🏃K's-15🏃

29.3K 3.8K 330
                                    

Lama banget komennya huhuuuuuu, mari biasakan vote diawal atau diakhir chapter🏃

200 vote dan 80 komen🏃

><

Jam 11 malam, Klairin baru saja pulang dari rumah Lia dan juga setelah seharian dia di florist guna memantau perkembangan.

Rumah terlihat sepi, Klairin memarkirkan motornya di garasi, melepaskan helm dari kepalanya lalu menggantungkan kunci digantungan khusus kunci didinding.

Dia menghela napas pelan, agak takut masuk ke dalam rumah karena ini sudah tengah malam.

"Semoga udah pada tidur ya." Klairin berjalan menuju pintu garasi, pintu itu terhubung langsung ke dalam rumah.

Jantungnya berdegup kencang, merasakan ketakutan yang teramat kuat.

Cklek.

Pelan, Klairin membuka pintu "Assalamualaikum-"

PLAK!

Pipi nya yang sebelah kanan baru saja sembuh, tapi pipi kiri nya sudah kena tamparan lagi dan kali ini rasanya sangat sakit.

"Bagus, anak perempuan pulang jam 11 malam, mau jadi apa kamu hah!?"

Mesya tampak emosi, dia menatap Klairin yang menunduk didepannya, gadis itu masih lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Maaf ma, tadi Klai mampir ke nikahan Kak Lia."

"Itu bukan alasan, kamu tau? Gara-gara tingkah kamu, Seven sakit! Dia demam dan nyariin kamu seharian ini! Tapi kamu malah buat saya malu lagi dengan cara pulang tengah malam!?"

"Maaf Ma.."

"Anak pungut kaya kamu itu, harusnya tau terima kasih! Anak gak berguna gak usah banyak tingkah!"

Klairin merasakan sakit didadanya, dia meremat ujung rok seragamnya lalu mengangguk pelan.

"Iya Ma..Klairin tau." lirihnya.

"Karena kamu udah buat saya malu lagi, kamu harus dihukum!" Mesya meraih rotan tebal yang ada disebelah guci, tatapan mata Klairin menunjukan ketakutan yang besar.

Trauma nya kembali, rotan itu selalu menjadi benda yang akan dilayangkan ke tubuh nya setiap kali Klairin melakukan kesalahan.

"M-ma maaf, tapi jangan pukul-"

CTAS!

CTAS!

CTAS!

"Ugh..mami..maaf.." rintihnya, rotan itu dilayangkan kebetis, dan pinggang Klairin.

"Dasar anak gatau diuntung!"

Klairin tak mengeluarkan air mata, dia meringis kuat merasakan perih ditubuhnya, dia meringkuk dalam, bisa saja Klairin membalas perlakuan Mesya.

Hanya saja dia masih tau balas budi, Klairin mendapat kehidupan yang lebih baik setelah diadopsi keluarga Mesya.

Mana mungkin dia melawan pada ibu angkatnya, tak mungkin begitu karena Klairin anaknya tau balas budi.

"Ck! Kamu harus mandi ya nak, biar saya mandiin!" Mesya melempar rotan tadi dan menjambak rambut Klairin, membiarkan Mesya menggeret tubuhnya menuju kamar mandi.

Klairin mendongak, melihat seseorang yang memandangi kegiatan mereka.

Deg!

"Abang.." lirih Klairin pilu, Seven tampak menyeringai dilantai 2, melihat Klairin dihukum seperti ini.

Alasan kenapa Klairin selalu menjauhi Seven setiap ada masalah, itu semua karena Seven lah akar masalah tersebut.

Seven selalu mengambing hitamkan Klairin setiap Seven membuat masalah, hanya karena masalah Juliet kemarin saja Seven membela nya.

Selebihnya, Seven tak lebih menganggap Klairin sebagai tameng dan juga sebagai mainan.

"Nih! Mandi!" Mesya memasukan kepala Klairin ke dalam bathup dan menahan agar tak keluar.

Untung saja Klairin ini pinter menahan napas, jadi aman dan dia tak terlalu sesak.

Tok tok.

"Mami udah..hiks..jangan hukum Klairin mami.."

Mesya menegang, dia langsung melepaskan jambakannya lalu keluar meninggalkan Klairin dibathup.

Cklek.

"Seven kenapa belum tidur nak? Tidur ya, biar besok sekolah."

"Heem, iya mami."

Mesya mengelus rambut Seven sebelum keluar dari kamar mandi, meninggalkan Klairin dan Seven berdua disana.

Klairin menyugar pelan rambutnya yang basah, dia mendongak guna menatap Seven yang kini berjongkok didepannya.

Seulas senyum tipis Seven berikan, dia mengelus rambut Klairin yang basah.

"Sakit gak?"

"Enggak, gak sakit sama sekali."

Rengutan Seven berikan, dia mencubit pipi Klairin pelan "Gak asik! Harusnya Klairin nangis terus ngadu ke Seven, ck."

"Males, gak guna nangis apalagi ngadu."

"Dih, biasanya juga diluar gitu, nangis-nangis terus ngadu."

"Beda cerita kalau itu, pasti abang kan yang provokator in Mami?"

Seven mengangguk riang, dia mengusak gemas pucuk kepala Klairin.

"Makannya Klairin jangan nakal, Seven kan udah minta maaf, kenapa kamu abaikan? Ini balasannya kan, paham kamu? Paham dong masa enggak."

Dengusan Klairin berikan, yah, Seven ini agak gila, jadi Klairin tak mau memicu kegilaannya semakin menjadi.

"Awas, Klai mau ke kamar."

"Sini abang gendong."

"Gak perlu, makasih."

"Sini biar Seven gendong ih!"

Klairin diam, tapi kemudian dia mencengkram bagian leher dari piyama Seven.

"Gue diam kali ini Seven, tapi gak untuk setelahnya, jangan pernah paksa gue, lo paham?" bisiknya dingin.

Rona tipis terlihat diwajah Seven, dia tersenyum malu melihat wajah serius Klairin, membuatnya berdebar!

"Hehe..paham~" Seven memeluk leher Klairin dan mendusel disana, padahal Klairin dalam keadaan basah, tapi Seven tak perduli.

Klairin juga terlalu capek, dia mau tidur terus istirahat.

🏃Bersambung🏃

Klairin Boyfriends [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang