01

5.1K 97 0
                                    



Hari masih pagi dan jam istirahat hampir selesai saat keributan di dalam sebuah kelas tak bisa di hindari.

"Yak! Mateo!" Seorang gadis berteriak ketika melihat seseorang yang membuatnya kesal, berjalan memasuki ruang kelas bersama teman-temannya dengan snagat santai.

Mateo, lelaki yang berjalan di antara kedua temannya itu langsung melihat ke sumber suara saat namanya terpanggil oleh suara yang tak asing.

Dari tempatnya, gadis yang baru saja berteriak tadi, berlari mendekati Mateo dengan kesal dan Mateo pun segera berlari mengindar. Adegan kejar-kejaran di dalam kelas pun tak terhindarkan.

"Ada apa lagi ini?" Gumam Andreas, teman Mateo. Ia terlihat sudah sering melihat adegan kejar-kejaran antara keduanya bahkan sejak tingkat satu SMA.

"Sialan! Jadi kau yang kemarin menyembunyikan pr ku?!" Teriak gadis itu yang baru saja menemukan fakta bahwa tugasnya yang harusnya dikumpulkan hari itu malah hilang. Dan ia mendapatkan pengurangan nilai karena telat mengumpulkan.

Mateo menghindar. Beberapa bangku terlihat bergeser karena ulang mereka. "Aku tidak menyembunyikan. Aku hanya menghambilnya." Bela Mateo.

Kemarin, tanpa sengaja ia mengambil buku jatuh miliki gadis yang duduk di hadapannya. Tapi bukannya mengembalikan, Mateo malah menyembunyikannya di laci dan hari ini gadis itu baru saja menemukannya.

Gadis itu terlihat semakin kesal karena tak bisa menjangkau ke kegesitan sang ketua basket. Ia berhenti sejenak dan mengatur nafasnya di belakang kelas, menatap Mateo yang saat ini berada di depan kelas.

"Kau masih lemah seperti biasanya." Ucap Mateo, memprovokasi.

"Lihat saja. Aku akan membalasmu!"

Mateo tersenyum mengejek. "Lakukanlah jika kau bisa." Tepat setelah Mateo mengatakan itu, sebuah buku baru saja memukul kepalanya dengan tak begitu keras, tapi bisa membuat Mateo kesal karena kesenangannya terganggu.

"Brengsek apa yang—" makian Mateo terhenti saat ia menoleh dan menemukan gurunya dengan buku tebal yang baru saja ia gunakan untuk memukul.

Guru berkacamata itu terlihat membuka lebar pendengarannya. Mendengar umpatan yang ditunjukkan padanya. "Katakan sekali lagi?"

Mateo berdehem. Ia menoleh ke arah Ailee—gadis yang tadi kejar-kejaran bersamanya. Gadis itu sudah duduk manis di tempatnya, mengabaikan Mateo.

"Cepat kembali ke tempatmu."

"Baik."

Mateo pun segera kembali duduk di tempatnya yang ada di belakang bangku Ailee. Ia berjalan santai namun sebuah kaki hampir membuatnya jatuh saat sudah hampir tiba di bangkunya.

Mateo melihat sang pemilik kaki yang seperti tak merasa bersalah. Bahkan tatapannya ke depan, ke arah guru yang sedang bersiap akan mmbuka kelas. Tapi mata Mateo begitu jeli melihat senyum kemenangan terukir tipis di bibirnya.

"Apa yang menahanmu, Mr Boselli?" Guru itu kembali mengintrupsinya karena melihat Mateo masih berdiri.

Dengan kesal, Mateo duduk di tempatnya. Ia menopang dagunya dan pandangannya ke depan, ke arah rambut Ailee. Tangannya terulur otomatis, mengambil ujung rambut gadis itu.

"Kau memotong rambutmu?" Tanya Mateo yang menyadari perubahan panjang rambut gadis yang selalu duduk di depannya. Rambut itu terlihat berkurang lima centi dari biasanya.

Ailee memajukan kursinya, membuat jarak dengan meja Mateo hingga tangan Mateo melepaskan rambutnya.

"Jangan sentuh-sentuh."

"Jangan memotongnya lagi. Aku suka rambut panjang."

Ailee mengabaikan kata-kata Mateo yang sama sekali tak penting. Memang apa urusannya dengan ia memotong rambutnya? Mau suka atau tidak, itu rambut-rambutnya. Kenapa ia harus memikirkan selera Mateo.


Burning DesireWhere stories live. Discover now