3. Kesialan

3.9K 142 4
                                    

"Nona Cornell, jika kau tidak bisa berkonsentrasi pada kelasku, maka kau bisa segera angkat kaki," ucap Edgar saat menangkap basah Selena yang menguap di tengah kelasnya.

Tentu saja Selena segera mengatupkan bibirnya rapat-rapat setelah meminta maaf pada Edgar. Selena kembali mencoba fokus pada kelas Edgar yang sebenarnya sangat sulit tersebut. Selena mencubit tangannya sendiri, sebelum kembali fokus mencatat materi, dengan Rene yang duduk agak jauh darinya tampak menatap Selena dengan cemas. Selena dan Rene tentu saja berada di kelas yang sama.

Kelas Edgar memang terkenal sulit. Namun, terkenal pula sebagai kelas yang sangat mudah penuh slotnya. Karena itulah, ada banyak orang yang berebut untuk mendapatkan kursi di kelas Edgar. Mengingat jika berhasil mengerjakan tugas dan ujian dengan baik, mereka akan mendapatkan gengsi dan nilai yang bisa mereka banggakan. Sayangnya, memang sangat sulit bagi setiap mahasiswi atau mahasiswa untuk mendapatkan nilai tinggi dari Edgar. Sebab Edgar sendiri menerapkan standar tinggi di setiap ujiannya.

Setelah setengah jam kemudian, Edgar pun berkata, "Baik, kelas kita akhiri di sini. Tolong kumpulkan tugas essai kalian paling lambat akhir bulan ini. Terima kasih."

Setelah mengatakan hal itu, Edgar tentu saja pergi meninggalkan kelas tersebut. Sementara Selena bergegas untuk berkemas dan akan pergi mengejar Edgar. Namun, Rene sudah lebih dulu menahannya dan berkata, "Selena, aku ingin berbicara denganmu mengenai tadi malam."

Selena yang merasa harus lebih dulu mengejar Edgar pun berkata, "Maaf, Rene. Bagaimana jika kita membicarakan hal itu nanti? Aku harus pergi, ada sesuatu yang harus kulakukan."

Rene tidak diberikan kesempatan untuk mengatakan apa pun karena Selena sudah pergi begitu saja dengan membawa tasnya. Rene mengikuti langkah Selena untuk beberapa saat, dan dirinya pun sadar bahwa Selena pergi untuk mengejar Edgar, profesor tampan yang galak itu. Benar, Selena mengejar Edgar, tetapi pada akhirnya Selena harus masuk ke dalam ruangan Edgar. Tentu saja Edgar yang sudah duduk di kursinya menatap Selena dengan penuh tanda tanya.

"Apa ada hal yang tidak kau mengerti mengenai tugas yang sudah kuberikan?" tanya Edgar.

"Bukan seperti itu, Prof. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu mengenai masalah tadi malam," jawab Selena membuat Edgar membenarkan letak kacamata yang ia kenakan.

Tentu saja, Selena berharap Edgar bisa diajak bekerjasama. Jadi, Selena segera melanjutkan dengan bertanya, "Profesor belum mengatakan masalah itu pada nenek atau kakek, bukan?"

Selena menatap Edgar penuh harap. Namun, harapan Selena dipatahkan begitu saja. Sebab Edgar berkata dengan dingin, "Ke luar. Aku tidak ingin membicarakan masalah pribadi di tempatku bekerja."

Selena merasakan sudut bibirnya berkedut. Susah payah, dirinya menahan makian terlontar begitu saja dari bibirnya. Tentu saja dirinya tidak boleh menambah masalah lagi dengan Edgar. Selain ingat jika Edgar berkuasa dalam memberikan nilai dalam salah satu mata kuliahnya yang penting, kini Edgar juga menggenggam kelemahannya. Jika sampai Edgar tidak bisa menahan bibirnya, dan mengungkapkan apa yang ia ketahui pada Nelda dan Johan, sudah dipastikan bahwa riwayat Selena akan habis saat itu juga.

Jadi, kini Selena berusaha untuk tidak menyinggung Edgar. Sebisa mungkin, ia menyenangkan Edgar. Jika perlu, ia akan menjilat agar bisa memastkan bahwa Edgar tidak mengungkapkan rahasianya. Selena pun mengangguk dan berkata, "Baik, nanti malam saya akan berkunjung untuk membicarakan masalah ini. Kalau begitu, sampai jumpa."

***

"Ada apa?" tanya Edgar bahkan tidak membiarkan Selena masuk ke unit apartemen yang ia tinggali.

Waktu memang sudah berganti malam, dan kini Selena sudah berada di depan pintu apartemen Edgar. Tentu saja berhadapan dengan Edgar yang tampak santai dengan pakaian kasual yang membuat ketamapannya. "Apa Kakak sudah makan?" tanya Selena dengan senyuman merekah. Tampak berpura-pura akrab dengan Edgar.

Tentu saja Edgar yang menyadari hal tersebut menyipitkan matanya. Namun, Edgar menjawab, "Belum."

Selena pun seketika mendorong Edgar agar ada ruang baginya untuk masuk ke dalam unit apartemen mewahnya tersebut. Selena pun berkata, "Kalau begitu, biar aku memasakkan sesuatu untukmu, Kak."

Selena menuju dapur dengan begitu lancarnya. Seakan-akan unit apartemen tersebut adalah miliknya sendiri. Selena memang sudah terhitung sering memasuki unit apartemen tersebut, hingga dirinya terlihat begitu terbiasa. Edgar yang melihat Selena sudah mengenakan celemek dan bersiap untuk memasak pun memicingkan matanya.

"Apa sekarang kau tengah berusaha untuk membujuk diriku agar tidak mengadukan apa pun pada kakek dan nenekmu?" tanya Edgar saat Selena mencuci tangannya.

Selena pun bergega menghampiri Edgar dan mengangguk. "Iya. Aku tidak akan mengatakan omong kosong. Aku memang melakukan hal ini untuk menbujuk Kakak agar tidak mengatakan apa pun pada Nenek dan Kakek. Aku akan melakukan apa pun, karena itulah pastikan mereka tidak mengetahui apa yang Kakak ketahui," ucap Selena.

Edgar terdiam seakan-akan dirinya mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh Selena. Keterdiaman Edgar tersebut membuat Selena merasa sangat gugup. Lalu Edgar pun berkata, "Itu terdengar menarik. Tapi, aku tidak akan sepakat begitu saja. Aku perlu melihat, apa kau benar-benar berguna atau tidak untukku. Sekarang, lebih baik kau kembali dan memasakkan sesuatu untuk makan malamku."

Sebenarnya Selena agak jengkel karena Edgar bertingkah seperti ini. Namun, pada akhirnya ia pun memilih untuk mengangguk. Lalu dirinya berbalik untuk kembali ke dapur. Sialnya, setelah mengambil beberapa langkah, kakinya tidak berpijak dengan benar hingga tubuhnya dengan cepat jatuh, dan Selena jelas menjerit karena takut saat melihat sudut lantai dapur yang sedikit lebih tinggi daripada lantai lainnya. Jika kepalanya terbentur, sudah dipastikan jika Selena akan mengalami pendarahan pada kepalanya.

Namun, Edgar bergegas untuk menangkap tubuh Selena. Walaupun, pada akhirnya baik ia maupun Selena sama-sama terjatuh dan terbentur lantai. Selena yang memejamkan matanya dengan erat-erat untuk mengantipisasi rasa sakit yang ia rasakan, segera membuka matanya karena tidak merasakan rasa sakit sedikit pun. Hanya saja, sesaat kemudian Selena menyadari apa yang terjadi, dan tanpa sadar mengumpat, "Sial!"

Selena bergegas duduk dan memeriksa tangan Edgar yang jelas terluka karena membentur sudut lantai ketika melindungi dirinya. "Ba, Bagaimana ini?" tanya Selena mulai menangis saat melihat Edgar yang mulai meringis kesakitan.

Meskipun tidak terlihat luka luar yang membuat darah mengalir, tetapi Selena bisa melihat memar mengerikan melintang di tangan Edgar tersebut. Wajah Selena berubah pucat pasi, saat dirinya memikirkan kemungkinan bahwa saat ini tangan tangan Edgar mengalami retak atau bahkan patah. Parahnya, hal itu terjadi karena dirinya. Selena jelas menyalahkan dirinya atas hal yang terjadi tersebut.

Edgar yang melihat bahwa Selena tampak panik dan mulai menangis pun berhenti meringis. Ia berusaha untuk mengatur ekspresinya sebelum bertanya, "Kau bisa menyetir, bukan?"

Playing with My ProfessorWhere stories live. Discover now