3 - AULIA SEDRIA

57 20 20
                                    

Matahari semakin naik bersamaan dengan udara yang menjadi semakin panas. Tepat pukul sebelas siang, Miss Nada mengakhiri jam les hari ini. Tiga remaja itu keluar meninggalkan satu remaja yang sedari tadi terdiam seolah tak memiliki gairah hidup.

"Gue pulang bareng Dzon ya, Kal?" ucap Aulia terdengar seperti meminta izin.

Haikal yang mendengarnya terlanjur tertawa sambil memegangi perut. "Kenapa pake acara bilang ke gue, hah?"

"Ya biar ntar kalau semisal gue telat pulang terus Ayah gue tanya lo bisa jawab."

"Dih, anjir. Emang lo mau kemana?" tanya Haikal penasaran.

Aulia mengibaskan tangan di depan mukanya. "Kepo, udah ah gue mau pergi."

"Dih."

Setelah itu Aulia berlarian kecil masuk ke mobil Dzon. Begitu mobil Dzon melewatinya, cowok itu menurunkan sedikit kaca mobilnya.

"Duluan, Kal."

"Oi, Ya. Hati-hati," balas Haikal mengangkat satu tangan.

Haikal hendak pergi tapi dia tidak ingin langsung pulang. Ia ingin bermain-main sebentar ke rumah temannya. Tapi ia lupa jika ia masih meninggalkan tasnya di dalam karena terburu-buru.

Di dalam, Alan masih menatap nanar bukunya. Berusaha memahami materi yang tadi baru diajarkan Miss Nada sembari mengingat penjelasan wanita muda itu beberapa menit yang lalu.

Tadi saat mengerjakan latihan Alan salah satu, sedangkan Aulia, Haikal, dan Dzon benar semua. Alan mengerang dalam hati seraya menjambak rambutnya lamat-lamat.

Ia masih bertahan untuk membuka matanya dan kembali mengerjakan soal yang tadi salah. Penanya terus bergerak sampai Haikal yang tadi sudah keluar tiba-tiba kembali.

"Alan, lo gak pulang?" tanya Haikal seraya mengambil tasnya.

"Lo duluan aja, gue masih mau di sini." Oke, mungkin ini adalah kalimat terpanjang yang terlontarkan dari mulut Alan semenjak ia sampai di sini.

Entah, kenapa Haikal malah menangkap aneh jawaban Alan barusan. "Lo berantem lagi sama bokap lo?"

Tangan Alan berhenti, ia sedikit terpaku. Dagunya sedikit di angkat untuk melihat wajah Haikal. Alan lupa kalau ia sedang berhadapan dengan siapa. Alan lupa kalau Haikal sudah tau tentang masalahnya, kecuali tentang yang tadi pagi.

"Lo pasti tau jawabannya."

"Lo mau nginep di rumah gue malam ini? Gue sendirian lagi sih," tawar Haikal.

"Emang boleh?"

"Emang gue pernah nolak permintaan lo?"

Alan terkekeh.

"Thanks."

"Ya udah yuk, gue tunggu di depan."

Alan mengangguk.

*****

Tadinya Dzon ingin mengajak Aulia ke taman kota untuk berjalan-jalan tapi gadis itu menolak dengan alasan terlalu jauh nanti Papanya pasti khawatir. Alhasil, setengah jam berlalu mobilnya hanya berputar-putar sekitaran daerah Bundaran HI.

"Lo lucu ya?" Kalimat itu terlontar dari mulut Aulia yang melambang perasaannya saat ini.

"Gue? Gue ganteng bukan lucu," sanggah Dzon seraya menyugar rambutnya ke belakang dengan tangan. Benar-benar narsis tingkat maksimal.

"Dih. Iya deh yang paling diidamkan cewek-cewek sesekolah. Kalau pengin pacar tinggal pilih tuh mana yang cantik."

"Maksudnya lo?"

"Hah?"

"Iya, lo cantik."

"Tuhkan, gak usah puji-puji gue. Gue gak suka."

"Kenapa gak suka?"

"Ya, gak suka aja. Apalagi yang puji lo?"

Dahi Dzon mengerut. "Kenapa?"

Aulia menggeleng. Ia tidak mau Dzon tau kalau ia tiba-tiba kebelet pipis gara-gara digombalin Dzon. Si paling ganteng di antara yang lain.

"Ini kita sebenarnya mau kemana sih?"

"Jalan-jalan," balas Dzon seadanya.

"Tanpa tujuan kayak gini?"

"Ada, tujuan kok."

"Apa kalo gitu?"

"Berduaan sama lo."

Pliss deh, Dzon, jangan gombalin gue mulu udah di ujung nih. Ntar gue maluuuu, batin Aulia menjerit.

Aulia tak menghiraukan cowok itu lagi, ia lebih memilih melihat gedung-gedung di luar jendela mobil. Sampai mata cantiknya menemukan sosok yang mirip Ayahnya di parkiran salah satu kafe di pinggir jalan.

Aulia langsung menyuruh Dzon berhenti. Kedua sejoli itu sama-sama memperhatikan pergerakan Ayahnya yang kemudian masuk ke dalam kafe bersama seorang wanita berpakaian merah.

Mata Aulia tak berkedip sedikit pun. Ia masih berusaha mencerna antara apa yang dilihatnya dan dirasakannya. Apa itu teman SMA yang tadi Ayahnya maksud? Aulia kira yang dimaksud itu laki-laki bukan wanita.

"Au, mau pergi atau ikutan masuk?" tanya Dzon hati-hati.

Aulia menoleh sekilas. "Pergi aja, anterin gue ke makam Ibu."

Dzon tidak bisa bereaksi apapun selain mengiyakan. Maka mobil putih itu melesat jauh meninggalkan daerah perkotaan. Di sepanjang perjalanan, Aulia diam saja dan Dzon tidak berani membuka suara.

Hampir pukul dua siang, mereka berdua sudah sampai di makam Ibu Aulia. Sudah lama Aulia tidak pernah ke sini. Mungkin kali terakhir ia kesini sekitar tiga tahun yang lalu bersama Ibunya.

Aulia jongkok di samping pusaran terakhir Ibunya, Dzon menyesuaikan. Gadis itu mencabuti rumput yang menutupi makam Ibunya lalu menebarkan bunga yang tadi sempat dibeli di depan makam.

"Dzon, lo bisa tinggalin gue sendiri gak?" pinta Aulia.

Awalnya Dzon bingung mau merespon apa, tapi cowok itu dengan sigap mengangguk dan langsung berdiri. "Gue tunggu di mobil, Au, kalo ada apa-apa panggil aja."

Aulia tidak menjawab. Gadis itu kembali jongkok dan mengelus batu nisan yang tertulis nama Ibunya. Ratu Septiana. Hatinya yang membawanya ke sini setelah melihat Ayahnya pergi dengan wanita lain.

"Yang Au tau, cuma Ibu perempuan yang Ayah cintai. Cuma Ibu perempuan yang ada di hati Ayah dan Au. Dan selamanya gak ada yang bisa ngegantiin posisi Ibu, karena Ibu surganya Au."

"Dia hanya tidak ingin Ayahnya menikah lagi. Itu saja. Ayah, Ibu, dan Aulia adalah keluarga utuh di surga."

SAPTAWhere stories live. Discover now