6. Eros dan club malam

113 12 1
                                    

"Argh," erang Eros saat minuman itu meluncur di tenggorokannya.

"Kaya orang banyak utang aja sih lo," celetuk Micho tanpa menoleh, karena ia sedang sibuk pada seorang gadis yang sejak 10 menit lalu duduk di sampingnya.

"Bukan banyak utang, tapi banyak pikiran," sahut Jordan seraya menaruh handphonenya di atas meja.

"Bocil lo, kenapa gak diajak Dan?" tanya Micho membuat Jordan menatapnya tidak suka.

"Gue bukan lo! Yang kerjaannya ngerusak cewe."

Micho tertawa meledek, sambil merangkul dan memberi kecupan mesra di pelipis gadis itu. Ia menatap Jordan, "Halah, bilang aja cewe lo masih bocil. Lagian kok bisa-bisanya lo ngajak tuh bocil pacaran. Belum bisa di apa-apain kan jadinya, mampus," ledek Micho dengan wajah puas.

Memang benar kekasih Jordan ini bisa dibilang masih kecil, karena masih menginjak bangku SMP. Beda beberapa tahun dengan Jordan yang sudah memasuki penghujung SMA.

Jordan berdecak kesal, meneguk minumannya dengan cepat.

"Bacot!" ucapnya.

Micho sendiri sudah tertawa puas melihat itu. Mengejek Jordan yang memiliki kekasih anak kecil, mengejek Naldo yang tidak pernah berpacaran, juga mengejek Eros yang masih gagal move on adalah hobinya. Menurutnya, di antara mereka berempat ialah yang paling unggul dalam hal percintaan.

"Cabe lo mana? Tumben belum nongol," tanya Jordan pada Eros yang sibuk dengan handphone.

Mendengar itu Eros lantas tersenyum lebar, sambil memperlihatkan layar handphonenya.

"Anjing!" umpat Jordan seraya mengusap wajahnya kasar.

"Cari pacar tuh kaya gini, bukan malah anak kecil," ucap Eros lalu bangkit dan memasukan handphonenya ke dalam saku celana jeans yang ia kenakan.

"Lo sama Cecil itu gak cocok pacaran. Tapi cocoknya om sama ponakan," ledek Eros langsung berjalan meninggalkan Jordan yang sudah siap menimpuknya dengan kotak rokok.

"SIALAN LO!"

🌻

Pukul 2 lebih 10 menit, Eros sudah kembali berpakaian rapi. Dengan kaos polos berwarna putih juga celana jeans. Kedua kakinya juga sudah kembali mengenakan sneakers putih.

"Gue duluan," ucapnya pada gadis yang masih terlelap di balik selimut tebal itu.

"Hm," gumamnya.

Eros lantas mengambil dompet yang ada di atas nakas, juga mengambil jaket jeans yang tergeletak sembarangan di lantai. Ia kembali mendekat ke arah kasur, duduk di sisinya.

Tangan kekar itu terangkat mengusap lembut puncak kepala gadis yang masih memejamkan mata. Perlahan ia mendekat dan mengecup keningnya singkat.

"Thanks and sorry, babe," gumamnya, membisikan kata-kata yang entah sudah berapa puluh kali ia ucapkan padanya.

Bohong jika tidak ada rasa bersalah di dalam dirinya. Nyatanya setiap kali melakukan hal itu, Eros selalu dilanda rasa bersalah setelahnya. Seperti malam ini, ia juga lelaki normal belum lagi tak ada pengertian tentang hal ini dari kedua orangtuanya. Membuat Eros yang sejak lama terjun ke dunia malam dan melihat segala aktivitas di club, membuatnya berpikir hal seperti ini adalah umum.

Namun semakin Eros dewasa, barulah ia paham dengan sendirinya bahwa apa yang ia lakukan pada gadis-gadis itu salah. Tapi Eros juga tidak bisa menghentikannya, ia sudah terlanjur terjerumus cukup dalam.

Suasana club ternyata masih sangat ramai. Eros berjalan menuruni tangga sambil menoleh ke kanan dan kiri, guna mencari kedua temannya. Matanya menyipit kala melihat Micho yang sudah mojok di sana, ia pun mengurungkan niatnya dan memilih duduk di salah satu bangku di depan bartender yang tengah sibuk.

Dunia ErosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang