Prologue

107 7 10
                                    

"Apa yang sudah Anda lakukan?"

Pria yang ditanyai tidak menjawab. Mata kelabunya masih membelalak tajam, napasnya seberat seseorang yang baru saja tenggelam. Gemuruh hujan dan kilat menggetarkan jendela dan atap, mengiringi keheningan antara dua orang pria dewasa yang berdiri kaku. Aroma darah yang mengumpul di kamar bercampur dengan udara lembab, begitu familiar bagi sang penanya—bukan berarti ia terbiasa.

"Bayi Anda, My Lord." Pria pertama mengulangi pertanyaan, masih dengan nada rendah dan tajam. Sorot mata gelapnya seakan-akan pernah melihat insiden serupa; hasil kebodohan manusia. "Apa yang sudah Anda lakukan pada istri dan calon bayi Anda?"

"A-aku tidak melakukan apapun!" Pria yang ditanyai mengelak. "Wanita itu―ya! Wanita tua asing penjaga toko obat di pinggir Desa Palmwood menawarkan sekeranjang pai kelopak mawar! Ia bilang pai itu akan membuat anakku tumbuh menjadi sehat dan rupawan. Jadi―"

"Dan Anda mempercayainya, bukan begitu?"

"Aku tahu wanita selalu penuh tipu daya!"

"Tapi Anda tetap mempercayainya." Pria pertama menghela napas. "Anda juga bertanggung jawab akan hal ini."

Ia tahu ucapannya akan mengundang amarah pria yang ia ajak bicara―tepatnya, pria yang tak menyadari kesalahan yang ia perbuat hingga harus diajak bicara empat mata. Baron Claude Hill, sang kepala keluarga berdarah biru dari Newark, mencengkeram kerah kemejanya sembari menyiagakan tinju di tangan yang bebas, wajah putihnya kini semerah apel. "Apa kau datang kemari hanya untuk menyalahkanku, Dokter?"

"Aku kemari karena Anda memanggilku, My Lord," balas sang Dokter, berusaha menyembunyikan bara api yang meletup-letup dalam hatinya. "Apakah Anda masih ingin anak Anda diselamatkan?"

Baron Hill, alih-alih tenang, justru bertambah murka. "Monster itu membunuh Millie-ku dari dalam! Aku ingin mereka dimusnahkan! Bawa mereka jauh-jauh dan bakar sampai tidak berbentuk, atau apa saja! Aku tidak peduli!"

Sang Dokter sekali lagi menghela napas. Mungkin untuk seorang suami dan ayah muda, reaksi seperti ini termasuk wajar. Apa yang terjadi pada Baroness Millicent Hill sungguh mengerikan. Tiga minggu sebelum kelahiran, tepat tiga hari setelah menyantap pai mawar, sang istri terus-menerus batuk berdarah. Seminggu sebelum kelahiran, batuk darahnya menjadi muntah darah. Tiga hari sebelum kelahiran, daun, duri, dan kelopak mawar tercampur dengan muntahan darah. Tubuh Baroness Hill juga semakin kurus dan pucat, seharian harus berbaring di kamar dengan baskom tadah muntah. Ke kamar mandi pun harus dipapah pelayan.

Begitu hari kelahiran tiba, tenggorokan Baroness Hill yang rusak mengeluarkan jeritan mengerikan―begitu keras dan parau, bagai raungan binatang yang disiksa. Tubuhnya mengejang dan memuntir keras hingga kedua tangan dan kakinya harus diikat di ranjang. Darah memuncrat dari bagian bawah, membasahi seprai dan pakaian pelayan-pelayan yang ketakutan. Begitu sang Dokter mencapai mansion, nyawa Baroness Hill sudah tak tertolong lagi.

Dari rahimnya, keluar dua sosok kecil yang tak mungkin diakui Baron Hill sebagai "anak"―yang satu bayi lelaki bertubuh normal, bahkan menangis dengan normal, tetapi matanya terbuka prematur, menatap sedih seolah mengerti kegalauan jiwa sang "ayah". Biji mata sebelah kanan sang bayi berbentuk seperti mawar merah darah, tetapi mata kirinya normal dan sekelabu sang ayah.

Satu lagi, yang merosot keluar lubang rahim setelah bayi pertama lahir, tidak bisa disebut "bayi"―itu gumpalan kantung daging sebesar tubuh anak kucing, berlapis darah dan ketuban. Sesuatu berwarna hitam berdenyut-denyut di dalamnya—hidup, dan mungkin berusaha bernapas. Gumpalan itu memperdengarkan suara serupa tangisan bayi yang teredam, seolah meyakinkan sang "ayah" jika ia pun, dalam wujud berbeda, tetaplah bayi.

"Negeri bernaung malam..." sang Dokter menggumam.

"Apa?" Baron Hill melotot.

Sang Dokter memutuskan untuk beralih ke pertanyaan yang lebih penting. "My Lord, apakah Anda pernah menemui wanita misterius yang memberikan pai mawar itu lagi?"

"Aku ingin sekali menemuinya, Dokter. Aku ingin menangkap dan menjebloskannya ke penjara. Tidak ada yang bisa menyakiti keluarga Hill dan lolos begitu saja!" Amarah Baron Hill menjadi kekecewaan. Ia melepaskan tangannya dari kerah sang Dokter, lalu melanjutkan dengan pelan dan sendu, "Toko obat itu menghilang... tidak ada yang mengenalnya selain aku. Seakan-akan..." Suaranya tercekat, "...seakan-akan ia bukan manusia, tetapi iblis. Makhluk gelap yang sengaja memilihku untuk menyebarkan petaka di dunia."

"Bisa jadi semacam itu." Sang Dokter berusaha menahan diri untuk tidak mengumbar sesuatu. "Masih banyak yang ingin kuberi tahu, tapi tidak sekarang. Aku akan membawa bayi-bayi Anda."

Ada kegembiraan yang panas di mata Baron Hill. "Bagus! Bawa saja mereka! Bawa sejauh mungkin! Buang ke lautan pun silakan saja! Aku tidak ingin melihat makhluk-makhluk menjijikkan itu lagi!"

Untuk seseorang dengan kedudukan tinggi, mulutnya rendahan juga, pikir sang Dokter lelah.

Sang Dokter beruntung, pria itu terlalu dimabuk harapan untuk menyadari niatnya yang tak terucapkan. Bayi kembar ini masih hidup, dan ia tak boleh membiarkan mereka menderita. Ia harus membawa mereka ke tempat yang seharusnya: Vollmond, Negeri Bernaung Malam.

***

Fullmoon FantasyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang