18 Bunga, 18 April

28 19 15
                                    

Naz berjalan masuk ke dalam kampus. Ia sengaja datang pagi-pagi saat belum banyak mahasiswa lain datang. Naz terlihat menyelinap masuk ke dalam pos satpam lalu menemui Om Pipip—satpam kampus.

"Pagi Om. " Sapa Naz ceria.

Om Pipip yang tengah asyik nonton siaran ulang pertandingan liga Inggris sama sekali tidak menggubris. Ia malah terus menyoraki Mohamad Salah idolanya yang tengah berlari kencang sambil menggiring bola.

"AYO AYO DIKIT LAGI!!! " Sorak Om Pipip semangat.

Naz melipat lengannya sambil tetap memegang erat payung pink milik Ridho. Ia lalu berjalan beberapa langkah.

"PAGI OM GANTEEEENG. " Sapa Naz lebih keras kali ini.

Om Pipip terlihat terkejut. Ia lalu membalikan badan melihat ke arah Naz. Tak lama, fokusnya kembali menuju lurus ke arah televisi saat terdengar pekikan "GOOOOOLLL.. " dari benda kotak tersebut.

Naz memutar bola mata. Om Pipip asyik joget-joget merayakan gol dari legenda Mohamad Salah. Dengan sabar Naz menunggu sampai pria berusia 35 tahun itu selesai dengan aksinya.

Tak lama, half time tiba. Pertandingan berhenti. Om Pipip terlihat menghela napas. Wajah excited-nya masih belum pudar. Ia senang melihat pertandingan yang sebelumnya tak sempat ia tonton karena harus berjaga.

Tatapan Om Pipip tiba-tiba menangkap sosok bayangan seorang perempuan muda yang tengah berdiri sambil melipat tangan dan memegang sebuah payung pink.

"Eh ada si Eneng. Ngapain di sini Neng? " Tanah Om Pipip sambil tersenyum semringah.

"Saya dari tadi tau Om berdiri disini. Eh malah di cuekkin. " Ujar Naz merajuk.

Om Pipip tertawa. "Hah? Masa sih Neng? Kok saya nggak nyadar ya? " Ucapnya masih dengan wajah ceria.

"Ya iya orang Om dari tadi sibuk liatin bola. "

Om Pipip nyengir tak bersalah. "Maaf Neng, kalo udah berhubungan sama Liverpool Om Pipip mah nomor satu. Nggak bisa beralih kemanapun. "

" Hadeuh Om, untung aja nggak ada maling. " Ucap Naz sambil geleng-geleng.

Om Pipip masih nyengir. Tak lama, ekspresinya berubah. "Di luar hujan neng? " Tanya Om Pipip salfok pada payung yang ada di tangan Naz.

"Enggak om, cerah kok. "

"Terus itu ngapain bawa-bawa payung? "

Naz melihat payung di tangannya. "Oh ini. Saya mau nitip disini ya Om. Ini punya Pak Ridho. Nanti kalau Pak Ridho mobilnya keliatan lewat, Om Pipip kasih ke dia ya. " Ujar Naz meminta tolong.

Om Pipip menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aduh Neng Naz, Om takut nggak ketemu sama dia. Gimana kalo nanti keburu ganti shift Neng?" Ucap Om Pipip menolak secara halus.

Naz mengerucutkan bibirnya. "Yah Om, Please, tolongin dong. " Naz lalu memikirkan sesuatu. "Oh iya, gini aja. Saya nanti chat Pak Ridho buat ngasih tau kalo payungnya saya titipin disini.  Boleh ya? " Bujuk Naz.

Om Pipip terlihat berpikir. "Ehm, boleh aja si. Tapi kenapa Neng Naz nggak anterin langsung ke ruang dosen? " Tanya Om Pipip kemudian.

Naz menggigit bibir atasnya. "Ehm, nggak papa si Om. Cuman aku malu dan takut ganggu. Jadi nggak papa aku titipin disini ya? "

Om Pipip lalu mengangguk menyetujui. "Yaudah neng nggak papa kalo gitu. Simpen aja di sini. Biar nanti kalo Pak Ridho kesini Om kasih."

Naz tersenyum semringah. "Nah gitu dong Om. Makasi banyak ya. " Ucap Naz ceria. Ia segera pamit untuk pergi ke kelas dan mengikuti pelajaran.
Naz lega payungnya sudah ia simpan di pos satpam. Setidaknya, ia tidak perlu repot-repot menemui Ridho hari ini.

My DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang