Jimin? Rasanya aneh jika ia meminta nomor Jimin pada Rosie, seperti errr mengingatkan pada mantan kekasih.

[✓] PLUVIOPHILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang