Cahya pulang dengan wajah lesu, ia sangat capek hari ini. keinginannya dia saat ini hanya tidur dengan tenang tanpa ada seorang pun yang menganggu dirinya.
cahya menarik nafas panjang, hari ini berat sekali baginya, bahkan lebih terasa berat dari hari hari sebelumnya.
gadis itu tiba tiba menangis, air matanya deras mengalir di pipinya. ia sangat membutuhkan seseorang untuk mendengar semua keluh kesah dia.
cahya berdiri di depan cermin, dia memandangi dirinya dengan air mata yang terus mengalir.
"gue ga sanggup".
bibirnya bergetar mengucapkan kalimat itu, kenapa hidupnya sekarang seperti ini? ya tuhan ini seperti diujung neraka.
tok tok tok.
pintu kamar cahya diketuk oleh seseorang, cahya yang sedang menangis meratapi dirinya didepan cermin yang penuh manik putih itu, segera menoleh ke sumber suara.
cahya mengabaikan sumber suara itu, ia pikir mungkin itu sarla atau bahkan irwan, ah tapi tidak mungkin kalau irwan. ia mana pernah peduli dengan cahya, bahkan tak pernah cahya mendengar irwan mengetuk pintu kamarnya untuk bertemu denganya.
"buka pintunya".
cahya mematung, suara itu? kenapa tiba tiba?, dan kenapa baru sekarang? ini adalah sesuatu yang menggembirakam baginya.
mendengar suara itu, cahya langsung berlari membuka pintu kamarnya, ia mendapati pria yang tinggi gagah berdiri di hadapan cahya, siapa lagi kalau bukan irwan ayah kandung cahya. sosok yang ia rindukan selama ini, bahkan sekarang ia berhadapan dengan pria itu, dan apa? sekarang ia yang menghampiri cahya? rasanya sungguh seperti mimpi, sebahagia ini cahya sekarang?.
"ayah? kok tumben, ada apa?" cahya menyembunyikan rasa senangnya saat ini. ia tidak mau ayahnya melihat wajah cahya yang senang ketika melihatnya.
''keluar ayah mau bicara'' ucap ayahnya dingin.
Cahya menuruti permintaan ayahnya walaupun ia sangat heran dengan sikap ayahnya.
Di luar sudah terdapat sarla yang tengah duduk di sofa, cahya melirik sarla ia berpikir bahwa ayahnya mungkin yang menyuruh sarla keluar.
ntah apa yang akan dikatakaan oleh pria itu kepada dua perempuam yang ada di depanya
''ada apa?'' Tanya cahya sedikit malas.
Sarla memandangi putrinya dan suaminya itu dengan tatapan serius, sebenarnya sarla tau apa yang akan dikatakan suaminya itu. Tapi sarla memilih untuk diam.
''ayah ingin menjodohkan kamu dengan anak dari teman ayah''.
Perkataan ayahnya membuat bibir cahya terbungkam, hatinya diam seolah tak mampu berkata kata lagi. Tubuh cahya lemas, bagaimana mungkin ayahnya mempunyai pikiran untuk menjodohkan putrinya kepada laki laki yang sama sekali tidak cahya kenal. Bahkan cahya saja masih terjebak dalam trauma yang sangat luar biasa sakitnya.
''ayah apaan sih main jodoh jodohin lagipun aku ini masih sekolah, aku masih kelas sebelas belum saatnya ngebahas hal sejauh itu, aku masih ingin kejar cita cita aku. Aku juga ada hak untuk memilih pasanganku sendiri'' setelah cahya menyelesaikan kalimatnya, cahya berdiri dan berlari meninggalkan kedua orangtuanya itu.
Ia tak habis pikir dengan omongan ayahnya tadi. Apa yang merasuki pikiran ayahnya itu, sampai sampai melakukan hal yang diluar pikiran cahya.
Air mata cahya tak bisa dibendung lagi, ia menangis sejadi jadinya. Ingin sekali cahya mengatakan hal ini kepada pacarnya Fenrir, namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan semua ini.
Baru saja cahya berdiri dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi, ponselnya berbunyi. Itu tandanya ada yang menelepon cahya. Cahya yang mendengar bunyi ponselnya itu langsung menghampiri benda itu. Tertulis nama Fenrir di layar ponsel cahya, ia buru buru mengangkatnya.
Halo, ay
Iya halo kenapa fen
Wait, why ada apa nangis
Ah engga gapapa gue batuk sama flu akhir akhir ini jadi suaranya agak bindeng
Ada apa ay, terus terang
Cahya menimbang nimbang dahulu, apakah ia akan mengatakan hal tadi kepada Fenrir. Tapi cahya rasa tidak, toh mereka baru saja pacaran cahya tidak mau hubunganya yang belum lama itu jadi terganggu dengan masalah itu.
Tunggu, tapi kenapa cahya jadi berpikir seperti itu, bukanya tadi ia menantang perkataan ayahnya karena dia masih merasakan traumanya? lalu kenapa sekarang ia mempunyai pikiran agar hubunganya dengan Fenrir baik baik saja?, cahya sangat bingung dengan perasaanya kali ini.
Halo, ay kok diem sih aku nanya loh malah diem
Eh maaf iya fen tadi nanya apa
Aku nanya kenapa tadi nangis perlu diulangin sekali lagi
Cahya malah cengengesan, ia menertawakan tingkah Fenrir yang sedikit jengkel dengan cahya yang mendiamkanya saat Fenrir bertanya kepadanya.
Yee bocah malah ketawa
Gue kan udah bilang gue gapapa lagian alay banget lo khawatir ke gue
Yaudah kalo ngga mau di khawatirin
Dih ya udah, matiin teleponya gue mau mandi
Gamau mager banget jari gue
Gengsi banget manggil aku kamu kalo lagi marah
Cahya sengaja meledek Fenrir saat sedang ngambek begini, menurut cahya, Fenrir terlihat sangat lucu kalau sedang begini.
Ya udah deh
Fenrir menutup teleponya, sepertinya ia sangat jengkel dengan cahya.
''dih dimatiin beneran, males banget gue kalo ngechat''
Mau tak mau cahya harus membuang gengsinya demi pacarnya yang sedang murung denganya itu.
Cahya
Maaf tadi Cuma bercanda aja loh
Lo marah?
Fenrir
Nanya lagi lo
Cahya
Bisa marah juga ya lo
Fenrir
Lo kira gue apaan gabisa marah
Cahya
Ya udah deh gue minta maaf, lagian lo baperan banget
Fenrir
Lo sebenernya ikhlas ga si minta maaf ke gue
Cahya
Ikhlas ga ikhlas si haha
Fenrir
Ya udah gausa minta maaf kalau gitu
Cahya
Becanda sayang
Astaga apa yang barusan cahya ketik. Pipi cahya seketika merona, bahkan memanggil Fenrir dengan sebutan ''kamu'' saja ia tidak pernah, malahh sekarang ia langsung memanggilnya dengan kalimat ''sayang''.
Gapapalah kan sama pacar sendiri batin cahya
Cahya mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, setelah ia menghabiskan waktu yang tak seberapa itu bersama Fenrir. Sekarang ia hanya ingin tidur agar pikiran dan hatinya tenang
dukung terus ceritanya yaa, follow akunku juga biar ga ketinggalan sama chapter selanjutnya, thnk u
DU LÄSER
TENTANG KITA
Tonårsromaner⚠️FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ ~ON GOING~ seseorang gadis yang melawan traumanya dengan kejadian satu tahun yang lalu, dan bertemu dengan sosok lelaki yang menghilangkan traumanya secara perlahan lahan dengan caranya sendiri. ...