12 : Under The Same Sky

57 3 6
                                    

"Hah?" Eira melongo tak percaya.

Sementara itu Jevrio tidak membalas satu kata pun dan langsung berjalan duluan.

"Tungguin, woi!!" Eira berlari kecil menyusul Jevrio.

"Lo tuh kenapa, sih? Kemaren diem, sekarang bawel. Muka lo banyak banget."

Perkataan itu membuat Jevrio menoleh. Eira terkesiap karena tatapan tiba-tiba itu.

"Karena emang begitulah gue," bisik Jevrio dengan senyum tipis.

Eira berkacak pinggang. "Oke, oke. Kayaknya lebih baik lo langsung jelasin aja, deh.  Kalo gak mau ya udah gue balik du—"

"Karena gue belom pernah liat lo sehancur itu."

Kata-kata Jevrio membuat Eira terguncang seketika.

"Gue gak tau lo habis ngapain, sama siapa, tapi yang pasti gue tau lo baru keluar dari bar." Eira membisu mendengarnya.

"Kenapa lo peduli banget? Padahal gue… nyebelin banget di mata lo," tanya cewek itu dengan nada pelan. Sekarang malah Eira yang merasa menjadi pelaku kejahatan, ia merasa bersalah.

"Gue resign bukan karena lo, kok. Gue resign karena udah banyak yang tau gue kerja di kafe itu. Salah juga sih milih tempat di deket sekolah, tapi mama gue nyuruh di situ aja, biar deket katanya." Jevrio berbicara sambil menatap langit.

"Gue punya firasat kalo apa yang kita alamin itu kurang lebih sama."

"Firasat kayak gimana maksud lo?" Eira bertanya.

"Gue pernah hancur, dan gue gak tahan liat orang lain hancur juga."

Eira mengerjap-ngerjapkan mata.

Jevrio tersenyum sembari menepuk pundak Eira.

"Udah ah, gak baik galau mulu. Gue jajanin waffle mau?"

Untuk kesekian kalinya Eira terkejut dalam hati. Ditambah ia mendengar nama makanan manis yang tak pernah bisa ia tolak. Selain perutnya yang berisik minta diisi, ada jantung yang berpacu cepat layaknya balapan mobil.

***

Baru selangkah ia menginjakkan kaki di kelas, Vanka berlari kecil menghampiri sahabatnya itu.

"Ra!! Lo udah sembuh, Raa?" Vanka memeluk Eira erat sampai sesak untuk bernapas.

"Gue kaga sakit apa-apa, woi!" Eira melepaskan pelukan brutal sahabatnya itu. Vanka kembali duduk di kursinya. 

"Kemaren gimana? Lo jadi ketemu si…" Vanka melanjutkan omongannya dengan senyum miring menggoda dan menaikkan kedua alis.

"Jadi."

"Serius?!! Dia bilang apa ke lo?"

Eira berusaha untuk menghentikan ingatan yang berputar di kepalanya saat kemarin ia dibelikan sebungkus waffle.

"Lo tau sendiri lah dia orangnya kayak gimana," tangkas Eira dengan tenang.

"Eh, tapi, lo udah liat… grup komunitas angkatan belom?" Vanka mengecilkan suaranya.

"Belom, tuh. Emang ada apaan?" Spontan Eira membuka ponselnya dan mengecek apa yang dikatakan Vanka.

Eira sangat terkejut mendapati sebuah foto yang tersebar di grup komunitas itu. Terdapat dirinya dan Jevrio yang sedang menikmati waffle difoto dari jarak jauh. Ia mulai menyadari tatapan aneh dari teman-temannya di kelas yang dilayangkan kepadanya.

"Ra? Lo gapapa?" Vanka memasang wajah khawatir.

Eira tak bisa menjawab. Lidahnya kelu untuk berbicara. Ia ketakutan dengan serangan yang akan ia dapatkan setelah ini dari para cewek lebay yang suka mendekati Jevrio

Eira menjadi tak banyak bicara sampai pulang sekolah. Ia bahkan tidak berani ke kantin dan berakhir membiarkan perutnya kosong. Vanka mencoba membujuknya, ditambah Dion yang ikut menenangkan Eira. Namun Eira tetap membisu.

Hingga bel pulang sekolah berbunyi.

Eira tak mau keluar kelas sebelum orang lain pergi. Hanya tinggal satu dua anak dan Eira yang masih duduk diam meskipun Vanka mencoba untuk menariknya pulang.

"Ra, ini udah sepi, lho. Nanti lo pulangnya kesorean," Vanka membujuk sekali lagi.

Kali ini Eira berdiri. Ia melangkah keluar kelas tanpa bicara sepatah kata pun. Tapi ia sangat kaget dengan kondisi gerbang sekolah yang ternyata masih ramai dengan cewek-cewek penggemar Jevrio. Yang membingungkan adalah, mereka seperti sedang mengerubungi sesuatu, sampai membuat suara heboh yang cukup keras. Bahkan bapak satpam saja sudah tidak kuat mengkondisikan mereka untuk tenang dan segera pulang.

Eira mendekat untuk menguping.

"Ih, serius?! Lo yang kemaren jalan sama Jevrio?"

"Lucky banget!"

"Gue gak nyangka seleranya Jevrio modelan kayak dia."

"Duh, padahal gue udah ngebet Jevrio dari lama!!"

Alis Eira naik satu mendengar omongan dan bisikan itu. Ia mundur ke belakang menunggu kerumunan itu bubar. Sementara itu Vanka juga ikut menguping dalam diam.

Eira telah menangkap jelas dari siapa sumber kerumunan itu berasal. Carol berdiri di depan gerbang dan masih berbicara pada satu dua kakak kelas Eira yang tersisa dari kerumunan. Ia tertawa dan bercanda seolah sudah akrab lama dengan mereka.

Carol menangkap tatapan yang dilayangkan Eira. Gerombolan cewek-cewek itu bubar sepenuhnya, kemudian Carol melambai dan berlari ke arah Eira.

"Lo ngapain disini, Rol? Kayaknya rame banget tadi," tanya Eira seolah-olah ia baru saja datang sedetik yang lalu.

"Semalem gue liat foto lo sama Jevrio di grup komunitas angkatan lo. Karena lo kayaknya sebel banget sama si Jevrio, jadinya gue edit deh, supaya mereka mikir itu bukan lo sama Jevrio. Gue khawatir aja gitu kalo lo bakal diserang sama mereka. Gue aja gak nyangka reaksi mereka bakal seheboh itu," jelas Carol diakhiri dengan tawanya.

Eira tertegun mendengarnya.

"Coba liat fotonya." Eira memperhatikan foto itu di ponsel Carol.

Terlihat wajah Eira yang diedit sedemikian rupa agar mirip dengan wajah Carol. Resolusi foto itu pun terbilang sangat bagus dan tidak pecah sama sekali. Eira tidak menyangka bahwa ternyata Carol pintar mengedit foto sampai sedetail ini.

"Harusnya sih lo aman-aman aja habis ini. Semoga mereka gak nanyain lo lagi besok," tambah Carol yang sekali lagi diakhiri dengan tawa ringannya lalu menyikut Eira pelan.

"Wah.. Lo jago banget ngedit fotonya. Makasih, ya, Carol. Semoga besok gue gak diinterogasi mereka," balas Eira dengan senyum dan tawa yang terdengar kaku.

Setelah pembicaraan diakhiri dengan pamitan, Carol pun pergi, begitu pula Eira dan Vanka yang juga melangkah pulang.

"Ra, lo gapapa? Kenapa murung? Gue lega banget sih Carol nyelametin lo dari cewek-cewek itu," komentar Vanka santai.

"Iya sih, bener juga." Eira membalas dengan suara pelan. Kepalanya dipenuhi pikiran kejadian barusan.

Carol berniat menyelamatkan Eira? Seharusnya itu terdengar seperti kabar baik. Tapi entah mengapa… Eira justru malah merasa sebaliknya.

---

Yey akhirnya bisa update lagi!! Jangan lupa vote dan komen karena vomment itu gratis hehe;) Thank youu!

You are My Moonlight [END✓]Where stories live. Discover now