64.Hurt

2.8K 310 90
                                    

Selamat Membaca














Devan menatap punggung tegap Arka yang berjalan tepat di depan nya. Setelah banyak perdebatan akhirnya mereka di sini, di lorong rumah sakit menuju ruangan Aska. Pada akhirnya Devan berhasil membujuk Arka agar setidaknya mau menemui Aska. Sungguh ia tak tega melihat Aska menangis mencari keberadaan Arka. Tak ia perduli kan lagi rasa iri pada Arka karena yang ada di pikiran nya hanyalah ia harus membuat Aska berhenti menangis.





Mereka menghentikan langkah nya di ruangan Aska. Dapat keduanya dengar dengan jelas suara isakan Aska meski dari luar ruangan. Jam sudah sendiri sudah menunjukkan hampir pukul 4 pagi. Terlalu lama kedua nya berdebat dan berakhir sama sama terdiam hingga tak sadar jika waktu semakin pagi.





Arka berbalik, menatap Devan yang ikut berhenti. "Lo duluan." Suruh Arka pada Devan.



Devan mendengus kasar, "Jangan jadi pengecut." Sinis nya.




Arka menghembuskan nafas nya kasar, tangan nya terulur membuka pintu didepannya.










Cklekk









Hal pertama yang ia tangkap adalah Aska yang menangis terisak dalam pelukan mama mereka. Surai adiknya berantakan dan suara adiknya pun terdengar serak. Mungkin karena ia terlalu lama menangis, dapat ia pastikan pasti sekarang tenggorokan adiknya itu sakit. Papa nya sendiri duduk tepat di samping ranjang Aska sambil menggenggam tangan sangat adik. Bahkan papa nya dapat melakukan ini setelah mengucapkan kalimat menyakitkan untuknya.







Apakah ia boleh hancur saat ini?? Apa benar hadirnya memang tak sepenting itu di keluarga nya??


Menggelengkan pelan kepalanya lantas ia memaksakan sebuah senyuman yang rasanya begitu menyakitkan. Dengan perlahan ia membawa langkah nya mendekat ke arah keluarga nya, melupakan wajah nya yang terasa sakit karena pukulan Devan tadi dan sayatan di lengan nya.





"Adek_____" Panggil nya dengan suara yang begitu lembut.






Aska yang dalam pelukan bunda nya lantas menghentikan tangisnya saat mendengar suara yang begitu familiar untuk nya. Ia yang tadinya menundukkan kepala nya dalam ceruk leher bunda nya kemudian menegakkan kepalanya dengan cepat. Dan saat netra nya menangkap kehadiran abang nya ia langsung melepaskan pelukan.





"Abang!! " Panggil Aska dengan suara serak nya. Sesaat ia tercekat mendapati bagaimana luka lebam di beberapa bagian wajah kakak dan jangan lupakan perban yang melilit tangan sang abang.





Melihat kedatangan sulung nya Melinda menyingkir, memberikan ruang agar kedua puteranya dapat bertemu. Senyum tipis terukir melihat bagaimana Arka kini ada di sini, sudah ia duga Arka tak mungkin tega membiarkan Aska menangis terus menerus. Berbeda dengan Erland yang kini justru menatap tajam pada kedatangan Arka.






"Adek___"







Greppp









Little Brother (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang