[3] Jihoon's Worries

2.8K 1.1K 364
                                    

Bukan Yoshi namanya kalau tidak waspada sekitar. Dari luar dia memang terlihat tenang dan biasa saja, tetapi dari dalam dia sangat peka sekitar dan sudah menyiapkan diri untuk menyerang.

Walau hari sudah sore, dia tidak berhenti mengikuti instingnya mencari penawar racun untuk sang ayah. Bukannya apa, dia tahu penawar tersebut ada di dunia manusia, dunia tempat tinggal keduanya. Dia bisa tahu karena dia sempat membaca buku di perpustakaan istana. Di sana mengatakan bahwa penawar racun tersebut hanya dimiliki oleh orang tertentu dan sulit dicari, tetapi berada di dekat siapa pun yang membutuhkan. Sudah jelas kalau penawar racun tersebut ada di sekitar tempat tinggalnya.

Hanya saja, dia kesulitan menemukannya. Entah di mana penawar racun tersebut berada, dia tidak boleh putus asa demi ayahnya, demi kerajaan yang dalam bahaya.

Saat sedang celingukan ke sana kemari sembari menendang kerikil, tiba-tiba kerikil tersebut berbalik ke arahnya karena ditendang, mengenai kaki disusul tawa seseorang.

"Serius amat sampe gak sadar ada gue di sini, ngapain lo?" Tanya orang itu.

Yoshi mendengus sambil menghadapnya. "Lagi cari cara buat bunuh lo."

Jihoon, orang yang barusan menendang balik kerikil ke Yoshi langsung bergidik ngeri. "Serem anjir. Sejak gue tau lo iblis, gue jadi takut sama lo."

"Siapa suruh tau."

"Heh bocah, gue tau lo iblis kan gara-gara si Junkyu! Mana waktu itu lo langsung tunjukin jati diri, kan jadi pingsan gue!"

Kalau ada yang mengatakan Jihoon lebay, Jihoon tidak peduli. Memang itu kenyataannya. Lagipula, siapa sih yang tidak pingsan ketika mengetahui ada iblis di sekitar? Seram pula. Untung tidak dibawa ke kampung halamannya.

"Jangan ganggu gue, gue lagi gak mood," kata Yoshi memilih lanjut berjalan tanpa melihat Jihoon.

Yang diabaikan tentu saja terheran-heran. Yoshi kan jarang badmood, tumben sekali hari ini ekspresi wajahnya lempeng seperti paranormal itu. Apa dia terpengaruh doa Yoonbin? Mendadak dia merasa déjà vu.

Ohohoho, dia harus mencari tahu. Dia kejar langkah Yoshi, lalu merangkul pundak sang teman sambil menunjukkan cengiran lebar. "Bro, adakah yang bisa gue bantu? Mumpung gue lagi cuti, nih."

Langkah Yoshi berhenti lagi, kedua netranya membola, dia menatap Jihoon dengan segera.

Jihoon kan dokter, pasti dia tahu sesuatu tentang racun. Eh tapi, dia kan manusia, bukan iblis.

"Masalah serius, ya?" Tanya Jihoon penuh rasa hati-hati karena Yoshi tidak kunjung berbicara.

Anggukan lesu menjadi jawaban, Yoshi memalingkan wajah, kembali menatap ke depan. "Ayah diracun dan koma... gue harus cari penawar itu dalam waktu dekat. Tapi gue gak tau harus cari penawar itu ke mana, dunia manusia itu luas, gue gak mungkin keliling dunia dalam waktu singkat."

"Heh, gunanya gue sebagai temen lo tuh apa?" Jihoon menjitak kepala Yoshi. "Gue akui gue buruk banget di masa lalu. Tapi lihat gue sekarang, gue berubah! Gue bakal berusaha jadi temen yang baik buat lo, gue bakal bantu sebisa gue. Ayo cerita, jangan dipendam. Nanti meledak, badan lo kebakar beneran."

"Bukannya gue gak terima bantuan lo, tapi..."

"Tapi? Tenang aja, Yosh. Gratis kok, mana mungkin gue malak lo. Kalau dosa gue bertambah nanti malah ketemu lo di akhirat, ditagih dong gue?"

"Hhh..." Yoshi mengembuskan napas panjang, memandang langit cerah di depan sana. "Gue takut. Masalah di kerajaan gue cukup serius, gue punya musuh. Kalau lo terlibat dalam masalah gue, lo dalam bahaya, Ji. Gue gak mau kehilangan temen untuk yang kesekian kalinya..."

Hati Jihoon mendadak sakit. Melihat ketulusan Yoshi dalam pertemanan selalu membuatnya merasa tertohok karena mengingat apa yang telah dia lakukan pada teman-temannya di masa lalu.

Dia merasa... tidak pantas memiliki teman sebaik Yoshi.


























































Malam telah tiba. Yoshi yang tidak kunjung menemukan penawar terpaksa harus bermalam di rumah Jihoon.

Rumah Jihoon cukup luas untuk ditempati seorang diri. Rumah ini adalah hasil jerih payahnya selama menjadi dokter. Ya, walau belum seberapa, setidaknya dia bisa memberikan kesan nyaman bagi para tamunya.

Yoshi duduk di sofa sembari mengeringkan rambutnya yang basah. Matanya menatap serius ponsel di tangannya yang menunjukkan pesan terbaru dari si penyihir yang entah dari mana tahu kalau dia butuh bantuan. Tidak hanya mengirim pesan singkat, si penyihir juga mengirim foto berupa dirinya sebagai penghibur di situasi yang kurang baik ini.

Sudut bibir Yoshi tertarik membentuk senyuman. "Makasih..."

"Ngapain senyum-senyum sendiri? Cieee, udah punya pacar ya?" Goda Jihoon yang entah sejak kapan sudah duduk di sofa di depannya.

"Enggak, ini si Junkyu."

Yoshi menunjukkan foto selfie si penyihir kepada Jihoon. Tawa Jihoon langsung pecah. "Hahahaha! Ya ampun, dia kan jarang kirim foto ke orang. Sekalinya kirim foto kenapa ke lo coba? Gue juga mau kali, lumayan buat gue coret-coret buat ulang tahunnya nanti."

"Akhlakmu neng ndi?"

"Yosh, jangan pake bahasa Jawa dong, gue gak paham nih..."

"Yowes lah aku arep turu dhisik."

"Eits nanti dulu!"

Tiba-tiba Jihoon lompat ke atas meja menghadang Yoshi yang hendak pergi ke kamar tamu. Terkejut dong Yoshi, agak syok karena sempat mengira Jihoon hendak atraksi.

"Ji, inget umur, Ji. Lo udah tua..."

"Ngaca njir, lo lebih tua dari gue. Curangnya, lo tetap awet muda, lah gue awet julidnya doang."

Apakah Yoshi menanggapi? Dia hanya menunjukkan ekspresi datar lalu melempar es batu buatannya ke kaki Jihoon. Alhasil Jihoon melompat dari meja, untung jatuhnya ke sofa.

"Ji, gue apresiasi semua yang lo lakuin bue hibur gue. Tapi maaf, gue butuh waktu buat tenangin diri," ucap Yoshi, melangkah pergi meninggalkan Jihoon yang kini terpaku karenanya.

Pintu kamar tamu tertutup setelah Yoshi masuk. Tetapi Jihoon masih bergeming di tempat tanpa merubah posisinya.

"Kapan sih lo mau luapin keluh kesah lo di depan orang lain? Lo selalu pendam sendiri." Jihoon berubah sendu. "Lo mirip sama Junkyu di masa lalu. Selain karena perilaku yang gak mengenakan, dia jadi jahat karena dia selalu pendam semuanya sendiri, dia gak mau cerita ke siapa pun. Gue gak mau lo berujung kayak Junkyu, Yosh..."

Become The King | Kanemoto YoshinoriWhere stories live. Discover now