Chapter 12 🖤

7 2 0
                                    

Sesuai instruksi pembawa acara, semua peserta beristirahat di kamar masing – masing. Penentuan tempat tidur sudah dilakukan beberapa menit yang lalu setelah perkenalan. Satu kamar tidur berisi tiga orang, dan Kayela tidur dengan Clara (seorang model yang cantik dan tinggi), serta Sylvia (seorang akuntan bank swasta yang cukup ternama). Berdasarkan kesan pertama Kayela, dari kedua roommate-nya itu, terlihat Sylvia yang lebih welcome dan ramah padanya. Contohnya seperti sekarang ini, Kayela yang baru saja keluar kamar mandi setelah ganti baju, langsung Sylvia ajak untuk house tour. Sementara Clara sudah tidak ada di kamar tanpa basa basi mengajak atau pamit padanya. Tapi memang Kayela siapanya Clara? Kenapa harus berpikir kek begitu? Jadi ya sudahlah ya.

House tour yang dimaksud Sylvia ternyata keliling rumah sambil berkenalan dengan peserta pria yang ditemuinya. Pendapat pribadi Kayela, ini adalah ide yang buruk. Dia benar – benar tidak nyaman dengan situasi ini. Kayela hanya bisa senyum kaku menanggapi obrolan Sylvia dengan seorang pria yang entah siapa namanya, karena Kayela lupa nama pria tersebut padahal baru beberapa detik yang lalu pria itu memperkenalkan nama dirinya. Hingga seseorang dari arah belakang menepuk pundaknya.

“Kay..”

Kayela berbalik badan dan betapa senangnya dia. Akhirnya ada yang menolong dia untuk keluar dari situasi canggung ini. Sara memang sahabat plus penyelamatnya.

“Sorry ya ganggu dulu, saya ada perlu dengan Mbak Kayela.” Dengan sopan Sara meminta izin pada Sylvia dan si pria yang sedang mengobrol dengan Kayela, meskipun kenyataannya dari tadi Kayela tidak ikut pada obrolan mereka.

“Oh iya, silahkan mbak.” Balas Sylvia, tidak kalah sopan.

🖤🖤🖤

Langkah Sara berhenti di taman belakang rumah, yang mana tidak ada siapapun di sana, baik peserta maupun kru acara. Kayela tentu saja mengikuti sang sahabat. Tanpa babibu Sara mengeluarkan ponselnya dari saku bajunya lalu memberikannya ke Kayela.

“Apa?” tanya Kayela, tidak paham dengan maksud yang dilakukan Sara.

“Asisten lo tadi telepon gue, dia mau tanya soal kerjaan ke elo.”

“Oh.” Kayela mengambil ponsel Sara lalu mulai mencari kontak asistennya.

“Kok bisa-bisanya elo gak wanti-wanti ke bawahan lo dulu sih sebelum ke sini?”

“Ssstt..!!” Jari telunjuk kiri Kayela diletakkan di depan bibirnya agar Sara berhenti mengomelinya.

“Ya sudah lo beresin dulu urusan lo, kalau sudah lo balikin hp gue, gue ada di lantai atas.”

“Ok, bestie.” Dengan nada datar.
Sambungan telepon kini sudah mulai tersambung, dalam hitungan beberapa detik asistennya yang bernama Sania seperti merek minyak kelapa itu langsung mengangkat panggilannya itu.

“San..”

“Halo Bu.” Nada Sania terdengar gembira mendapat panggilan dari Kayela.

“Ada apa?”

“Itu bu, tadi kan sesuai schedule hari ini ada janji temu dengan beberapa klien, salah satunya Mbak Cinta, tapi tadi dia marah karena yang tanganin bukan ibu. Dia besok minta ketemu sama ibu, sudah saya jelasin ibu gak bisa tapi dia keukeuh kalau tidak, dia bakalan cari desainer lain. Gimana ya bu?”

“Klien yang lain ada yang protes juga?”

“Gak ada bu, semuanya lancar tanpa masalah. Paling request dikit – dikit kayak biasanya.”

“Gini, kamu...” Ucapan Kayela terhenti karena tiba – tiba saja Romi muncul di hadapannya. Kata – kata yang ingin Kayela ucapkan pada Sania pun mendadak hilang dari otaknya. Fokus Kayela buyarlah sudah karena kehadiran Romi.

“Bu.. Ibu.. Halo Bu..”

Beruntung, suara Sania di seberang sana membuatnya kembali pada akal sehatnya. Hampir saja dia terbawa emosi.

“Em.. San. Saya pikirin dulu solusinya gimana, nanti saya hubungin kamu lagi. Bye!”

Kayela mematikan sambungan telepon lalu pergi dari hadapan Romi, tapi dengan seenaknya Romi mencekal tangannya. Kayela jadi flashback. Posisi ini mengingatkannya akan masa lalu. Masa di mana dia masih mencintai laki – laki di depannya ini dengan dalam. Hingga mengingatkannya juga pada rasa sakit beberapa tahun yang lalu. Kini rasa terluka dan terabaikan yang dulu pernah dia rasakan karena Romi kembali merayap ke hatinya.

‘Apa – apaan ini? Kurang ajar banget. Dia udah lupa apa yang dilakukan dulu sama gue?’, Kayela membatin.

Wajar saja Kayela kesal seperti itu, sebab untuk menjadi Kayela yang baru seperti sekarang ini, banyak air mata yang keluar. Susah payah dia keluar dari masa terpuruknya akibat si pecundang yang sedang memegang pergelangan tangan kirinya ini, dan dia pasti tak ingin mengalaminya lagi. Apa yang telah tertoreh pasti akan ada bekasnya. Bagi Kayela, Romi telah menorehkan luka yang cukup membekas. Diasingkan, diabaikan, tanpa tahu sebab apa salahnya.

Mungkin, kalian hanya tahu cerita sampai Romi menjauh dan Kayela menerima dengan legowo. Sebenarnya, masih ada cerita sebelum Kayela pada tahap menerima keputusan Romi untuk pergi. Kayela sempat mendatangi rumah Romi, tapi yang menemuinya adalah ibu tirinya Romi. Beliau mengatakan bahwa Romi sedang tidak ada. Padahal Kayela lihat motor Romi terparkir di halaman rumah mereka. Selain itu, di sekolah, Kayela juga menemui Romi ke kelasnya, tapi Romi malah beralasan bahwa dia sedang sibuk. Padahal jelas – jelas Kayela melihat Romi hanya mengobrol dengan seorang murid cewek di kelasnya. Hal itu membuat Kayela merasa bingung, di kepalanya terus mempertanyakan, ‘apa dia melakukan kesalahan yang fatal?’ Apalagi setiap tidak sengaja akan berpapasan, Romi selalu langsung mengambil arah lain agar tidak bertemu dengan Kayela. Tentu, itu melukai Kayela, bagaimanapun juga hati perempuan itu mudah rapuh. Dari sanalah, Kayela berhenti mengharapkan Romi kembali.

🖤🖤🖤

Mix & MatchWhere stories live. Discover now