62.Beginning

2.6K 307 19
                                    

Selamat Membaca








Devan mengusap wajah nya kasar sudut netra nya menatap wajah penuh lebam milik Arka. Jika boleh jujur ia sebenarnya belum puas memukul Arka tadi tapi jika di pikir kembali rasanya membuat Arka sekarat pun tak akan membuat kondisi Aska membaik dan hanya akan memperburuk kondisi Aska saat sadar nanti karena ia tau betapa sayang nya Aska pada Arka.


Aska memang sudah di pindahkan di ruang rawatnya, ada beberapa luka di tubuhnya karena terkena pecahan kaca. Kini ia hanya berdua dengan Arka, menunggu Aska sadar karena orang tua Aska yang sedang mengurus beberapa hal bersama dokter yang menangani Aska. Orang tua nya sendiri sedang pulang istirahat sebentar serta mengambilkan nya baju ganti.


Soal kondisi Aska bersyukur tak begitu buruk walau tetap saja mampu membuat mereka semua merasa begitu terluka. Kaki kanan Aska mengalami retak kecil juga benturan di kepala nya membuatnya gagar otak ringan. Bersyukur Aska langsung di larikan ke rumah sakit dan mobil yang menabrak mobil yang di tumpangi Aska berkecepatan rendah sehingga yang cukup parah hanya bagian kanan tepat bagian kemudi.


Yang ia dengar nasib Faye itu cukup parah dan masih berada di ruang gawat darurat mengingat ia berada di kursi kemudi yang langsung berbenturan dengan mobil yang menabrak keduanya. Devan sendiri tak peduli karena baginya gadis itu masih belum cukup menerima hukuman nya karena sudah menyentuh adik satu satunya.



"Maaf."



Suara lirih Arka yang duduk di sofa dekat ranjang Aska membuatnya mengalihkan tatapan nya dari wajah tenang Aska yang tertidur. Menatap tak percaya pada satu kata yang sudah di ucapkan oleh Arka. Satu kata yang seharusnya mustahil dapat di ucapkan oleh orang se arogan Arka. Dan hal ini membuatnya sadar ternyata Aska mempunyai pengaruh sebesar ini hingga mampu menurunkan ego Arka.


"Baru sadar?? " Sarkas Devan masih dengan kedua tangan nya yang menggenggam erat tangan kanan Aska yang bebas dari selang infus seolah enggan melepaskan nya.

Arka yang sedari tadi menunduk lantas menegakkan kepala nya. Menatap sendu tubuh adiknya yang terbaring lemah dengan beberapa alat bantu medis. Terlihat begitu menyakitkan di mata nya. Ia bahkan enggan mendekat karena ia merasa ia tak pantas berada di dekat Aska setelah apa yang sudah ia lakukan pada adiknya itu.


"Gue kira semua bakal berjalan seperti yang gue rencanain, gue kira gue sehebat itu buat ngatur semuanya___"


"Dan sifat arogan lo itu yang bikin lo nutup mata kalo lo cuma manusia. Lo cuma manusia yang bisa berencana. " Potong Devan dengan suara tajam nya.


"Gue sadar gue terlalu arogan Devan, gue sadar itu."


"Lo baru sadar saat Aska udah kayak gini bangsat. Kalo aja semua sesuai rencana lo, lo ga akan pernah sadar sifat arogan lo iya kan. " Nafas Devan memburu, mencoba tetap menahan suara nya agar tak menganggu Aska.


Arka tertegun, mungkin benar ia tak mungkin sadar jika saja semuanya berjalan sesuatu apa yang dia rencanakan. Ia akan tetap jadi Arka yang arogan yang menganggap jika ia sehebat itu.


"Lo tau, gue sebenernya belum puas mukulin lo. Tapi gue inget sesayang apa Aska sama lo. Aska yang bahkan ga dendam sedikit pun sama lo yang udah lukain hati dia, sesayang itu dia sama lo. Gue juga yakin Aska bakalan marahin gue kalo tau gue mukulin lo. Padahal lo pantes dapetin itu. " Sahut Devan kembali.


"Aska bakalan marah nggak sama gue??" Arka bertanya dengan suara lirih nya.


"Nggak tau, gimanapun Aska tetep manusia yang bisa marah." Jawab Devan singkat.

Little Brother (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang