14| Peluk Hangat untuk Jordan

2.1K 277 53
                                    

Setelah mengenal Raka, Jordan dan Haikal, otomatis Kala juga mengenalkan mereka pada sesuatu yang ia gemari, atau tempat-tempat yang sering ia datangi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah mengenal Raka, Jordan dan Haikal, otomatis Kala juga mengenalkan mereka pada sesuatu yang ia gemari, atau tempat-tempat yang sering ia datangi. Contohnya saja, warung sederhana milik Pak Joko yang sudah beberapa hari ini tak sempat Kala sambangi.

Semenjak sakit, Kala sangat jarang pergi keluar rumah kecuali sekolah. Bahkan sudah hampir seminggu ini juga, Kala tak bertemu langsung dengan Arsen, dan ketiga teman barunya ini. Apalagi untuk mampir ke warung Pak Joko, benar-benar tidak sempat.

Mama selalu melarangnya, katanya ia harus istirahat total di rumah. Padahal Kala sudah merasa kuat dan baik-baik saja. Tapi memang pada dasarnya mama yang suka panik saat dirinya sakit, jadi mengurungnya di dalam rumah.

"Saya berhenti saat kelas dua SMP, Pak. Saat itu saya benar-benar nggak ada biaya untuk lanjut sekolah. Karena sebelumnya saya dibantu biaya sama salah satu guru yang ada di sana. Tapi sayang, guru tersebut meninggal dunia karena serangan jantung dan akhirnya saya memilih berhenti saja. Sebenarnya pihak keluarga almarhum ingin tetap menjalankan amanah dari beliau, tapi saya nggak enak hati, Pak. Karena pada saat itu, saya baru tahu, bahwa beliau juga masih memiliki dua anak yang masih bersekolah."

Raka bercerita dengan begitu santai seolah kisah yang tengah dia tuturkan adalah momen bahagia dalam hidupnya. Sedangkan Pak Joko hanya mampu tersenyum tipis. Pada zamannya, bagi Pak Joko, hanya untuk sekolah pun rasanya masih susah. Sudah bisa mengenyam pendidikan sekolah dasar saja rasanya sudah luar biasa. Dan Pak Joko merasakan apa yang Raka rasakan.

"Jangan dilanjut Raka ceritanya, aku sedih dengarnya." ucap Kala tiba-tiba, yang mana kalimatnya justru membuat Raka terkekeh kecil. Apalagi reaksi lucu yang Kala berikan padanya.

"Nggak pa-pa. Mungkin gue dulu bakal sedih kalau inget masa ini. Tapi sekarang, gue udah berdamai dengan semuanya. Gue udah baik-baik aja, Kala."

"Raka bener. Masa kelam itu yang buat kita kuat sampai hari ini. Gue bertahan sampai hari ini, hanya karena gue pengin banget rasanya datang ke pantai, dan menghabiskan malam di sana. Pengin melakukan hal-hal yang nggak pernah gue lakuin sebelumnya." sahut Haikal. Tatapannya menerawang ke depan.

Pak Joko menatap kagum pada keempat remaja di depannya ini. Mereka mungkin tidak serta merta memiliki keberuntungan yang sama. Tapi mereka tetap kuat dengan cara mereka menghadapi semesta.

"Bapak merasa sangat malu sekali. Mas-mas ini anak hebat!"

"Kita nggak sehebat itu, Pak. Kita bertahan hanya karena kita belum siap mati. Alam kematian lebih menakutkan dari yang kita kira, sebenarnya." Kali ini Raka lebih legowo dalam mengatakan kalimatnya. Bukan seperti Raka beberapa tahun lalu yang selalu takut berbicara.

"Kalau saya bertahan juga selain karena masih takut mati dan belum punya amal apa-apa, saya ingin sekali melanjutkan cita-cita Bunda. Walau ... rasanya masih cukup mustahil."

"Kalau boleh Bapak tahu, memang cita-cita bundanya Mas Haikal ini apa, ya?"

Haikal tersenyum. Tatapannya jatuh pada mikrofon milik Pak Joko yang tergeletak di meja. "Jadi penyanyi, Pak."

|✔| 36 HARIWhere stories live. Discover now