5: Accident

72 4 6
                                    

Para penonton bersorak saat Max, teman kelas Jevrio, berhasil memasukan bola dengan three point. Tentunya teriakan para cewek lah yang paling terdengar. Poin berjalan dengan kelas Jevrio lebih unggul dari kelas Eira.

Eira dan Vanka menonton pertandingan basket dengan lesu setelah melihat tim lawan yang terlihat sangat jago. Mereka berdua duduk bersama dengan Carol di sebelahnya. Karena teman baru mereka itu dari sekolah luar, ia selalu bersorak setiap ada yang berhasil memasukkan bolanya ke dalam ring.

"Wah, bisa gawat nih, Ra," komentar Vanka.

Eira menanggapi dengan napas berat. Tanpa disadari, Eira menjadi sangat memperhatikan pertandingan dengan sengit. Padahal awalnya ia tidak mau menonton pertandingan basket ini.

Pertandingan dilanjutkan dengan bola yang dipantulkan dari pinggir lapangan. Bola tertangkap oleh Devin. Devin men-dribble dan melakukan pivot karena ia dijaga oleh tim lawan. Ia memutuskan untuk mengoper bola kepada Evan. Lemparannya gagal karena Jevrio melompat lebih tinggi tepat di belakangnya dan meraih bola itu dengan sempurna. Para cewek sontak berteriak lantaran melihat Jevrio yang melompat tinggi dengan pose yang membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat. Ditambah ia memakai jersey yang dengan jelas memperlihatkan otot lengannya dan membuatnya semakin hot di mata cewek-cewek itu. Jevrio langsung berlari sambil menguasai bola dengan men-dribble. Saat menguasai bola dan baru sampai ke tengah lapangan, tiba-tiba Jevrio terjatuh dan membuat semua orang terkejut.

Eira pun begitu. Ia terkejut dalam diam saat menyaksikannya.

Kedua wasit langsung meniup peluit dan menghentikan permainan. Para penonton bersorak menyebut nama Evan karena mereka melihat dengan jelas bahwa Evan mendorongnya.

"Eh, eng..gak, Pak! Saya gak sengaja tadi, beneran, Pak!" Evan berbicara dengan gugup dan malah menambah suasana semakin ribut.

Jevrio meringis karena lututnya yang lecet.

"Semuanya tenang!" salah satu bapak wasit meniupkan peluit, "Evan, kamu mendapat peringatan foul pertama," lanjutnya tegas. Evan menunduk dan berkacak pinggang.

"Pemain cadangan X IPS 4 masuk ke lapangan menggantikan Jevrio," tambah bapak wasit yang satunya. Untungnya panitia class meeting mengingatkan seluruh kelas pada H-3 sebelum class meeting dimulai untuk memilih pemain cadangan untuk lomba basket dan futsal. Kejadian tak terduga seperti ini akan menyebabkan kekacauan urutan pertandingan semifinal dan final jika tidak ada pemain cadangan.

"Tenaga medis!" Bapak wasit memanggil tim medis, tapi tidak ada yang membantu Jevrio sedari tadi. Saat dilihat, ternyata mereka meninggalkan kotak P3K di pinggir lapangan dan tidak ada yang berjaga untuk pertandingan ini.

"Jevrio! Kamu gak apa-apa??"

"Pak! Saya mau anter Jevrio ke UKS!"

"Aduh, Mas Ganteng ku jatoh!"

"Saya juga mau anterin Jevrio, Pak!"

Terdengar teriakan-teriakan alay dari cewek-cewek itu. Eira mendelik jijik dan berpose seperti ingin muntah mendengarnya. Vanka pun sama.

"Semuanya tenang! Tenang!!" Teriakan bapak wasit seketika membuat keadaan sunyi.

"Ketua kelas Jevrio, antarkan dia ke UKS!" Semua penonton menoleh ke segala arah, tapi yang dipanggil tidak kunjung muncul.

"Saya aja yang anterin ke UKS, Pak!" seru Dion dari ujung yang membuat semua orang menoleh. Bahkan Vanka sedari tadi tidak menyadari bahwa pacarnya ternyata juga menonton pertandingan.

Dion langsung bergegas menghampiri Jevrio dan membantunya berdiri. Saat ia melihat Vanka dan Eira di pinggir lapangan, ia langsung memanggilnya.

"Vanka, tolong cari wali kelasnya terus ajakin ke UKS! Eira, bantuin gue bawain kotak P3K nya!" Dion memerintah kedua cewek itu dengan suara tegas. Vanka langsung berlari mencari wali kelas Jevrio.

