Part 22

3.6K 523 36
                                    

Bekerja menjadi asisten pribadi Bima tidaklah seburuk yang Renata pikirkan, pria itu ketika di kantor bersikap begitu profesional. Tidak terlihat pria yang senang bermain-main atau pun pria yang berpikiran mesum.

Melihat hal itu membuat Renata mau tidak mau kagum terhadap Bima. Ternyata di balik sikap Bima yang mesum ada sisi positif , apalagi Renata bisa melihat bagaimana para karyawan perusahaan yang begitu menghormati Bima bukan hanya karena Bima pemilik perusahaan tetapi karena sikap pria itu yang memperlakukan semua karyawannya dengan sikap baik.

"Renata ?" Suara Bima memanggil membuat Renata bergegas segera masuk ke dalam ruangan Bima.

Bima memang profesional ketika bekerja tetapi sikapnya kepada Renata benar-benar membuat gadis itu harus menahan sabar. Bagaimana tidak, pria itu seakan-akan seorang bocah dan Renata seorang pengasuh, Bima menginginkan Renata selalu di dekatnya, melakukan sesuatu yang terkadang tidak masuk akal tetapi dengan santai Bima malah mengatakan bahwa itu memang tugas seorang asistennya.

Seperti sekarang, Renata baru saja keluar untuk menanyakan jadwal Bima hari ini kepada sekretaris pria itu, sudah terdengar teriak dari dalam ruang kerja Bima. Renata merasa mereka sedang berada di pasar bukannya di kantor yang megah ini.

"Tuh, di panggil Pak Bima," ucap Icha sekretaris Bima dengan wajah menahan senyum. Icha baru tahu Bima, atasannya yang biasanya terlihat tegas bertingkah laku seperti bocah. Terlihat jelas sekali Bosnya itu selalu berusaha mencari perhatian dengan Renata dan yang membuat Icha lucu adalah Renata yang dimodusin malah tidak sadar.

"Nih, atasan ribet benar dah, sedikit-sedikit manggil," gerutu Renata sambil melangkah menuju ke ruang Bima.

Baru saja Renata masuk sudah terdengar suara Bima menggerutu kepadanya. "Ke mana saja kamu ?"

"Saya keluar sebentar untuk menanyakan jadwal Bapak hari ini dengan Icha."

"Kenapa tidak bilang ?"

"Lah, Pak, saya kan cuma ke depan sebentar saja, tidak ke mana-mana."

"Pokoknya mulai sekarang kalau kamu mau pergi, bilang dulu sama aku."

Mendengar kata-kata Bima membuat Renata sampai memutarkan bola matanya karena merasa ucapan pria itu terlalu berlebihan. Renata memang bekerja sebagai asistennya tetapi tidak mesti kan harus 24 jam bersama dengan pria itu.

"Bapak ada perlu apa memanggil Saya ?"

Bukannya menjawab pertanyaan Renata, pria itu malah bersandar santai di kursinya dengan kedua telapak tangan menyatu di atas perutnya.

"Bisa aku meminta satu hal kepada kamu, Renata ?"

"Apa Pak ?"

"Permintaan ini anggap saja salah satu tugas kamu sebagai asisten."

"Tugas ?"

"Iya, tugas, tugas menyenangkan Atasan kamu."

Renata menyipit curiga mendengar kata-kata Bima. "Pak Bima jangan macam-macam, saya memang bekerja dengan Bapak tetapi saya tidak mau dilecehkan."

Mendengar ucapan Renata membuat Bima menghela napas kesal. "Kamu itu curiga terus sama aku."

"Ya, maaf, habisnya Pak Bima kata-katanya menjurus begitu."

"Apanya yang menjurus, kamu itu yang pikirannya menjurus padahal aku tidak berniat begitu," protes Bima kesal.

"Terus Bapak mau apa ?"

"Aku tidak suka kalau kamu memanggil aku dengan sebutan 'Pak', panggil aku 'Aa' saja."

Renata bengong mendengar kata-kata Bima. Renata malah merinding mendengar ucapan pria itu. Dia harus memanggil Bima dengan sebutan 'Aa' ? Bukannya itu terkesan mereka seperti ada hubungan spesial padahal mereka hanya atasan dan bawahan. Renata di sini bekerja menjadi pegawai Bima. Rasa sangat tidak etis kalau harus memanggil Bima seperti itu apalagi kalau di dengar oleh para karyawan yang lain. Mereka pasti langsung berpikir macam-macam.

Sang Playboy Jatuh CintaWhere stories live. Discover now