Chapter 17

7K 315 0
                                    

Jam 5 pagi ada seorang gadis yang sedang duduk di balkon kamarnya dengan kantung mata terlihat jelas bahwa ia kurang tidur dan juga matanya terlihat bengkak dan sembab. Ia menatap matahari yang perlahan menunjukkan diri disebelah timur.

"Sunrise-nya bagus." Gumam gadis itu yang tak lain adalah Asya.

Mata Asya terlihat sendu. Ia masih menatap matahari dengan tatapan sendunya. Ia mengingat kejadian tadi malam setelah ia pulang dari arena balap.

Flashback On

Setelah turun dari motor Elan, Asya segera memasuki rumahnya. Namun, gerakannya terhenti didepan pintu ketika ia tak sengaja mendengar suara seperti barang pecah.

Perlahan Asya mendekat untuk mencari tahu apa penyebab barang itu pecah. Ia membuka pintu perlahan, kepalanya menyembul kedalam.

Prang

Asya tersentak dan refleks mengeluarkan kepala lagi. Lalu perlahan menyembulkan kepala lagi. Ternyata didalam ada kedua orang tuanya dan juga kakaknya.

Mama-nya terlihat frustasi dengan air mata terus-terusan mengalir. Mama-nya terlihat marah, sedih, dan kecewa. Mungkin begitu perasaan Mama-nya jika dilihat dari pancaran matanya.

Papa-nya sedikit menundukkan kepala dengan tangan terkepal kuat. Pipinya juga sedikit memerah, sepertinya bekas tamparan. Sedangkan Kakaknya duduk disofa sembari menatap kedua orang tuanya yang terlihat sedang marah.

"Maksud kamu apa sih Bram? Ini apa?!" Diana berteriak sembari melemparkan selembar kertas yang Asya tidak tahu isinya apa.

"Kamu, kamu arghhh!!" Diana berteriak frustasi sembari mengacak rambutnya. Sungguh, ia tidak tahu harus berbicara apa lagi.

"Surat cerai kah?" batin Asya menggaruk rambut dengan raut bingung. Perlahan ia mendekat dan duduk disamping kakaknya. "Ada apa sih bang?" tanya Asya pelan.

"Diem." Titah Rafa dengan nada datar. Asya langsung diam.

"Kamu jahat tau gak sih Bram?" Suara Diana melirih. "Kenapa masalah sebesar ini kamu sembunyiin dari aku?" tanya Diana lagi.

Bram berusaha meraih tangan Diana namun Dian mundur sehingga ia hanya bisa menggapai angin.

"Sesusah itu buat kasih tau aku?" lirih Diana, lagi. "Apa jangan-jangan kamu setuju tentang perjodohan Asya dan Elan karna itu? KARNA KERTAS ITU? IYA?! " Suara Diana naik beberapa oktaf. Nafasnya memburu berusaha menahan emosi.

"Iya, tapi--"

"Itu penyakit parah Bram, apa gunanya aku sebagai istri kamu Bram, APA?!" Pungkas Diana seolah melarang Bram untuk bicara.

"Bukan gitu maksud aku Di, a-aku aku--"

"APA?!"

Asya menggaruk tengkuknya. "Ngegas mulu si emak." batin Asya melihat Mama-nya terus berteriak tidak membiarkan Bram berbicara. Sepertinya Asya tidak bisa diajak serius kali ini.

"Aku cuma gak mau kamu sama anak-anak sedih Di! Cuma gara-gara penyakit sialan ini aku harus melihat seluruh keluargaku sedih, aku gak mau Diana!!" seloroh Bram,sedikit membentak diakhir kalimat.

"Penyakit?" batin Rafa dan Asya.

Diana tertawa hambar, "Fungsi keluarga bagi kamu apa sih Bram? Kita itu keluarga, tempat kita berkeluh kesah. Apa kamu berfikir keluarga itu hanya ada ayah, ibu dan anak? Dan mereka cuma numpang nama, begitu?" Ujar Diana sembari menggeleng-geleng kepala dengan air mata terus mengalir.

ELANASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang