✿RIELLA LISNAWATI✿

13 5 0
                                    

Riella membuka pintu rumahnya dengan malas. Tidak ada yang menarik sama sekali di sekolah hari ini. Entah apa dia bisa disebut sekolah, sebab dia hanya duduk merokok di belakang sekolah. Untung orang yang bersamanya di belakang sekolah segera pergi ketika mendapat panggilan entah dari siapa. Jadi dia bisa tidur dengan tenang di tempat sempit itu.

Sebenarnya dia berniat bergabung dalam kegiatan di sekolah meskipun terlambat, tapi memikirkan tentang orang yang menantangnya untuk balapan malam ini membuat niatnya untuk sekolah luntur. Dia merasa bahwa akan ada suatu hal, mungkin kecurangan? Sebab penantang itu memberikan taruhan yang tidak fair.

"Duduk." Suara ketus itu menginterupsi lamunannya. Kakaknya sudah duduk dan menatap horor ke arahnya. Meskipun enggan, Riella tetap duduk berhadapan dengan kakaknya itu.

"Mau lo apa, sih?" Riella masih diam tidak ingin melihat wajah kakaknya. "Ke mana aja lo seharian?"

"Sekolah. Apaan, sih?"

"Kalo lo sekolah, gue gak bakalan dihubungin pihak sekolah. Gue udah bilang kurang-kurangin masalah, kurang jelas? Lo tuh mikir bisa gak, sih? Gue kerja, ngurus Kenzo, harus ngurusin lo yang gak bisa ngurus diri sendiri! Paham dong, Dek."

"Gue gak minta lo urusin gue, Kak."

"Kalo lo gak minta gue urusin lo, kenapa lo masih di rumah ini?" Ini tidak seharusnya sampai begini, namun perempuan dengan rambut ikal pendek itu sangat tersulut emosi.

"Oh ... lo nyuruh gue keluar dari sini, Kak? Fine! I'll do it. Just wait and see."

Riella berdiri dan berjalan cepat ke kamarnya. Jangan lupakan suara hentakan pintu yang menggema di rumah itu. Entah apa yang dipikirkannya, tapi Riella hanya mengambil beberapa helai pakaian dan tasnya lalu bergegas keluar dari rumah itu.

Deera menghela napas kasar, menggenggam erat remot yang sedari tadi ada di genggamannya. Tentu saja bulir yang sudah sering keluar kembali unjuk diri. Deera tidak bersuara, namun bulir itu enggan untuk berhenti.

"Mami?" Bocah tiga tahun muncul dari balik pintu dengan tatapan bangun tidurnya. Bocah itu akhir-akhir ini sangat senang membuka dan menutup pintu.

"Sayang, udah bangun?" Deera menghampiri anak gemas itu, menggendong dan menciumi pipi putihnya. Anak itu hanya tertawa merespon tindakan Deera, ibunya.

"Mami, Ken denger suara Tiel?"

"Tielnya pergi lagi, sayang. Ken temenin Mami bikin makanan buat Ken, mau?"

"Mau!" serunya kegirangan.

Kenzo Freeztian, anak kandung Deera dan tentu saja menjadi keponakan Riella satu-satunya. Anak laki-laki manis itu tumbuh dengan baik meski tanpa sosok ayah. Tidak ada yang pernah membahasnya. Bahkan bungkamnya Deera tentang ayah kandung Kenzo semakin memupuk kemarahan Riella.

Baginya tidak ada lagi yang bisa dijadikan pegangan di dunia yang menyeramkan ini. Tidak ayahnya, tidak lagi ibunya, tidak juga kakak satu-satunya. Mungkin sesekali Riella termenung memikirkan nasib dan masa depan Kenzo, namun di sisi lain, baginya Kenzo lah pemuncak perpecahan keluarga mereka. Diasingkan oleh ayahnya hingga harus tinggal jauh dari kota kelahirannya, tempat di mana seharusnya dia bisa mengenang mendiang ibunya.

***

Riella yang tidak punya tempat tujuan berdiri tegak di depan sebuah rumah. Mungkin lebih kecil dari rumahnya, namun hanya ini satu-satunya harapan. Mungkin sampai dia berhasil mendapatkan uang hasil kemenangan malam nanti.

"An–"

Ceklek!

Riella baru saja hendak menyerukan nama dari salah satu temannya sampai pintu itu lebih dulu terbuka. Menampilkan sesosok perempuan yang sudah tentu dikenalinya.

CAMARADERIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang