◍•RIELLA LISNAWATI•◍

8 2 1
                                    

Netra cokelat itu menatap lurus ke arah seorang siswa laki-laki. Dia paham betul bahwa laki-laki itu kakak kelasnya dan dia dapat mendengar dengan jelas bahwa dia juga ketua pelaksana untuk kegiatan orientasi yang membosankan ini. Benar sekali, Riella tengah menatap ke arah Arjuna. Dia ingat dengan jelas bahwa orang itu adalah orang yang dikalahkannya semalam. Kebetulan yang menyebalkan.

Arjuna yang ditatap terang-terangan pun menghampiri Riella, kelompoknya. Mengabaikan Lyda yang tengah menyengir dengan dua jempol terangkat, lalu berdiri tepat di hadapan Riella.

"Nama?" tanya Arjuna ketus.

Riella tidak menjawab, di menggerakkan karton yang sejak tadi menjadi kalungnya. Arjuna menyipit dan mengangguk setelahnya.

"Riella Lisnawati. Ada yang salah sama saya? Atau cuma perasaan saya doang kamu dari tadi liatin saya dengan sinis?" Penghuni aula yang lain mengambil posisi untuk mencuri dengar mengenai apa yang terjadi.

"Ch, kepedean sekali anda." Jawaban yang sangat-sangat tidak diharapkan oleh siapapun itu, terlebih Lyda. Gadis itu sudah melotot sempurna membayangkan ultimatum apa lagi yang akan didapatkan kelompoknya hari ini.

"Saya liat semalam kamu gak ada dalam kelompok, alasannya?"

"Tadinya gak minat ikut kegiatan ngeribetin. Tapi di paksa, tuh, sama merecon." Riella mendelik ke arah Lyda yang sudah ketar-ketir.

"Nice. Kegiatan ngeribetin, ya? Saya bakal nunjukin ke kamu, apa yang bisa dilakukan kegiatan ngeribetin ini. Selamat menikmati keribetan, Nona."

Desas-desus segera terdengar dari segala penjuru. Terutama percakapan antar sesama perempuan yang tentunya mengambil peran dalam kumpulan pengagum Arjuna.

"Dih, norak banget."

"Mau niruin novel fiksi. Sosoan cuek dan gak tertarik biar di-notice sama Kak Juna."

"Stt, jangan bego-bego banget." Riella menatap kasihan pada siswi yang baru saja mengata-ngatainya. "Dari awal dia yang sok fiksi, berharap orang-orang goblok kayak kalian tertarik. Ehh ... kesampaian." Riella membalas dengan suara pelan namun penuh penekanan.

Siswi itu ingin menjambak rambut Riella namun ditahan oleh teman-temannya. Bisa berantakan jika mereka membuat keributan hari ini. Sementara Lyda menatap Riella dengan tatapan kagum. Dia berpikir bahwa tidak salah mengidolakan seorang Riella.

***

"Eh, ada si paling ribet. Mau ke mana sendirian?" Arjuna menghadang langkah Riella yang hendak menjauh dari kerumunan. Jam istirahat baru saja dimulai.

Tidak menggubris, Riella melanjutkan langkahnya. Hal itu membuat Arjuna tersenyum penuh arti kepada teman-teman yang membersamainya.

"Eish, jangan buru-buru dong! Nih, ditunggu sama Bu Cara di perpustakaan. Killer, gak tau deh kalo lo kelamaan anternya. Good luck!" Setelah mengucapkan hal itu Arjuna dan teman-temannya berlari meninggalkan Riella.

Sangat beruntung karena tidak ada yang melihat mereka. Ingat, Arjuna ingin membangun citra baiknya sebagai buaya berkelas di sekolah ini.

Riella yang sempat diam di tempat mendengus dan berpikir untuk membalas perbuatan tidak masuk akal Arjuna. Memangnya dia sebodoh apa sampai mau menuruti orang itu?

"Guys!! Ada yang mau bantuin Kak Juna, gak?" panggil Riella melihat segerombolan siswi baru hendak melewatinya.

"Bantuin Kak Juna?" tanya salah satu dari mereka, meskipun tidak begitu yakin.

"Iya, ini." Riella menunjukkan tas yang mungkin saja berisi buku-buku. "Tadi gue ditawarin, kalo bantuin Kak Juna antar ini ke perpustakaan, ketemu Bu Cara, nanti mau di traktir pas selesai orientasi. Tadinya, sih, gue mau ... tapi katanya harus cepet, dan gue harus ke toilet." Dia benci harus berbicara panjang lebar pada orang tak dikenal.

CAMARADERIEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora