Prolog

1.6K 231 24
                                    

Halo guys aku dateng dengan cerita baru. Ini project ponyo, aku ikut lomba dengan tema love life jakarta. Cerita ini akan mendapat sedikit bab, anggap aja short story.

Mohon dukungannya yay. Vote dan komen sebanyaknya❤️❤️

🥀🥀



Anak laki-laki berjas hitam meletakkan bunga lili senada warna dinding ruangan ke vas kaca di meja kecil samping tempat tidur. Pasien yang terbaring di atas kasur tak kunjung memberi isyarat kehidupan, yang kemudian membuat seisi ruangan seolah ikut tertidur hampir seperti kematian. Hanya bunyi denyit elektrokardiogram yang membuat ruangan itu tidak benar-benar sunyi. Garis bergelombang pada layar semakin melemah menyebabkan menurunnya angka yang menghitung detak jantung.

Anak laki-laki itu tidak seorang diri berkunjung ke ruangan ini, ada orang lain selain dirinya. Seorang wanita lewat setengah baya yang terduduk lesu dengan kepala tertunduk dan tangan saling bertaut. Bibirnya bergetar mengucap doa-doa yang tidak ada putusnya. Di samping wanita itu duduk laki-laki yang merupakan suami dari si wanita. Nampak lebih tabah dari sang istri yang seperti ikut mati kehilangan gairah hidup. Meski demikian, tragedi tetap meninggalkan duka pada dirinya. Terbukti dari tatapan kosong ke arah ranjang, tatapan antara keputusasaan dan harapan yang begitu tipis hingga tak terbaca.

Derit pintu yang terbuka mengambil atensi si anak laki-laki dan sepasang suami istri untuk menoleh ke arah yang sama. Dokter yang didampingi dua suster tersenyum ramah pada sepasang suami istri. Menyambut kehadiran dokter dan suster, sepasang suami istri itu bangkit dari duduknya. Dokter, dua suster dan sepasang suami istri terlibat dalam obrolan yang serius. Sang dokter menjelaskan dengan eskpresi ibah dan menyesal, dua suster di samping juga terlihat murung dimana mereka justru memalingkan wajah lebih memilih menatap ke arah ranjang. Sang wanita lewat setengah baya menangis, hampir terjatuh andai saja tidak dipegang pundaknya oleh sang suami. Dokter menepuk pundak sang suami, memberi kata-kata semangat yang sebenarnya sangat tidak berguna.

Anak laki-laki itu menyaksikan bagaimana tragedi mengubah kehidupan menjadi duka dan kehancuran. Air mata dan jeritan menceritakan segala rasa sakit dari kehilangan serta ketidakberdayaan.

“Len, kamu di sini lagi? “ anak perempuan mengenakan dress hitam sudah berdiri di samping anak laki-laki yang dipanggil Len, berdecak pinggang seraya menghela napas. Merasa bosan oleh tindakan Len yang terus berlanjut tanpa henti.

“Sekarang jadwal menjenguk,” Len mengumbar senyum, tidak mempersalahkan penilaian anak perempuan itu.

Anak perempuan itu menghela napas. “Kamu tau? Kamu cuma buang-buang waktu. Sampai kapan kamu mau menunggu?“

Len memegang dagu, bola mata bergulir ke atas. “Nggak tau sampai kapannya, soalnya semuanya baru dimulai, “ jawabnya setelah berpikir dan masih ragu.

TBC

Regeneration Life Of JakartaWhere stories live. Discover now