Rumah Ridho

34 21 6
                                    

Hari sudah mulai gelap. Adzan maghrib mulai terdengar bergema di sepanjang jalan. Naz berusaha sabar menghadapi akibat dari kecerobohannya.

Ia sampai di rumah customer yang dimaksud. Ia lalu memarkirkan motornya dan memencet bel. Seorang satpam dengan name tag bertuliskan nama Yayan membuka gerbang. Satpam tersebut menanyakan keperluan Naz datang ke rumah majikannya.

"Saya mau konfirmasi soal paket yang tadi siang saya kirim ke sini Pak. Katanya paketnya nggak ada ya? " Ucap Naz menjelaskan maksud kedatangannya.

Satpam itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aduh neng saya nggak ngerti soal begituan. Mending neng masuk aja ketemu sama majikan saya.
" Ucapnya kemudian mempersilakan Nazira masuk.

Nazira mulai berjalan memasuki halaman rumah yang cukup luas. Ia berjalan perlahan sambil melihat-lihat rumah tersebut. Desain halaman dan bangunannya menurut penilaian Naz, mencerminkan sosok penghuni yang suka akan ketenangan, berpendidikan, dan suka nuansa alam.

Seorang pria mengenakan kolor selutut tiba-tiba keluar dari balik pintu rumah sambil membawa kresek sampah. Dengan santai pria tersebut berjalan membuang sampah ke sebuah tong di depan rumahnya.
Naz terdiam melihat siapa yang baru saja keluar dari balik pintu. Ia mengerutkan dahi. Sejenak Naz menggesek matanya untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat.

Ridho yang menyadari kehadiran seseorang di halaman rumahnya menoleh. Ia memerhatikan dengan saksama sosok perempuan itu. Nazira yang masih mengenakan helm kemudian mendekat.

"Bapak customer yang komplain gara-gara paketnya nggak nyampe? " Tanya Naz to the point.

"Hah? " Ucap Ridho tak percaya. Ia lalu mengecek ponselnya.

"Kamu kurir paketnya? " Tanya Ridho.

"Iya." Jawab Naz.

"Oh itu, paketnya tadi keselip. Kayaknya kegeser waktu satpam saya buka gerbang. Udah ada kok. " Ucap Ridho sambil tersenyum manis.

Nazira menghela napas kesal. "Bapak kenapa nggak konfirmasi si? " Ucapnya merengek seperti anak kecil. "Bapak tau nggak saya jauh-jauh balik ke sini buat mastiin paketnya ada. Padahal saya udah berharap bisa pulang dan istirahat. Mana sekarang udah maghrib lagi. Saya belum. Sholat. Nyampe di rumah bisa isya nanti. " Cerocos Naz kesal.

Ridho terlihat merasa bersalah. "Yah, Maaf-maaf. Tapi saya udah konfirmasi kok. Barusan banget. Nih liat deh. " Ucap Ridho sambil menunjukkan bukti di ponselnya.

"Percuma Pak saya juga udah terlanjur disini. " Ucap Naz ketus.

Ridho terlihat tak tega. " Yaudah kalo gitu kamu masuk dulu biar saya bikinin minum. Kamu juga boleh kok numpang sholat disini. Daripada nanti kemaleman maghribnya. " Ajak Ridho.

Naz terdiam. Ia mencoba mempertimbangkan tawaran Ridho. Ia sebenarnya tidak mau. Tapi waktu maghrib memang pendek dan rumahnya pun cukup jauh dari rumah Ridho. Disisi lain ia juga kehausan sekaligus kelelahan.

"Ayo." Ucap Ridho mengulang ajakannya.

"Kamu tenang aja, saya nggak akan macem-macem kok. " Ucap Ridho kemudian.

"Yaudah deh saya numpang sholat disini. " Ucap Naz menyetujui tawaran Ridho.

Ridho kemudian menujukkan tempat wudhu kepada Naz. Ia lalu mencari mukena di lemarinya. Ia masih ingat mukena Mamanya yang ketinggalan saat pertama mengantarkannya ke Garut. Ridho lalu menyerahkan mukena tersebut kepada Naz dan mengarahkannya untuk sholat di  kamar  tamu.

Diam-diam Ridho memerhatikan Naz sholat. Tenang sekali. Santai dan tidak terburu-buru. Berbeda sekali dengan sholatnya yang masih ngasal.
Selesai sholat, Naz melipat mukenanya dengan rapi. Ia lalu keluar menemui Ridho untuk berterimakasih.

"Saya langsung pulang ya pak. " Ucap Naz tidak mau berlama-lama.

"Sebentar lagi isya, nggak nanggung? " Tanya Ridho.

Naz menggeleng. "Isya waktunya lama. Saya bisa sholat di rumah. " Ucap Naz.

"Tapi saya udah bikinin kamu minum. Cicipin dulu deh. " Ucap Ridho.

Naz mengangguk setuju. Ia lalu duduk di ruang tamu sambil mengobrol dengan Ridho.

"Kamu kerja jadi kurir? " Tanya Ridho.

Naz mengangguk sambil mencicipi minuman buatan Ridho.

"Orangtua kamu tau? " Tanya Ridho kemudian.

Naz menggeleng pelan menjawab pertanyaan Ridho.

"Kenapa? " Tanya Ridho lagi.

"Nggak Papa si, cuman ini semuanya inisiatif saya sendiri. Saya pengin nabung biar nggak ngerepotin orangtua saya terus Pak. Makanya saya kerja. " Jawab Naz jujur.

"Kalo ortu kamu tau gimana? " Tanya Ridho.

"Ya jangan lah Pak. Bisa-bisa mereka marah sama saya. Ini aja saya pergi dari pagi alesannya ngurusin komunitas. " Ucap Naz.

Suasana hening sejenak. Ridho menatap Naz sekilas. Wajahnya memang seperti anak SMP. Terlihat lebih muda dari usianya.

"BTW, mungkin emang udah takdir kali ya kamu harus ke rumah saya malem ini. " Ucap Ridho kembali membuka pembicaraan.

"Hmm, takdir yang kurang mengenakkan. " Ucap Naz datar.

"Kok kurang mengenakkan? "

"Ya iya lah Pak. Saya harusnya udah pulang dari tadi. Udah istirahat di rumah, udah rebahan. Terus tinggal tidur. "

Ridho terkekeh pelan. "Yaudah, sekali lagi saya minta maaf. Sebagai permintaan maaf yang lebih jelas, gimana kalo saya nganterin kamu pulang? "

Reflek Naz menggeleng. "Nggak papa pak saya bawa motor sendiri. " Ucapnya.

Naz tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Mamanya mendapati ia pulang malam diantarkan seorang laki-laki. Ia pasti akan diomeli.

"Motor kamu nanti dibawa Mang Yayan satpam saya. " Ucap Ridho memberi solusi. "Lagian ini udah malem kan, nggak baik kamu pulang sendiri. " Lanjutnya meyakinkan.

"Nggak papa Pak nggak usah. Lagian rumah saya jauuuuh banget. Kaya di ujung dunia. " Ucap Naz Beralibi.

"Masa sih? " Tanya Ridho.

"Serius Pak, nanti Bapak Nyesel lagi nganterin saya. "

Ridho terkekeh pelan. "Yaudah kalo kamu nggak mau nggak papa. "

"Oh iya Pak, saya takut kemaleman, kayanya saya pamit sekarang aja deh. " Ucap Naz.

"Serius mau pulang sekarang? "

"Iya Pak, soalnya makin malem jalanan makin sepi. Takut. " Ucap Naz bergidik ngeri.

Ridho melihatnya gemas. Ia lalu tersenyum dan mengangguk memberi izin.

Naz lalu pulang ke rumahnya. Entah kenapa, Ridho merasa nyaman mengobrol dengan gadis itu. Tak pernah sebelumnya ia bertemu dengan perempuan seperti Nazira. Tidak sama sekali.

•••

Naz menjalankan motornya perlahan. Semua mimpinya satu persatu terwujud. Setelah Ridho hadir di kehidupannya dan segala khayalannya terjadi, ia merasa tak memerlukan hal yang lebih lagi. Ia benar-benar tidak mau berharap lebih pada sosok Ridho yang selama bertahun-tahun selalu menjadi cinta khayalannya.

Tanpa disadari, sepanjang jalan Naz senyam-senyum sendiri. Segala hal yang dialaminya hari ini, yang mungkin terdengar seperti coretan kisah  novel atau sinetron, nyatanya merupakan sebuah kisah real.

Naz beruntung pernah suka pada Ridho. Ia juga merasa beruntung pernah menjadi salah satu orang yang berkunjung ke rumahnya meskipun secara tidak sengaja.

~~~

Hai para Fans Ridho. Kira-kira siapa nih yang terbayang di pikiran kalian waktu kalian baca tentang Ridho?
Perlu nggak ya aku kasih cast biar gambaran mereka lebih nyata?

Stay read, vote, comment, share, and follow..

Salam hangat
Nanaz

My DoorWhere stories live. Discover now