Ailee melihat Mateo yang baru saja memasuki kelas. Matanya langsung terfokus pada pergelangan tangan lelaki itu yang diperban. Sepertinya dia sudah memeriksakannya, melihat begitu rapi perban yang melingkar."Tanganku akan semakin parah jika kau terus menatapnya seperti itu." Mateo menaruh tasnya di atas meja dan duduk di bangkunya.
Ailee mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Ia berbalik dan menaruh sekotak susu kecil serta roti di atas meja Mateo yang membuat lelaki itu mengangkat alisnya, heran.
"Tumben."
"Diam dan makan saja. Itu sisa sarapanku." Setelahnya, Ailee kembali berbalik, mengabaikan Mateo yang sekarang menopang dagunya menggunakan tangan kiri.
"Aku tak bisa makan. Tanganku sakit."
"Kau masih punya tangan kiri dan mulut untuk makan." Jawab Ailee tanpa menoleh. Akhirnya pun, Mateo memakan roti tersebut tanpa protes. Ailee tau saja jika Mateo belum sarapan.
"Tanganmu benar-benar cidera?" Alan—teman sekelas Mateo yang baru tiba pun melihat keadaan temannya setelah mendengar rumor jika Mateo terluka saat pertandingan.
"Begitulah." Mateo menjawab santai, masih dengan menikmati roti isi coklat itu.
"Berarti malam ini kau tidak main?"
"Hmm. Dua sampai tiga pertandingan aku tak akan ikut."
"Sayang sekali, padahal kau sangat ingin ikut kejuaraan tahun ini."
Percakapan dua orang di belakang Ailee membuat gadis itu tak bisa tutup telinga. Entah kenapa rasa bersalah malah menghantuinya. Padahal selama ini ia tak pernah merasa bersalah pada Mateo. Hal itu diperkuat saat pertandingan kemarin, ia melihat betapa marahnya seorang Mateo tak bisa ikut dalam pertandingan.
Tapi jika di pikir. Semua itu tak sepenuhnya kesalahan Ailee. Mateo sendiri yang mengajaknya pergi ke Mal.
Ternyata rasabersalah yang Ailee rasakan hanya berlangsung beberapa saat karena setelah itu, Mateo malah memanfaatkannya dengan sangat baik. Seperti saat ini, Ailee tak mengerti kenapa ia bisa berakhir duduk di cafe bersama Mateo untuk mengerjakan tugas bersama. Ini bukan tugas kelompok, tapi Mateo beralasan ia tak bisa menulis karena tangan kanannya yang terluka.
Ailee melihat sepotong kue yang baru saja Mateo sodorkan padanya. Sebuah kue tiramisu kesukaannya.
"Makanlah."
"Tidak usah. Kau saja." Ailee kembali fokus pada buku yang sedang ia baca, mencari jawaban atas pertanyaan dari tugas yang ia kerjakan.
Melihat Ailee menolak kue yang sengaja ia belikan, Mateo pun mengambil garpu dan memotong sedikit kue tiramisu itu. Di sodorkannya garpu dengan potongan kue ke hadapan bibir Ailee.
Ailee menjauhkan wajahnya, "Aku tidak mau.." tolaknya. Tapi Mateo malah semakin memajukan garpunya hingga kue itu menyentuh bibir Ailee.
"Cepat makan. Kau tak ingin tangan kiriku juga sakit kan?"
Mateo mendapatkan tatapan sebal dari Ailee. Tapi pada akhirnya Ailee membuka mulutnya dan melahap kue yang sialnya sangat enak. Ini kali pertama Ailee ke cafe itu. Dan ia baru tau bahwa mereka menjual kue yang begitu nikmat dan sesuai dengan seleranya.
"Kak Mateo?"
Mendengar namanya di panggil, Mateo pun menoleh dan menemukan seorang gadis berseragam berbeda dengannya.
"Lisa?" Gumam Mateo, mengenal siapa gadis tersebut.
Sebuah senyuman lebar langsung terukir di wajah cantik Lisa saat mendapati sosok yang sedari tadi ia amati benar-benar Mateo. "Kakak sedang mengerjakan tugas?" Tanya Lisa yang melihat beberapa buku di atas meja. Tapi pandangannya langsung tertuju pada sosok Ailee yang duduk di depan Mateo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning Desire
Romance⚠️ 18+ Mengandung adegan dewasa dan kata kasar. . . Sejak kecil, Mateo sudah terbiasa dengan hal berbau dewasa. Semua itu disebabkan oleh kelakuan ayahnya yang super mesum kepada sang ibu hampir setiap hari. Tapi Mateo tumbuh tak semesum ayahnya yan...