11 : My Bad

63 4 8
                                    

“Ya ampun Raa!! Lo kenapa bisa begini?!” 

“Woi diem! Udah malem.” Jevrio menghentikan teriakan dramatis Vanka saat menurunkan Eira di depan rumahnya. Ia khawatir tetangganya akan terganggu oleh teriakan nyaring Vanka.

“Lo kenapa bisa ketemu Eira? Kenapa Eira pingsan begini? Jangan-jangan… Eira habis di apa-apain, ya?!!” 

“Bawel banget sih, lo! Tanya aja orangnya kalo dia bangun entar.” Jevrio memutar bola mata malas menanggapi cuitan Vanka yang heboh. 

Vanka membantu menuntun Eira dengan menaruh tangannya di pundaknya. 

“Tapi kenapa lo mau nganterin dia malem-malem begini?” 

Pertanyaan Vanka barusan membuat lidahnya kelu untuk bicara. 

“Daripada dia dianterin om-om, kan?” Jawaban itu berhasil membuat Jevrio terkena satu pukulan maut. 

“Gue cabut,” Jevrio balik kanan, “oh ya, jangan kasih tau dia soal malam ini,” lanjut Jevrio tajam. 

Vanka merespon dengan senyuman miring menggoda. Alhasil Vanka mendapat pelototan menyeramkan dari laki-laki jangkung itu. 

“Iya, iya, santai dong!” 

Setelah Jevrio benar-benar pergi, Vanka menuntun Eira dan membawanya masuk ke dalam rumah. Dengan usaha semaksimal mungkin Vanka berjalan sambil menuntun Eira untuk tidak membuat suara berisik agar tidak membangunkan keluarganya. Vanka mengibaskan tangannya di depan hidungnya karena bau alkohol yang semerbak. Karena iba, Vanka menidurkan Eira di tempat tidurnya, sementara sang pemilik kasur tidur di bawah dengan alas karpet bulu. Kurang baik apa lagi seorang Vanka ini? 

Sembari menatap langit-langit kamarnya, Vanka merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi beberapa menit lalu. Sebelum Jevrio datang ke rumahnya, Jevrio telah menghubunginya lewat chat dan berkata ingin mampir karena ada urusan penting. Ternyata Jevrio membawa sahabatnya dalam kondisi tidur seperti pingsan, dan itu jelas adalah urusan yang sangat penting. Semuanya terjadi begitu cepat karena Vanka sangat khawatir jika sesuatu menimpa Eira. 

Tapi satu hal yang membuat Vanka bertanya-tanya. Mengapa Jevrio mau mengantarkan Eira dalam keadaan kacau seperti itu untuk pulang? 

***

“Duh.. Gue dimana…” Eira terbangun dengan rambut yang berantakan dan suara serak. Ia mengucek matanya untuk memperhatikan sekitar.

“Eh! Bukannya semalem gue ada di trotoar?!”

“Ra! Akhirnya lo bangun juga!!” Vanka langsung datang menghampiri saat mendengar omongan Eira yang setengah berteriak. 

"Hah? Ini gue lagi dimana sih?!" Eira marah-marah sendiri karena bingung. 

"Lo di kamar gue, Ra," balas Vanka dengan suara lebih pelan. 

"Idih! Kenapa gue dibawa ke sini, dah? Mending gue pulang." Eira langsung bangkit berdiri. Tetapi baru sedetik berdiri, tubuhnya sudah oleng lagi. Tanda bahwa ia masih belum sepenuhnya segar. 

"Ra, please. Lo masih marah sama gue?"

Eira tak mendengarkan dan malah sibuk merapikan bajunya yang lecek. Kemudian ia menata rambutnya yang acak-acakan, mengecek ponselnya yang ternyata habis baterai, dan beranjak keluar kamar Vanka tanpa berkata apa-apa. 

"Eira!" Vanka mencegat Eira untuk tidak keluar dari kamarnya. 

"Minggir. Gue mau pulang." Eira mengusir dengan suara datar. 

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now