CHAPTER 41 |. PEMENANG

46 4 0
                                    

HAPPY READING...

Mata Frael menatap ke arah langit biru yang dihiasi oleh gumpalan awan putih yang begitu indah, tapi sayangnya mata itu kehilangan rona kebahagiaan.

Tatapan mata Frael kosong, ia beralih menatap dibawah sana yang berisi orang orang yang berlalu lalang yang hanyut akan kegiatan masing masing, laki laki itu duduk di pembantas rooftop rumah sakit tanpa peduli nanti nyawanya akan melayang kalau ia salah bergerak.

Tidak ada salahnya Frael pergi, bumi yang berisi jutaan manusia pasti tak akan menggubris jika salah satunya akan pergi untuk selama lamanya, bukannya manusia itu antara datang, singgah, dan menetap di kehidupan seseorang, terlebih lagi manusia hanya menunggu giliran untuk dipanggil Yang Maha Kuasa.

Tangannya mencoret dan menulis di buku yang selalu menemaninya, buku hitam itu berisi keluh kesah dan kebahagian yang ia rasakan. Entahlah kenapa Frael suka sekali menulis seperti ini tapi dengan cara ini Frael bisa meluapkan semua emosi yang ia rasakan.

Hembusan angin menerpa rambut hitam laki laki itu sehingga membuat rambut itu jauh dari kata rapi, walaupun begitu tak mehilangkan aura tampan yang Frael pancarkan.

Tiba-tiba dengan gerakan cepat sebuah tangan menaril tubuh Frael membuat tubuh laki laki itu jatuh membentur kerasnya lantai, Frael tak tau kenapa tiba tiba ditarik padahal ia hanya diam dan duduk disana menikmati pemandangan indah yang dipaparkan.

" Jangan tinggalin papa." Ucap Reza parau.

Dahi Frael mengerut. Tinggalin kemana?, ia tak kemana mana cuma disini dan disekitar rumah sakit, apa jangan jangan Reza berpikir bahwa dirinya melakukan aksi bunuh diri. Tawa pun pecah, Frael tak menyangka bahwa papanya akan setakut ini jika ia tinggal menyusul mama padahal dulu slalu memintanya untuk mati.

'' Aku nggak nglakuin bunuh diri, kalaupun iya, udah dari tadi.'' Ucap Frael terkekeh geli.

Mata Reza membulat. Apa ini lucu?, ini benar benar tidak lucu, ia pun mengelus rambut Frael, hatinya menghangat mendengar tawa yang jarang sekali Frael perlihatkan di depannya atau lebih tepatnya tidak pernah sama sekali.

Frael bangkit dan mengambil bukunya yang terlempar jauh, tangannya terulur untuk membantu Reza berdiri. Mereka berdua jalan beriringan tanpa ada sepatah kata pun, dan akhirnya keheningan itu pecah saat Kelvin menghampiri Frael dengan raut wajah yang jauh dari kata bersahabat.

'' Ael temen lo pada datang.'' Ucapnya dingin. 

'' Siapa?'' Tanya Frael bingung.

'' Nggak tau, pokoknya 23 orang lebih.''

Frael lantas bepikir siap orang yang mengunjunginya sebanyak itu, seingatnya ia tak memiliki teman sebanyak itu. '' Bangsat kenapa mereka datang kesini.'' umpat Frael yang baru menyadari bahwa orang orang itu adalah Arviver.

'' WOI.'' teriak Gatra, laki laki itu langsung menghampiri Frael dengan wajah yang sudah memerah padam.

'' Apa?''  Ketus Frael.

'' Lo pura pura sakit ha, kalau sakit itu tidur, bukan jalan jalan.'' semprot Gatra.

Frael tak mau kalah, ia lantas menatap tajam kearah Gatra yang berdiri dihadapannya.

'' Kalau gue terus tidur sama aja gue mat,i bangsat.''

'' Syukur deh kalau lo mati, Arel jadi punya.'' Ucap Gatra dengan senyum mengejek.

'' Tarik ucapan lo.'' Mata Frael menatap horor kearah Gatra seolah sudah siap untuk menerjang laki laki yang ada didepannya sampai babak belur.

'' Ogah, apa hak lo nyusruh gue.'' Ucap Gatra menantang.

FRARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang