[5] Challenge and Help

2.9K 1K 273
                                    

"Di mana kakek?!"

Orang-orang di istana hampir saja menodongkan senjata jika tidak melihat kehadiran Yoshi yang muncul tiba-tiba setelah seharian penuh hilang entah ke mana. Yang melihat sangat terkejut melihat penampilan Yoshi yang sangat berbeda dari biasanya. Bila di istana, Yoshi pasti mengenakan pakaian kerajaan dan mahkota di kepala. Tapi sekarang, dia hanya mengenakan pakaian sederhana dengan darah di bagian dada dan tanpa mahkota pangerannya.

Beberapa ingin bertanya dari mana pangeran itu pergi, tetapi mereka urungkan karena takut. Belakangan ini Yoshi sering marah, orang-orang terlalu takut untuk sekadar menegur atau memberi saran. Dia terlihat sangat menyeramkan. Asap hitam di sekitar tubuhnya membuat siapa saja merasa tertekan.

Lorong demi lorong dia susuri, dia cari sang kakek tanpa henti. Merasa sang kakek ada di kamar ayahnya, dia langsung menuju ke sana tanpa membuang waktu lagi.

Brak!

Pintu kamar dibuka secara kasar sehingga terbanting keras ke dinding. Seisi kamar terlonjak dibuatnya. Sontak saja para pengawal mengangkat senjata kala Yoshi masuk disertai angin bersalju kecil di kepalan tangan. Memang tidak sopan, tetapi mau bagaimana lagi? Itu untuk mencegah kemungkinan korban terluka.

"Dari mana saja? Tidak ingat kewajiban?" Tanya sang kakek penuh rasa tak suka.

"Ke mana pun saya pergi bukan urusan Anda," jawab Yoshi dengan dingin. "Sudah jelas bukan? Anda tahu sesuatu mengenai saya, mana mungkin Anda tidak tahu."

"Apa maksudmu? Kamu masih menuduh saya?"

"Saya tidak menyinggung perihal ayah, tapi saya menyinggung perihal ini," Yoshi menunjuk darah di kaosnya, "belum kering, kan? Saya bermimpi, saya terbunuh dan Anda ada di sana. Anda memiliki kemampuan untuk membunuh seseorang lewat mimpi, sangat jelas kalau Anda pelaku di balik semua ini."

"Kamu jangan asal bicara!" Bentak sang kakek. "Kamu bisa ditahan karena menuduh saya tanpa bukti, kamu pikir hukum di sini tidak berlaku?"

"Saya berkuasa atas hukum di sini, kalau Anda lupa," Yoshi menyeringai, "bila ayah berhalangan dalam pemerintahan, sayalah yang maju. Anda sebagai mantan raja sebaiknya diam saja, tidak perlu susah payah ikut campur. Mau tahu kenapa?"

Semuanya diam, situasi berubah tegang karena Yoshi berhenti tepat di hadapan kakeknya.

"Karena Anda tidak dibutuhkan."

Ucapan penuh penekanan dia lontarkan. Satu kalimat menusuk hati yang diterima membuat para pengawal yakin kalau setelah ini akan ada perang dingin antara keduanya. Ah tidak, lebih tepatnya antara Yoshi beserta seluruh bagian dari kakeknya.

Sang kakek tidak terima. "Calon raja macam apa ini? Tidak punya sopan santun!"

"Anda lupa? Saya ini masih seorang iblis. Oh, apa Anda pikir sifat baik hati saya akan berlaku pada Anda? Anda salah. Saya tidak akan pernah bersikap baik pada orang yang mengibarkan bendera permusuhan kepada saya."

"Kamu tidak pantas menjadi raja!"

"Karena apa?!" Yoshi balas membentak. "Karena ada darah manusia mengalir di badan saya? Iya?! Atau karena kemampuan saya tidak seperti yang Anda inginkan?!"

Semuanya terdiam.

"Saya bukan boneka yang harus punya semua yang Anda inginkan. Saya punya batas kemampuan. Saya ya saya. Sekarang saya tanya, ada yang lebih pantas dari saya untuk menduduki tahta raja?"

Sang kakek tidak menjawab, hanya menatap datar cucunya yang tidak sopan itu.

"Kalau Anda tahu siapa yang lebih pantas dari saya, Anda bawa dia ke hadapan saya. Buktikan kalau dia bisa walau faktanya tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi saya sekarang. Karena sayalah calon raja kerajaan ini, hanya saya."
































































"Heh, lo dari mana?! Malem-malem tiba-tiba menghilang, pas balik kayak ondel-ondel aja rambut lo. Bentar... ITU BAJU LO KOK ADA DARAHNYA?!"

Jihoon langsung mengoceh setelah menunggu Yoshi berjam-jam sampai pagi di ruang tamu. Dia itu panik, dia khawatir. Belakangan ini Yoshi jarang terlihat di sekitar rumah, sekalinya muncul sedang ada masalah, berat pula.

Tapi, melihat Yoshi yang diam saja, dia merasa tidak enak. "Yosh, lo gak apa-apa, kan?" Tanyanya dengan volume kecil.

"Ji, gue emang selalu gak pantas dalam hal apa pun, ya?"

"Lo ngomong apa sih?! Siapa yang bilang?! Lo itu keren, bego! Lo pinter, ganteng, kaya, pangeran pula! Gak pantas apanya? Lo itu pantas dalam banyak hal!"

Yoshi mengusak surainya. "Gue gak tau harus gimana lagi, gue gak mau jatuhin ekspetasi rakyat gue. Gue gak mau ngecewain mereka. Gue gak ada kemajuan..."

"Denger, ya. Lo itu gak langsung bisa kayak sekarang. Dulu, lo pasti gak langsung jago berantem. Lo pasti letoy kayak jelly, kalau sekarang mah beuh, kece banget! Pas gue denger cerita perang dari si Junkyu, gue kagum, beneran! Gila sih, lo tuh... susah banget dideskripsiin pakai kata-kata. Intinya lo keren pake banget."

Yoshi dibuat sedikit tertawa akan ocehan Jihoon yang menghangatkan hatinya. Setidaknya dia masih memiliki orang lain di sisinya.

"Eh tapi... gue masih belum nemu petunjuk soal penawar racun buat ayah..." Yoshi kembali murung.

"Mau coba racikan obat racun buatan gue?" Jihoon menawarkan. "Tapi belum pernah adain uji coba di lab, sih... mending jangan deh. Kalau ayah lo kenapa-napa nanti rakyat lo demo besar-besaran ke gue. Gue jadi bagian dari rakyat lo dong nanti?!"

Sulit sekali mencari penawar racun tersebut. Racun yang menyebabkan raja tumbang juga bukan racun sembarangan. Pelakunya tidak bisa dianggap remeh, pasti seseorang yang dekat dengan rajalah pelakunya. Mana mungkin seorang raja iblis bisa keracunan. Padahal Raja Yasuhiro alias ayah Yoshi sangat peka sekitar.

Apa dia harus meminta bantuan orang lain? Tapi... siapa?




















































































"Butuh bantuan? Gini-gini gue tau banyak soal racun, loh."

"BANGSAT! SEJAK KAPAN LO ADA DI SITU?!" Umpat Jihoon berseru kaget.

Si pemuda bersurai hitam yang tengah duduk di sofa itu terkikik geli.

"Hihi, jadi gimana, Yosh? Atau mau coba gue buatin dulu?" Pemuda itu menawarkan, yang tak lain tak bukan adalah si penyihir dari asrama ular, Kim Junkyu.

Become The King | Kanemoto YoshinoriWhere stories live. Discover now