。◕FARA KHANISA◕。

18 8 0
                                    

Sosok gadis dengan rambut panjang sepunggung menuruni tangga dan berjalan menuju ruang makan. Jangan lupakan senyum merekah di bibirnya yang seakan mengundang orang lain turut tersenyum. Bagaimana tidak, petualangannya untuk menjadi bebas dan dewasa sudah maju selangkah. Ia selalu berharap akan ada masanya dia dianggap dewasa dan melakukan kehendaknya sendiri.

Hari ini hari pertamanya menjadi siswa menengah atas. Dia tahu bukan sekarang waktunya, mungkin nanti, atau mungkin juga tidak akan? Pertanyaan itu muncul ketika melihat seluruh keluarganya sudah berkumpul di meja makan, sangat tertib. Dari pakaiannya, cara makannya, semuanya terlihat ... teratur. Bahkan kursi yang digunakan tidak boleh tertukar satu sama lain.

"Sini, Dek, makan dulu," panggil wanita paruh baya dengan wajah cantik yang kelihatan sangat terawat.

Fara, gadis yang dipanggil hanya mengangguk dan duduk di kursinya. Selama makan berlangsung, hanya suara dentingan sendok yang terdengar hingga makan selesai.

"Adek berangkat bareng Papa aja, Abang ada meeting pagi ini." Kakak tertuanya mengambil tisu sambil melirik ke arah Fara. Stelan jasnya menunjukkan betapa terhormatnya pekerjaan yang ditekuni.

"Aku juga berangkat duluan. Aku ada kelas pagi, kalo muter takutnya telat. " Gantian pria dengan setelan santai yang berbicara, kakak keduanya.

"Kita pergi dulu, Pa, Ma. Bye ...." Mereka berpamitan dengan mencium tangan kedua orang tuanya.

"Abang duluan ya, Dek." Mereka juga berpamitan pada Fara sebelum benar-benar berlalu dari meja panjang itu.

"Oh iya, Dek, ini jadwal les kamu yang baru. Inget, di sekolah jangan bergaul sama anak nakal." Mamanya selalu memberikan disclaimer sebelum Fara berangkat sekolah, bahkan ke manapun.

"Iya, Ma, Adek inget. Adek sama Papa berangkat dulu. Bye, Ma ...." Fara melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan kedua kakak laki-lakinya tadi.

Tidak ada percakapan sepanjang perjalanan menuju sekolahnya. Menurut keluarganya, diam adalah cara terbaik untuk fokus dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama berkendara.

"Inget pesen mama. Jangan nakal, jangan temenan sama anak nakal, jangan bolos. Satu lagi, harus jadi paling bersinar biar mama sama papa bangga."

"Iya, Pa, Adek tau dan Adek paham. Bye, Papa." Fara turun dari mobil dan menghela napas panjang saat melihat sekolah barunya.

Ia berjalan melewati gerbang sekolah, berkeliling sebentar sambil menghapal letak dan nama bangunan yang ia lewati. Namun sayang, ternyata ia malah tersesat.

"Ini jalannya ke mana, yah? Lagian ini sekolah apa hotel gede banget. Mana luas lagi. Ck! Mana udah sepi ...." Tidak melihat ke depan, Fara berjalan sambil mencoba menghubungi teman yang juga bersekolah di sekolah ini. Namun kecerobohannya itu membuatnya menabrak seseorang.

Bruuuk!!

"Aduh, maaf, ya. Fara nggak sengaja." Gadis yang ditabraknya itu tak acuh dan hendak pergi, namun Fara menahannya.

"Tunggu! Anu ... Fara bingung, lapangannya ada di mana, ya? Kamu tau, nggak?"
Bukannya menjawab pertanyaannya, gadis itu justru menatap tangannya yang ditahan Fara. Fara pun melepaskannya dengan wajah merasa bersalah. Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap sinis ke arah Fara yang memang sedikit lebih pendek darinya.

"Lo niat sekolah gak, sih? Punya mata, kan? Bisa baca, kan? Liat dong papan petunjuk!"

"Tapi, kan ... malu bertanya sesat di jalan. Lagian ini namanya basa-basi, siapa tau bisa ke lapangan bareng, " ucap Fara pelan. Namun gadis itu lagi-lagi mengabaikan dan pergi.

Sebenarnya Fara bukan orang yang sok akrab seperti itu. Tapi melihat pita biru di kepala gadis itu membuat Fara excited, berarti dia juga siswa baru, itu yang dia pikirkan.

"Ehhh, Fara belum selesai ngomong, nama kamu siapa? " Gadis itu 'tak berniat untuk berhenti dan tetap melanjutkan jalannya hingga Fara tidak melihatnya lagi.

"Tadi siapa, sih? Galak banget. Padahal Fara, kan tanya baik-baik." Gadis itu misuh-misuh sendiri. "Udah, lah, yang penting ke lapangan dulu. Semoga gak telat-telat banget, mana panas banget lagi," gerutunya.

Sepertinya gadis itu masih kaget dengan pertemuan pertamanya tadi. Suara sirene yang dibawa anggota OSIS mengalihkan perhatiannya.

"Nah, berarti lapangannya ke sana! Tapi, kok, tadi dia lawan arah? Ah, bodo amat, deh." Dengan terburu-buru ia berlari menuju lapangan, mengikuti panduan pendengarannya.

Benar saja, dia dapat melihat barisan yang sudah rapi. Fara orang yang pantang terlambat, sebisa mungkin dia berlari untuk mencapai barisan itu sebelum para panitia menyelesaikan hitungannya.

Setelah barisan dirasa rapi dan tidak terlihat siswa berlarian, ketua panitia mengambil alih barisan. Ia menyebutkan nama peserta sekaligus membagi mereka dalam kelompok yang berbeda-beda.

"Nah, jadi itu semua pembagian kelompok untuk pengenalan lingkungan sekolah tahun ini. Ada yang mau ditanyakan?" Tidak ada seorang pun yang bersuara.

"Oke, pada diam berarti nggak ada pertanyaan, ya. Udah paham, kan?"

"Paham, Kak ..." seru seluruh siswa dan siswi baru.

"Sekarang kalian baris sesuai kelompok yang tadi udah dibagikan. Saya kasih waktu 5 menit untuk buat barisan bareng temen satu kelompok kalian."

Sontak banyak siswa yang bergumam protes. Hampir semua yang di lapangan itu tidak setuju dengan waktu yang diberikan. Namun hanya berani untuk sekedar meracau tanpa ingin menunjukkan diri.

"Suaranya tolong dikondisikan!" bentak salah satu panitia perempuan. Suasana pun menjadi hening, suara yang tadinya terdengar keras kini 'tak ada lagi.

"Kalian cuma boleh nyari dengan nyebutin nama kelompok. Kalau ada yang kedengaran manggil nama temennya, bakal langsung ditarik ke depan sama panitia. Paham!"

"Paham, Kaakk ...!"

"Dimulai dari sekarang!"

Fara 'tak mendengar nama kelompoknya dipanggil. Tidak ada juga yang menjawab saat dia mencoba menyebutkan nama kelompok yang diberikan untuk kelompoknya.

Akhirnya, hanya dirinya yang berbaris di barisan yang diberikan untuk kelompoknya. Entah ke mana teman kelompoknya yang lain. Dia sudah 'tak karuan, takut-takut dia yang salah mendengar nama kelompok dan berujung baris seorang diri. Mengapa tidak ada yang bergabung?

"Ini kelompok ceria anggotanya yang lain ke mana? Kalian tadi dengerin nggak, sih, waktu dibagi kelompok!?" Ketua panitia menatap horor Fara yang membuatnya sedikit ciut.

"Maaf, Kak. Tapi saya nggak tau, Kak. Saya juga udah manggil-manggil, gak ada yang gabung."

"KELOMPOK CERIA! MANA ORANG-ORANGNYA!!" seru panitia itu menggunakan pengeras suara.

"Juna!" Bukan jawaban dari siswa baru, panitia lain yang memangil. Ia membawa seorang gadis yang sepertinya bagian dari siswa baru.

Fara menatap gadis itu dari barisannya. Bagaimana pun, gadis itu menyelamatkannya dari deg-degan menghadapi seniornya itu. Namun ada sedikit rasa kasihan melihat sepertinya dia dimarahi oleh ketua panitia. Tapi apa itu? Mengapa kelihatannya gadis itu bercerita dengan semangat? Semoga saja dia bukan bagian dari kelompok ceria, rapal Fara dalam hati.

Maksudnya ... dia juga paham kegiatan-kegiatan seperti ini. Dia takut akan terkena imbas jika satu kelompok dengan orang yang memiliki potensi bentrokan dengan para panitia.

Fara yang tengah berbicara dalam hati perihal gadis itu menjadi gelagapan saat gadis itu ternyata berjalan ke arahnya. Gadis itu memperkenalkan diri sehingga Fara mengetahui bahwa dia salah satu anggota kelompoknya yang hilang. Entah yang ke-berapa kalinya dunia tidak memihak, batinnya.

***

CAMARADERIEWo Geschichten leben. Entdecke jetzt