7: Something Sweet

76 3 3
                                    

Bel istirahat berbunyi. Baru saja Eira melangkahkan kaki keluar kelas, ia disuguhi pemandangan yang tidak biasa. Ia melihat kerumunan dari kelas sebelah, dan yang menjadi center dari kerumunan itu ternyata adalah Jevrio.

"Hah? Gue gak salah liat kan?"

Jevrio berada di antara teman-teman kelasnya. Tersenyum lebar, tertawa, bahkan bercanda. Ia berjalan dengan teman-temannya seperti geng paling berkuasa di sekolah. Jevrio berubah menjadi sosok yang sangat berbeda. Padahal dari kemarin ia sangat pendiam dan anti mengobrol. Tapi lihatlah sekarang, Jevrio bercanda dengan orang lain seperti sahabat dekatnya sendiri, bahkan ia tak segan untuk menyikut temannya. Sepertinya sedikit dari gunung es di dalam hatinya telah mencair. Tapi mengapa ia berubah seperti itu? Bukan kah laki-laki dingin biasanya sangat gengsi untuk merubah kepribadiannya?

"Van, liat deh. Kerumunan itu dipimpin Jevrio. Gak salah liat kan gue?" celetuk Eira keheranan.

"Eh iya, ya. Tapi kenapa Jevrio berubah banget? Gak biasanya dia begitu," komentar Vanka.

Eira memilih untuk tidak memusingkan hal itu. Toh, tidak ada kaitannya juga dengan dirinya. Ia mengajak Vanka turun ke kantin, mengisi perut mereka yang sudah meminta makan siang dari tadi.

Selama perjalanan menuju kantin, terlintas satu hal di benak Eira. Itu adalah pertama kalinya ia melihat senyum Jevrio. Ia merasa berbeda saat melihat hal asing yang tidak biasa dilakukan Jevrio. Karena biasanya Eira hanya mendapatkan tatapan dingin nan mengintimidasi dari laki-laki itu.

Tapi dengan berpikir begitu bukan berarti Eira memiliki perasaan lain! Big no no! Eira masih kuat menjaga hatinya tetap tertutup agar tidak dimasuki sembarang orang.

Saat Eira sedang melahap batagor dengan damai bersama Vanka di sebelahnya yang sedang melahap bakso, kantin tiba-tiba menjadi ramai karena kedatangan kerumunan Jevrio.

"Aaakh ada kak Jevrio!!"

"Ya ampun berkah apa ini gue dapet pemandangan ganteng!"

"Mas ganteng ku!"

"Mau gabung dong boleh gak??"

Eira dan Vanka saling bertatapan saat mendengar jeritan kakak dan adik kelas yang ditujukan kepada Jevrio. Mereka melongo melihat kelakuan cewek-cewek lebay pencari perhatian itu.

"Kak Jevrio foto bareng yuk!"

Eira tersentak mendengar seruan itu. Hening sejenak di tengah kerumunan. Eira dan Vanka langsung menegakkan telinga, ingin tahu seperti apa respon yang akan diberikan Jevrio.

"Boleh, yuk."

Eira mengorek telinganya. Sepertinya ia barusan salah dengar.

Eira dan Vanka kaget bersamaan. Mereka langsung menengok ke arah meja itu. Terlihat beberapa adik kelas tersenyum lebar melihat ke arah kamera dengan Jevrio di tengah-tengah mereka. Setelah selesai, muncul lagi kerumunan cewek lainnya yang ingin berfoto. Bisa-bisanya Jevrio mau menanggapi keinginan cewek-cewek lebay itu.

"Geli banget astaga," komentar Vanka judes.

"Gak biasanya Jevrio mau diajak ngobrol, apalagi foto. Ini pada kenapa sih? Dunia lagi terbalik, ya?" Eira menambahkan.

Mereka berdua sama-sama memijat pelipis. Daripada terganggu dengan kerumunan yang berisik itu, Eira dan Vanka memilih untuk kembali ke kelas. Bahkan saat berjalan menuju kelas pun mereka berpapasan dengan kerumunan cewek yang telat bertemu dengan Jevrio.

"Eh, bentar deh. Kayaknya bedak gue luntur nih," kata Vanka sambil memandang pantulan dirinya di cermin kecil yang selalu ia bawa.

"Hah? Enggak dah, masih cakep kok." Eira hanya menanggapi sebisanya karena ia tidak terlalu mengerti dan tidak memakai make up ke sekolah.

"Bentar deh ya, gue benerin dulu di toilet."

"Ya udah sana, gue duluan ya. Soalnya lo lama banget kalo urusan benerin make up."

Vanka mengangguk sambil tertawa malu. Ia pun pergi ke toilet sementara Eira melanjutkan perjalanan ke kelas. Vanka memang terbilang cukup berani, walaupun ia tidak memakai make up yang tebal. Hanya sekedar bedak dan lip tint dengan sentuhan natural.

Saat hendak naik tangga, Eira berpapasan dengan Dion yang membawa setumpuk buku sampai ia tak bisa melihat anak tangga.

"Eh, eh, Dion! Gue bantuin, ya," ucap Eira spontan.

"Ga usah, Ra, gapapa."

"Duh, udah kasih gue setengahnya! Kalo lo ga bisa liat tangga bahaya, bisa jatoh nanti." Eira langsung mengambil separuh bawaan Dion.

"Ah, makasih, Ra." Eira membalas dengan menaikan kedua alis.

Dion tersenyum menghargai sikap Eira yang peduli dan mau membantu. Pada dasarnya Eira memang seperti itu, tapi tergantung pada siapa orang yang berurusan dengannya. Jika ia baik kepada Eira, maka Eira akan bersikap baik pula padanya. Begitu pula sebaliknya. Sesimpel itu prinsip seorang Eira.

"Buku-bukunya mau dibawa kemana emang?" Eira bertanya di tengah perjalanan.

"Ke ruang guru. Pak Rono tadi nyuruh gue bawain ini karena dia mau ketemu orang penting bentar. Jadi kayaknya dia agak telat ngajar kelas kita." Mendengar itu Eira bersorak dalam hati.

"Ngomong-ngomong, kemaren Jevrio gelisah banget loh." Mendengar nama Jevrio disebutkan, Eira langsung memicingkan matanya.

"Kemaren kapan? Gelisah kenapa?"

"Pas dia jatoh waktu itu. Lo kan tiba-tiba keluar UKS, dia nya bingung. Terus dia nanya gue apa ada yang salah sama omongan dia."

Eira memutar bola mata malas. "Terus lo bilang apa?"

"Setelah denger omongan dia ke lo kayak gitu sih, pantes aja lo marah. Ya gue bilangin aja kalo omongan dia emang salah. Jadi cowok harus bisa ngehargain cewek. Terus kayaknya dia agak nyesel gitu."

Menyesal? Eira sepertinya tak percaya. Apalagi dengan percobaan minta maaf kemarin. Jelas-jelas Jevrio tidak tulus dan tidak menunjukkan tanda-tanda menyesal di wajahnya.

"Gak mungkin. Orang gak punya hati mana mungkin nyesel." Eira menyangkal asumsi mustahil itu.

"Beneran, Ra, sumpah! Bahkan dia bilang, 'duh, gimana ya? gue jadi gak enak. gue belom pernah minta maaf ke cewek soalnya.' Lo masih gak percaya, Ra?" Dion mengulang kata-kata Jevrio waktu itu.

Belum pernah minta maaf ke cewek? Berarti Eira lah orang pertama yang berurusan dengan Jevrio? Alis Eira terangkat.

"Kalo dia emang nyesel banget, harusnya dia minta maaf yang tulus," balas Eira dengan nada kesal.

"Emangnya dia minta maaf gimana?"

"Jutek banget, Yon! Bahkan dia ngasih kue supaya gue bisa nerima maafnya. Emang harga diri gue serendah itu, apa?"

"Ra.. Kali ini kayaknya lo yang salah. Jevrio tuh grogi karena belom pernah berurusan sama cewek. Mungkin maksud dia ngasih kue itu supaya dia bisa nyenengin lo. Bisa aja dia bingung nyari sesuatu apa yang disukain cewek, dan jadilah dia ngasih kue ke lo."

Eira tertegun mendengar penjelasan Dion. Ia merasa perkataan Dion ada benarnya juga. Akh, tapi wajah juteknya itu tidak bisa lepas dari pikiran Eira! Eira masih digentayangi perasaan kesal karena cara minta maafnya yang jutek, singkat, dan dingin itu.

"Kalo kemaren dia minta maaf kayak gitu, terus maksudnya dia tadi apa? Satu sekolah heboh gara-gara dia udah mau ngobrol sama orang lain. Yang dari kemaren dia diem-diem terus, tiba-tiba jadi banyak ketawa sama temen-temen yang lain," protes Eira sambil bersungut-sungut.

"Mungkin dia mau berubah karena lo, Ra." 

---


Helow helow!! Gimana rasanya setelah baca chapter ini hihi><  Nantikan juga chapter selanjutnya yaa! Jangan lupa vote karena bintang ada bukan hanya untuk dipandang, tapi juga ditekan :D Isi kolom komentar juga boleh :D Tengkyuu sooo much!! <3 

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now