Hidup mereka akan menjadi lebih mudah, jika mereka tidak saling mengenal. Tidak saling tertarik. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Karena sekuat apapun mereka berusaha menghindari satu sama lain, takdir selalu mempertemukan mereka kembali. Lagi dan lag...
Jimin menatap kerlip lampu Seoul olympic stadion yang perlahan lahan mengecil seiring dengan menjauhnya mobil yang ia tumpangi. Jimin tersenyum. Ini adalah hari terakhir konser PTD Seoul. Dan meski Army yang datang dibatasi, itu tidak mengurangi antusias mereka dan Jimin merasa hangat sekali. Bahwa ia dicintai begitu banyak orang. Untuk inilah ia berjuang. Untuk inilah Jimin begitu bersusah payah, menekan semua keinginannya. Menekan dirinya sampai batas dimana ia ingin berteriak bahwa ia tidak mampu, tapi tetap Jimin jalankan.
Jimin menghela nafas, bersandar ke belakang dan memejamkan matanya. Dan harga yang dibayar untuk semua gemerlap itu ... sungguh mahal dan berat. Karena yang dikorbankan bukan hanya usaha dan waktu. tetapi juga ... kebebasan.
Jimin membuka mata, menepis perasaan itu. Ia tidak ingin menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Menjadi idol memang cita citanya. Keinginannya. Dan Jimin tidak menyesal dengan semua yang terjadi pada hidupnya.
Kecuali mungkin .... ia menyesali telah jatuh cinta begitu dalam dengan Kang Seulgi.
Jatuh cinta itu mudah. Sangat mudah untuk mencintai Kang Seulgi. Tapi melupakannya merupakan hal tersulit. Entah seberapa keras usaha Jimin untuk melupakan gadis itu, Jimin selalu kembali dengan mencintai Seulgi kembali. Hanya dengan melihat fotonya. Hanya dengan mendengar suaranya melalui lagu lagunya. Hanya dengan memikirkannya. Jimin kembali jatuh cinta.
Jimin menghela nafas. Luar biasa. Tenaga kuda si maknae memang tidak ada habisnya. Ia melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Ia juga lapar sih. Tadi ia sudah mendengar Seokjin berkata akan memesan makanan banyak banyak ke dorm. Tapi makan diluar terdengar bagus juga sekalian mengasuh Jungkook.
"Aku ikut. Sekalian makan saja ketemu temannya." Ucap Jimin.