"Eh..? Loh kok gue?" Eira terkejut di tempat saat mendengar namanya disebut.

"Udah buruan, Ra!" ulang Dion sekali lagi.

Eira yang tidak tahu apa-apa pun menurut saja karena perintah tegas dari ketua kelasnya itu. Eira memberi kode pamit kepada Carol karena urusan mendadaknya. Carol tersenyum membalas Eira dan menyuruhnya untuk cepat pergi mengantarkan Jevrio.

Eira berjalan di belakang Dion yang merangkul Jevrio yang kesulitan berjalan. Saat sampai di UKS, Dion menuntun Jevrio untuk duduk di atas kursi. Karena tidak ada seorangpun yang berjaga di UKS, Eira pun menyerahkan kotak P3K itu kepada Dion. Dengan cekatan laki-laki berponi itu membersihkan luka dengan antiseptik. Kemudian ia mengobati luka Jevrio dengan obat merah dan menutupnya dengan kapas. Pantas saja Vanka jatuh hati dengan Dion yang serba bisa melakukan apapun.

Eira yang tanpa sengaja memperhatikan Jevrio yang terluka merasa sedikit kasihan. Ingat, hanya sedikit.

"Dah, beres. Jangan dibuka-buka, ya. Di rumah nanti ganti kapasnya biar gak kotor." Dion mengingatkan Jevrio.

"Makasih," balas Jevrio pendek. Ia memperhatikan balutan kapas yang Dion buat. Rapi dan tertutup.

"Yoi," ucap Dion santai, "eh, bentar deh, gue mau telepon Vanka. Kenapa dia kagak dateng-dateng, ya? Ra, lo jagain Jevrio bentar, ya."

"Eh, eh, tapi..."

Dion langsung mengambil ponselnya dari saku dan keluar ruangan untuk menelepon pacarnya. Ia meninggalkan Eira yang bahkan belum sempat membalas perkataannya tadi. Suasana tiba-tiba menjadi canggung saat Dion meninggalkan mereka berdua. Eira berdiri terpaku di tempat tanpa bisa berkata apa-apa. Ia menyibukkan diri dengan melihat ke arah lain daripada memperhatikan kondisi Jevrio.

"Ck. Lo lagi." Walaupun berbisik, Eira dapat mendengar dengan jelas omongan laki-laki itu karena heningnya ruangan UKS.

"Apa lo bilang?" Eira menyahut dengan tajam.

"Heran gue ketemu lo mulu."

Ucapan Jevrio barusan langsung membuat emosi Eira meledak.

"Heh! Emang lo kira gue mau ketemu lo?! Kagak! Tapi seenggaknya gue peduli! Gue bawain kotak P3K buat lo! Jadi orang minimal harus bisa ngehargain usaha orang lain!"

Jevrio terkesiap mendengar ucapan Eira yang bernada tinggi itu. Hening menguasai.

"Gue udah berusaha bantuin lo. Tapi kayaknya sia-sia gue peduli sama orang yang gak punya hati kayak lo."

Setelah berkata seperti itu, Eira meninggalkan Jevrio sendirian di ruang UKS. Ia melangkah dengan menghentakkan kaki melewati Dion yang sedang menelepon Vanka.

"Eh, Ra! Lo mau ke—" Dion tak melanjutkan omongannya karena Eira sudah keburu berjalan cepat keluar lobi UKS. Dion menatap heran sahabat pacarnya itu.

Eira hanya berusaha untuk peduli! Lagipula memang sewajarnya manusia merasa empati kepada sesamanya yang terluka. Apakah ia akan berinisiatif untuk menolong Jevrio jika tidak diminta Dion? Tidak! Meskipun kedengarannya agak jahat tapi ia memang tidak mau bertemu lagi dengannya. Ia tahu jika ketua kelasnya sudah menyuruh untuk sesuatu, maka jika tidak dilakukan ia akan memberikan teguran dengan nada amarah.

Tapi dengan gampangnya Jevrio menjatuhkannya dengan tidak menghargai usaha Eira yang berusaha membantunya. 

---



Wah nampaknya sudah mulai panas ya hihi. Tungguin kelanjutannya di next chapter yaa;) Udah vote? Udah komen? Kalo belom, buruan voment! Kasian bintangnya nganggur kalo gak di pencet hehe:D Arigatou, gomawow! 

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now