✿FARA KHANISA✿

8 3 0
                                    

Fara berdiri memandangi gapura sekolahnya setelah kakak laki-laki pertamanya tidak terlihat. Hari ini dia diantar oleh kakaknya itu. Dia merapalkan kalimat-kalimat positif untuk menjalani satu hari di dalam bangunan ini dengan baik.

"Fara bisa! Semoga temen-temen Fara yang  gak datang semalam, hari ini bisa datang dan ... no more punishment!"

Gadis itu berjalan dengan menggenggam totebag berisi bekal makanan. Sesuai arahan panitia semalam, mereka akan makan bersama dengan bekal masing-masing hari ini.

Memasuki aula, Fara kebingungan mencari teman-teman satu kelompoknya. Yah, dia memang hanya mengingat wajah dua orang, Lyda dan Anna. Dan mencari mereka di antara ratusan orang ini membuatnya ciut. Dia takut dihampiri senior yang ingin membuat-buat kesalahannya.

"Fara! Sinii ...." Akhirnya maniknya menangkap sosok heboh yang semalam bersamanya, Lyda Mozaloka.

Fara bergegas menghampiri Lyda. Berusaha menunjukkan senyumnya. Di sana juga ada Anna yang tengah duduk menatap lurus ke arahnya, hanya menatap, tidak tersenyum. Menyeramkan.

Mereka bertiga sudah duduk di satu tempat yang sama. Kegelisahan Fara terlihat jelas di wajahnya. Dia benar-benar gelisah membayangkan lagi-lagi mereka hanya bertiga. Teman-temannya yang lain itu, jika tidak ada niat belajar, kenapa harus mendaftar?

"Stt, masam banget tuh muka." Lyda menyenggol lengan Fara. "Gak usah takut, kelompok kita yang belum datang tinggal satu orang, kok. Tuh, empat orangnya, grup dalam grup." Lyda menunjuk empat orang lain yang ternyata bagian dari kelompok mereka dengan dagunya.

"Ohh ...."

"Kelompok ceria?"

Seorang perempuan menghampiri mereka. Lyda yang sepertinya mengenal orang itu segera berdiri. Anna mendengus malas, sepertinya dia juga mengenal orang itu.

"Kakak anak baru juga?? Terus ... Kakak kelompok ceria?? A-atau mau nagih uang minyak??" cerocos Lyda.

"Riella Lisnawati, kelompok ceria." Riella hanya mengucapkan hal itu dan duduk di sana, fokus pada ponselnya.

Perasaan Fara menjadi tidak enak. Bagaimana mungkin dirinya yang lemah lembut itu harus disatukan dengan berbagai jenis orang dengan karakter berlawanan dengannya? Apakah dunia selalu setidak adil ini?

"Kak ... eh, Riel, ntar uangnya gue kasihin yak!"

"Gak usah, jangan berisik bisa gak, sih?" Riella mengacuhkan segala hal yang ada di situ. Tampaknya dia tidak dalam mood yang baik, atau memang selalu seperti itu?

"Okeeyy, berarti besok-besok gue traktir di kantin!" Lyda bersorak riang, sampai-sampai siswa lain melirik ke arah mereka.

"Far, ternyata Riella tuh yang gue ceritain nebengin gue semal–" Lyda tampak berpikir.

"Lah, berarti harusnya semalam kan lo dateng. Lo bolos, Kak?! Ya ampun, gak Anna gak Riella ... emang doyan cabut ya kalian? Tapi–" Lagi-lagi Lyda menghentikan kalimatnya. Kali ini karena tatapan horor dari Anna.

"Oh, iya. Seharusnya semalam kita tentuin ketua kelompok, tapi banyak yang gak dateng. So ... kita harus tentuin sekarang, sebelum kegiatan mulai." Lyda kembali pada tingkat kewarasannya. Sebelumnya gadis itu sudah memanggil empat orang lainnya untuk bergabung.

"Kita berempat anggota aja, deh." Ardina menyahuti perkataan Lyda. Fakta lain yang terjadi adalah, empat orang lainnya itu ternyata dua pasangan yang memang sudah saling mengenal.

Fara mencuri pandang pada Anna dan Riella. Entah menghargai atau bagaimana, dua manusia dingin itu memfokuskan perhatian pada Lyda.

"Jangan anggota-anggota aja lo pada. Ingat kontribusi," sindir Lyda pada empat orang itu. "Kalo lo gimana, Far? Kayaknya lo yang paling waras, nih." Lyda terkekeh membenarkan kalimatnya sendiri.

CAMARADERIEWhere stories live. Discover now