Rosalinde

44 0 0
                                    

"Betapa indahnya, anak gadis dan ayah angkat minum teh berdua di area klinik."

Sang Dokter menggeleng tiga kali. "Aku membawa mereka kemari, aku membesarkan mereka, dan aku pun menganggap mereka sebagai anak sendiri, tapi masih terlalu cepat untuk menyebutku 'ayah angkat', Mr. Eudaimon." Ia mengakhiri kalimatnya dengan sesapan teh yang kedua. "Aku hanya dokter biasa."

"Tidak ada Manusia Luar yang menganggap Anda 'dokter biasa', saya yakin," balas Mr. Eudaimon.

"Aku tidak yakin Anda sedang menyindir atau memuji, tapi kuhargai itu." Sang Dokter tertawa kecil. Kalau Mr. Eudaimon adalah orang asing, sudah kuparut pipinya dengan duriku karena berkata seperti itu soal wajah sang Dokter.

Pesta minum teh pribadi ini adalah ide sang Dokter sendiri; klinik sang Dokter dilengkapi meja teh di dekat pintu masuk, kami bisa menikmati teh vanilla selagi menanti pasien. Warna gaunku bahkan kuganti menjadi lebih kalem—krem cerah dengan untaian mawar merah di bagian rok dan pinggang. Sang Dokter pun tidak mengenakan mantel cokelat gelap yang biasa, hanya kemeja putih berlapis jas kelabu licin, dasi hitam bergaris emas, celana panjang hitam, sepatu berkilat, dan rompi merah gelap bermotif sulur keemasan. Cocok untuk bersantai.

Meski Manusia Luar yang masuk ke Vollmond kadang menyusahkan, harus kami akui tradisi minum teh yang mereka bawa sangat membantu setelah hari yang panjang. Kasus kemarin membuat syaraf-syaraf sang Dokter sedikit tegang, dan minum teh selalu berhasil untuk melemaskan urat. Sang Dokter juga sudah mengirimkan burung pengantar surat kepada Rhoswen, ajakan bergabung begitu kembali dari Vollmond Timur.

"Ngomong-ngomong, teh vanilla seduhan Rosalinde nikmat sekali. Teko porselen kecil yang digunakan pun mampu menampung lima puluh cangkir teh, lebih dari cukup untuk kita bertiga—berempat saat Rhoswen pulang nanti. Anda ingin ikut?" Sang Dokter mengangkat sedikit cangkirnya dari tatakan dengan riang. Wajah yang rusak sebelah seperti batang pohon yang melengkung dan membesar ke arah yang salah tidak mengganggu pancaran bahagia dalam senyumannya.

Mr. Eudaimon mengulaskan senyum lebar. "Tawaran yang indah, Tuan Dokter. Mungkin saya bisa meluangkan sepuluh menit bersama kalian berdua. Atau dua puluh menit. Atau satu jam. Atau mungkin..."

"Jadi... artinya 'ya' atau 'tidak'? Anda ini orang baik, tapi cara Anda berbasa-basi aneh sekali," kata sang Dokter sedikit tidak sabar.

"Kau sibuk, Mr. Eudaimon?" tanyaku cepat.

"Ah, sungguh pengertian dirimu, Miss Rosalinde," ucap Mr. Eudaimon, nyaris seperti dialog opera. Berarti tebakanku tepat. "Menemanimu adalah keinginanku, sudah menjadi rencana sekembaliku dari istana bersama Pegasus terpercaya. Tapi kurasa aku tidak diperlukan di sini. Dampingan sang ayah lebih dibutuhkan sang putri daripada pelayannya, bukan?" Ralat; tebakanku hampir tepat. Dilihat dari kata-katanya, Mr. Eudaimon merasa sedikit rendah diri.

"Ayolah, Mr. Eudaimon. Kau bukan pelayanku, kau teman dekatku." Aku mencoba untuk menyemangati. "Meskipun kau masih terlalu misterius untuk kupahami."

"Kau terlalu baik, Miss Rosalinde." Mr. Eudaimon menyanjung. "Saat ini, aku hanyalah pengantar hadiah sang Raja. Besok atau lusa, aku akan menjadi kawanmu lagi. Satu lagi; sebelum kau meninggalkan rumah untuk bersantai, katakan padaku terlebih dahulu. Pegasus yang kunaiki mengeluh karena harus berbelok sedikit jauh dari tujuan awal."

Aku meringis. "Maaf untuk yang terakhir. Kukira kau baru kembali besok."

"Aku kembali secepat sang Raja menyerahkan hadiah, Miss Rosalinde." Pria berpakaian gemerlap itu tersenyum.

Fullmoon FantasyWhere stories live. Discover now