。◕LYDA MOZALOKA◕。

15 6 0
                                    

"Membuat orang lain bahagia, juga sebuah kebahagiaan."

•••

"Kak! Uang minyaknya belum saya kasih! Nama saya Lyda, Kak, kalo nanti mau nagih uangnya!!"

Lyda Mozaloka adalah pemilik suara cempreng yang rasanya mampu menembus dinding-dinding setiap kelas di sekolah tempatnya berdiri saat ini. Ya, menurutnya dia harus melakukan itu agar pemilik motor yang ditumpanginya mendapatkan haknya, uang minyak yang sempat dijanjikan.

"Lah, bahasa gue kok kayak orang tolol, sih?"

Lyda menggaruk punggung lehernya yang 'tak gatal, bingung sebenarnya ingin berbicara formal atau kasual pada gadis bermotor tadi. Ia ingin berbicara kasual, tapi dirinya takut jika lawan bicaranya itu kakak kelasnya. Tapi saat berbicara formal, entah mengapa dirinya merasa usia mereka 'tak jauh berbeda.

"Pffft, bisa-bisanya gue bilang abang-abang. Mana gue sangkain penculik, bego banget."

Lyda terkikik dan kemudian memaki dirinya sendiri yang sudah berprasangka buruk pada orang yang sudah membantunya. Sudut matanya 'tak sengaja menangkap jarum kecil yang ada di jam tangannya, membuat kedua matanya melotot.

"God, gue telat!!!" pekiknya lagi. Gadis ini memang suka heboh sendiri, membuat satpam yang baru saja kembali dari kantin sembari memegang segelas kopi terkejut dan menggeleng heran.

Dengan kedua kaki supernya yang telah memenangkan beberapa lomba lari di kota mereka, Lyda berlari sekuat tenaga memasuki area sekolahan. Baru saja memasuki lorong, langkahnya terhenti. Keringat dingin bercucuran dari dahinya.

"T-tunggu ... ngumpulnya ... di mana ya?" gumamnya lesu.

"Apa ke sana kali, ya?" Lyda melangkah setengah ragu dan setengah pasti melaju ke arah kanan. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika arah yang ia tuju ini benar. Namun ternyata, Dewi Keberuntungan memanglah bukan sesuatu yang nyata.

"Lah, kok toilet cowok?!" seru Lyda setibanya di ujung lorong.

Luasnya sekolah ini boleh diacungi jempol. Ia sudah melewati banyak kelas namun semua kelas dalam keadaan kosong. Tentu saja, karena ini masih merupakan hari libur untuk siswa-siswi sekolah ini. Hanya peserta dan panitia masa perkenalan lingkungan sekolah sajalah yang hadir harus hadir.

Entah bagaimana prospek tingkat keberuntungannya,  kedua bola mata besar milik Lyda ini ‘tak juga menemukan keberadaan orang lain di lorong yang ia lewati. Setelah dirinya memutuskan untuk menuju ke arah lorong yang berlawanan, ia justru menemukan ruang guru yang bersebelahan dengan ruang kepala sekolah.

"Ini orang-orang pada ke mana, sih? Ya iya, lah, kaga ada orang. Udah pada baris, nih, pasti. Tapi di mana?? Do something, Lyda ...."

Gadis itu bermonolog, masih dengan gerakan tangannya yang menunjukkan bahwa dia sedang panik.
Tangannya menggaruk rambutnya frustasi, membuat pita peserta masa perkenalan lingkungan sekolahnya itu terlihat tidak simetris.

Lyda kembali berjalan ke titik semula, gerbang depan sekolah. Ia memutuskan untuk bertanya kepada satpam, jika tidak, dia akan menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk mencari di mana tempat berkumpulnya orang-orang.

Lyda berjalan secara perlahan menuju pos satpam lalu memberanikan diri untuk bertanya, "Permisi, Pak. Saya mau nanya–"

"Uhuk! Uhuk!" Pak Satpam yang tidak memiliki rambut sama sekali itu menoleh setelah terbatuk saat menyeruput kopinya.

"Ya Allah, Ya Gusti, Neng. Jangan tiba-tiba muncul di belakang, atuh. Gimana kalau kopinya tadi keluar lewat hidung?" ujarnya sedikit kesal tapi masih dengan suara yang selembut mungkin.

CAMARADERIEWhere stories live. Discover now