-21-

1.2K 169 15
                                    

Keringat dingin membasahi dahi Sean yang sekarang lagi berada didalam ruangan Dokter Haein. Ditatapnya Dokter Haein dengan raut wajahnya yang ketakutan itu "Anak saya baik baik saja bukan?" akhirnya kalimat ini terlontar juga dari bibir Sean.

Dokter Haein menghela nafasnya dengan kasar dan beralih menatap Sean dengan sendu "Seperti yang kamu tahu, Rosie membutuhkan pendonor jantung. Sekarang jantungnya sudah benar benar lemah jadi dia membutuhkan pendonor dengan segera. Sekarang kondisi Rosie tidak bisa dibilang baik baik saja. Kondisinya bakalan semakin memburuk kalau operasi penukaran jantung tidak dilakukan dengan segera"

Hati Sean seakan diremas dengan kasar. Sakit, perih dan juga nyeri yang dirasakan olehnya "Tolong pertahankan anak saya Dok. Saya sudah berusaha mencari pendonor jantung buat anak saya tapi semuanya bahkan tidak cocok. Tolong saya Dok" pinta Sean melirih.

"Pihak rumah sakit juga lagi berusaha mencari pendonor jantung buat Rosie. Sekarang kita hanya mampu berdoa agar Tuhan memberi kesempatan untuk Rosie terus bersama kita. Kamu juga harus kuat. Apa pun yang terjadi, kamu harus ikhlas menerimanya" nasihat Dokter Haein.







Dengan senyum palsunya Sean menghampiri Rosie yang terbaring lemes diatas kasur ruang inap. Bocah itu sudah membuka matanya namun tatapannya benar benar sendu.

"Hai sayang" Sean mengecup dahi sang anak berkali kali.

"D-Daddy" lirih Rosie dibalik masker oksigennya.

"Daddy disini" sahut Sean.

"M-Mommy"

Sean menelan ludahnya dengan kasar "M-Mommy lagi sibuk. Nanti dia kesini ya" bohongnya.

"D-Daddy bohong" sambar Rosie "Mommy sudah membenci aku. Aku hanya terlahir dari kesalahan. Mommy tidak pernah menginginkan aku" lanjutnya sendu.

"Jangan ngomong seperti itu. Rosie lupakan saja ya apa yang dikatakan sama Mommy. Waktu itu Mommy hanya tidak sengaja. Mommy sayang sama Rosie kok"

"Apa Daddy bisa menolong aku? Aku ingin Daddy tolong menuliskan surat dari aku untuk Mommy"

"Sebentar ya" Sean bergegas keluar dari ruang inap itu. Tidak butuh waktu yang lama, dia kembali dengan membawa kertas dan juga pen.

Dengan menahan tangisnya Sean menulis kata kata yang dilontarkan oleh anaknya itu. Ingin sekali dia menangis ketika menulis curhatan hati sang anak namun dia harus kuat saat ini. Dia tidak boleh terlihat lemah didepan sang anak.

Beberapa menit berlalu, akhirnya surat yang ditulis itu berakhir membuatkan Sean bernafas lega. Dia sudah tidak sanggup mendengarkan kalimat kalimat yang dilontarkan oleh anak kesayangannya itu.

"Nanti pas aku pergi, tolong serahkan surat itu buat Mommy ya" pinta Rosie.

"Kamu tidak akan kemana mana! Apa pun yang terjadi, Daddy akan tetap pertahankan kamu!" tegas Sean.

Rosie tersenyum lirih "Percuma kalau Daddy pertahankan aku kalau nyatanya Mommy yang melahirkan aku sendiri malah menginginkan aku mati"

Lidah Sean seakan kelu. Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Rosie itu membuatkan Sean sadar kalau Rosie sudah cukup terluka sama kata kata yang dilontarkan oleh Jennie.

Perasaan bersalah Sean semakin kuat. Andai dia tidak melakukan sesuatu yang kejam kepada Jennie, anaknya itu pasti tidak akan merasakan penderitaan dihidupnya. Semua ini salah dirinya dan Sean tidak bisa menyangkalnya lagi.









:
:

Jennie semakin menangis dengan histeris ketika membaca surat yang baru saja dikirim kemansionnya itu.

Surat itu ternyata dari Limario yang ingin menceraikan dirinya. Tolong, Jennie tidak mau kehilangan suaminya itu. Apa yang harus dia lakukan?

"Jen" Joy menghampiri Jennie yang masih menangis dibalkon kamar. Dia memang tidak pulang si soalnya dia takut Jennie melakukan sesuatu yang gila.

"Suami gue mau ceraikan gue. Gue harus gimana Joy? Gue tidak mau cerai sama dia. Gue sudah tidak ada siapa siapa lagi" racau Jennie dengan mata sembabnya.

"Cukup Jen!" sentak Joy yang sudah jengah itu. Dia memegang kedua pundak Jennie dengan kasar membuatkan Jennie menatapnya "Kalau itu sudah menjadi pilihan Lim, elo tidak bisa ngapain lagi! Lo harus ikhlasin dia!"

Jennie menepis tangan Joy dengan kasar "Gue tidak mau berpisah sama suami gue! Apa yang terjadi ini bukan salah gue! Semuanya salah Sean!" marahnya.

"Elo tahu kalau Sean yang salah tapi kenapa elo malah melemparkan kesalahan itu sama Rosie?! Rosie anak elo Jen!"

"Gue tidak menginginkan dia!"

"Tapi dia tetap anak elo! Elo yang melahirkan dia! Dia darah daging elo sendiri! Sadar Jen! Elo sudah tidak punya siapa siapa lagi! Orang tua elo sudah pergi buat selama lamanya! Hanya Rosie satu satunya darah daging elo! Berhenti menjadi egosi Jennie!" teriak Joy diakhir kata.

"Gue egois?!" tanya Jennie tidak terima.

Joy terkekeh sinis "Iya! Lo egois! Apa elo lupa kalau dulu elo juga terlahir dari kesalahan orang tua elo?"

Deg

Jennie sontak bungkam.

"Orang tua elo tidak pernah menginginkan kehadiran elo tapi apa mereka pernah melontarkan kata kata yang kejam sama elo?! Apa mereka pernah membuang elo?! Kalau elo bilang Rosie terlahir dari kesalahan dan elo pantas membenci dia, terus apa bedanya sama elo? Elo juga terlahir dari kesalahan. Apa elo juga memang harus dibenci?!?"

Joy mengguncangkan kedua pundak Jennie "Sadar Jen. Dia hanya bocah kecil yang tidak bersalah. Dia darah daging elo, seharusnya elo menjaga dan menyayangi dia, bukannya menyakiti hati dan fisik dia. Walaupun selama ini elo tinggalin dia, dia tidak pernah lupa menyeru nama elo didalam doanya" Joy menghela nafasnya dengan kasar dan berganjak meninggalkan Jennie yang masih tidak memberi reaksi itu.






  Tekan
   👇

Rumit✅Where stories live. Discover now